Gomenasai Anime Smiley trisillumination: That's All Cause Ify Part 38b

Selasa, 25 Desember 2012

That's All Cause Ify Part 38b


***

Matahari sudah bergeser ke arah barat. Meskipun belum menyembunyikan cahayanya, namun cukup mengisyaratkan jika hari sudah mau berganti. Gemuruh bola yang dipantulkan sedari tadi memenuhi lapangan juga sudah berakhir. Para empu yang dari tadi memainkannya sudah sibuk untuk merenggangkan ototnya masing-masing.

Puncak kekesalan Sivia makin ke ubun-ubun. Menunggui Alvin yang kurang lebih bermain dalam waktu 60 menit nonstop sekaligus melihat kecentilan Zevana terhadap Alvin benar-benar membuatnya badmood setengah mati. Sebenarnya Sivia sudah sedari tadi ingin melangkahkan kakinya untuk pergi dari sini. Akan tetapi karena takut dikira menyerah dan kalah, walau kesal setengah mati. Mau tidak mau Sivia harus tetap mempertahankan gengsinya yang tinggi.

Pemandangan Zevana tengah mengusap keringat diwajah sekaligus memberikan air mineral kepada Alvin yang tidak digubris sama sekali oleh cowok itu kini tampil langsung dihadapan Sivia. Sivia menahan diri minimal untuk tidak melayangkan sendalnya kewajah gadis itu.

Tak lama setelah itu ternyata Alvin mulai bangkit dari istirahatnya tanpa meminum air yang tadi disodorkan oleh Zevana lalu berjalan kearah Sivia yang menyambutnya dengan muka jutek.

Alvin menggeleng heran. Semua gadis yang berhadapan dengannya pasti selalu takhluk dan menyambutnya dengan wajah ceria dan sesumringah mungkin. Hanya gadis ini yang berani memasang wajah jutek saat dihadapannya. Only and One...

“Vin. Kita pulang bareng kan?” Tanya Zevana yang langsung menggelayut manja di lengan Alvin.
Sivia sebisa mungkin untuk memasang wajah Hitler abad millenium melihat kelakuan Zevana. Sementara Alvin mati-matian menahan senyum melihat ekspresi Sivia.
“Sorry Ze, gue mau balikin anak orang dulu nih.” Tolak Alvin sambil berusaha melepas tangan Zevana dilengannya.
“Lah, gue kan juga anak orang Vin” Ucap Zevana manyun.
Sivia hampir menyemburkan tawanya begitu mendengar kata-kata Zevana barusan, namun segera ditahannya.
“Via kan gue culik dari rumahnya, loe bukan culikan dan bukan undangan gue juga Ze. Jadi gue gak harus nganter loe balik dong” Ucap Alvin.
“Aduhh tapi masih sakit nih Vin” Ucap Zevana sambil berekspresi menahan tangis sambil memegang kedua pipinya.
“Hehhh Hehh Hehh, yang gue gampar kemaren tuh pipi loe. Yang sakit juga pipi loe bukan kaki loe. So, loe masih bisa buat pulang sendiri tau” Kali ini Sivia berbicara.
“Tapi kan elo sehat wal afiat Vi” Balas Zevana.
“Oh, loe mau gue bikin sakit lagi? Kalo gitu ikhlas deh gue Alvin ngaterin loe balik” Gertak Sivia tidak mau kalah,
“Udah ya udah” Alvin berusaha menengahi. “Ze, elo pulang sendiri. Karena loe kesini juga atas kemauan sendiri. Sedangkan Via? Gue yang paksa dia kesini. So, dia tanggung jawab gue sampai dia balik lagi kekamarnya tempat gue jemput dia tadi” Tegas Alvin.
“Ayo Vi” Ajak Alvin sambil menarik tangan Sivia dalam genggamannya.

***

“Kok jadi bawa gue kesini sih?” Dumel Sivia sambil melihat sekelilingnya. Taman dekat Rumah Alvin.
Alvin mengacuhkannya. Sivia manyun habis-habisan karena diacuhkan dan memutuskan tidak lagi membuka mulut.
Beberapa menit hanya diisi dengan kesunyian.
“Vi” Panggil Alvin.
Sivia menutup telinga dengan kedua telapak tangannya berpura-pura untuk tidak mendengar.
Alvin menggeleng heran melihat tingkah Sivia. “Yaudah terserah kalo gamau denger, yang jelas aku gak bakal ngulang lagi untuk kedua kalinya” Ucap Alvin dengan nada datar namun penuh ketegasan.
Sivia menurunkan tangannya. “Lho kok jadi elo yang...........”
Alvin memotong cerocosan Sivia dengan menghapus jarak diantara mereka. Sivia langsung terdiam begitu terasa sapuan lembut pada bibirnya menenggelamkan seluruh perkataan yang sudah ada dipangkal tenggorokkannya.

Alvin kembali mengambil jarak sambil mengatur nafasnya yang masih tidak beraturan. Sedangkan Sivia sudah memandang kearah lain sambil pelan-pelan mengatur nafasnya dan pastinya menyembunyikan wajahnya yang merah padam.

Setelah nafasnya kembali tenang. Alvin memutar bahu Sivia untuk mengarah kepadanya. Sivia masih menunduk karena malu. Perlahan Alvin mengangkat dagu Sivia dan menahannya dengan tangannya sendiri.
“Aku tau apa yang kamu mau bilang, aku bisa ngerasa apa yang kamu rasain, tanpa kamu bilang tanpa kamu ungkapkan......” Ucap Alvin. “Tapi maaf, gak selamanya aku bisa mengerti kamu dengan cara yang kamu mau.”
Sivia terdiam.
“Tapi aku sadar aku salah, aku udah berjanji untuk mencintai dan menyayangi kamu atas diri kamu. Seharusnya aku memakai cara yang lebih baik” Ucap Alvin lagi. “Kejadian tempo hari lalu, aku bukan mau ngebela Zevana atau teman-temannya. Tapi aku gak mau kamu, cewek yang aku sayangin malah bertindak seenaknya sendiri” lanjutnya.
“Maaf Vin, aku...........”
Alvin kembali menghentikan ucapan Sivia dengan menaruh telunjuknya di mulut gadis itu. “Ini kesempatan aku bicara, karena mungkin untuk selanjutnya mungkin kamu udah gak mau denger lagi” Kata Alvin. Sivia kembali terdiam
“Dan kalau itu membuat kamu krisis kepercayaan sama aku. Fine, aku terima. Kalo itu bisa membuat kamu lebih baik lagi....” Alvin mengangguk-anggukan kepalanya pelan. “Aku akan belajar nunggu kepercayaan kamu kembali, karna aku gak mungkin bisa ngelepas kamu” Lanjut Alvin.
Sivia hanya diam. Matanya sudah tidak lagi menatap Alvin.
Melihat reaksi Sivia, Alvin sudah menunduk pasrah. “Sekarang terserah kamu” Ucapnya lirih.
Sivia langsung mengangkat pandangannya begitu mendengar nada bicara Alvin.
“Gak seharusnya aku egois” Ucap Sivia pelan, namun langsung  mengangkat pandangan Alvin untuk fokus ke Sivia kembali. “Aku.. Aku  harusnya juga belajar mengerti cara kamu, karena aku juga sayang sama kamu.” Sivia menghela nafas. “Aku...” Sivia menggeleng pelan akan perkataannya sendiri. “Tolong jangan lepas aku......” Pinta Sivia sambil menatap dalam ke mata Alvin.
Alvin hanya terdiam mendengar perkataan Sivia. Masih tidak percaya, jika gadis ini masih memintanya untuk tetap ada disisinya. Detik berikutnya Alvin langsung merengkuh gadis itu dalam pelukannya dan mengcium puncak kepala Sivia dengan sayang serta berjanji dalam hatinya, jika ni terakhir dia mengecewakan gadis ini.
“Aku sayang kamu Vi...”

***

“Deva pulaaaanggg” Salam Deva begitu membuka pintu rumahnya dan langsung berjalan keruang keluarga.
Ternyata hanya ada Gabriel yang sedang asyik memetik senar gitarnya mengikuti alunan music dari dvd playernya.
“loe gak jemput kak Ify kak?” Tanya Deva sambil merebahkan tubuhnya disamping Gabriel lali melepas sepatunya.
“Dia gak mau” Jawab Gabriel cuek.
“Kok loe nurut sih kak? Terus dia pulang sama siapa? Aduh sumpah kalo tadi tugas prakarya gak deadline besok gue aja yang jemput” Cerocos Deva.
“Kemaren waktu gue jemput dia, ada Shilla juga disana. Dan Ify semalem nolak dijemput lagi kalo loe gak bisa” Jelas Gabriel.
“Terus dia pulang naik apa?” Tanya Deva.
“Paling naik taksi. Lagipula pertama kali latihan kan dia juga gak dijemput” Jawab Gabriel.
“Itu kan dia pulang bareng bu Ucie” Ucap Deva.
“Ya mungkin hari ini bareng lagi” Ucap Gabriel.
“Kok loe bisa percaya gitu aja sih Kak?” Tanya Deva sedikit kesal.
“Dengan kejadian kemarin-kemarin, gue yakin Ify bisa menilai sendiri dia harus gimana. So, kasih kepercayaan lebih gak ada salahnya Dev” Jelas Gabriel sabar.
“Tapi loe tau kan kak dia itu gimana........”
“Loe jauh lebih mengenal dia gimana Dev” Potong Gabriel.
Deva terdiam sejenak. “Gue.. Cuma khawatir”
Gabriel menaruh gitarnya di sisi sofa, lalu menyandarkan tubuhnya. “Entah kenapa gue jadi ngerasa tenang kalo nanti harus ninggalin Ify sama elo” Ucap Gabriel.
Deva langsung duduk tegak  mendengar ucapan Gabriel. “Loe mau pergi?” Desisnya.
Gabriel memilih untuk mengabaikan pertanyaan Deva. “Jaga Ify sebaik-baiknya dengan kepercayaan penuh dari loe, gue percaya sama loe Dev” Pesan Gabriel sambil mengusap puncak kepala Deva, lalu bangkit dari sofanya lalu melangkah kekamar.


***

Ify sedang menunggu taksi untuk pulang kerumahnya. Dia sudah melarang Gabriel untuk menjemputnya disekolah, sedangkan Deva masih sibuk dengan tugas kelompoknya bersama Ray dan yang lain. Mau tidak mau Ify pulang sendiri menggunakan taksi karena tidak ingin kembali merepotkan Bu Ucie untuk mengantarnya pulang.

Ify melemparkan pandangan kearah jalannya yang cukup lengang. Hanya ada kendaraan pribadi yang melaju. Memang hari sudah menjelang sore, dan sekolahnya pun sudah bubar dari 3 jam lalu. Hari ini hari terakhirnya latihan vocal dan besok akan jadi hari H akan latihannya selama ini.

Ify mendadak terdiam begitu ada sebuah mobil yang berhenti dihadapannya. Ify begitu mengenali mobil itu. Bahkan beberapa kali pernah duduk didalamnya. Jaguar milik Rio.

Ify tidak bereaksi. Namun begitu ditunggunya beberapa menit Rio tidak juga memberikan reaksi sama sepertinya. Ify menggeser tubuhnya beberapa langkah kearah depan, agar pandangan dalam mencari taksi lebih leluasa. Tak lama, Rio memajukan mobilnya tepat didepan Ify. Kembali menghalangi pemandangan Ify kearah jalanan. Tidak menunggu lama seperti tadi, Ify kembali menggeser tubuhnya. Kali ini kebelakang hingga dia makin leluasa dalam mencari taksi. Tak lama juga, Rio kembali memundurkan mobilnya, kembali mensejajarkan dengan tempat Ify berdiri.

Ify memutar bola matanya kesal. ‘Maunya apasih?’ Bathinnya. Dengan terpaksa Ify lalu mengetuk kaca mobil Rio, membuat Rio menurunkan kaca mobil tersebut. Tanpa mengucapkan apa-apa, Rio hanya memandang lurus kedepan tanpa mempedulikan kaca mobil yang sudah terbuka sempurna.

“Bisa geser mobil loe gak Yo? Lebih kedepan atau kebelakang terserah. Tapi tolong jangan halangin pandangan gue” Ucap Ify.

Rio seperti tidak mendengar. Ify menghentakkan kakinya kesal kemudian melangkah kedepan agak menjauh dari mobil Rio.

Namun lagi-lagi, Rio memajukan dan kembali menghentikan mobilnya sejajar dengan tempat Ify berdiri. Masih dengan kaca mobil yang terbuka dan pandangan Rio lurus kedepan.

“Yo, gue tuh mau nyari taks......”

Klek.

Ucapan Ify langsung terhenti begitu ada suara kecil namun total mencuri seluruh perhatiannya. Kunci pintu otomatis milik Rio disamping kursi pengemudi tiba-tiba tertarik keatas.

Ify langsung terdiam begitu saja. Apa ini tandanya Rio mengajaknya untuk pulang bersama? Tidak! Tidak boleh. Bathin Ify bertengkar disetiap sisinya.
“Gue gak ikut!” tegas Ify sambil kembali berjalan menjauhi mobil Rio.

---

Sementara dalam mobilnya Rio menghela nafas berat. Apa yang sedang dilakukannya saat ini benar-benar diluar kendali dirinya. Kalau boleh memilih dengan logikanya, Rio ingin segera meninggalkan tempat ini. Namun kata hatinya, ia harus tetap ditempat dan menjaga gadis itu. Melihat ekspresi kesal gadis itu karenanya meski sedikit ditahan karena keadaan hubungan mereka saat ini.
“Gue gak ikut!” Tegas gadis itu sambil menjauhi mobil.

Rio mengatur persneling kembali mengikuti Ify. Lalu mensejajarkan kembali dengan tempat Ify berdiri. Namun ternyata gadis itu memilih bergeming. Tidak mempedulikannya!

Rio berusaha menunggu beberapa saat. Jendela mobil di samping kursi penumpang masih tetap terbuka. Walau pandangannya lurus kedepan. Namun ekor matanya terfokus pas digadis yang sengaja tidak melihat kearahnya. Beberapa menit kedepan Ify hanya mengedarkan pandangannya tidak berusaha beranjak lagi menjauhi mobil.

Rio kembali menghela nafas pelan. Ada yang dia lupakan dari tadi, gadis ini lebih keras kepala daripada yang dia tahu. Tak berpikir panjang lagi Rio membuka pintu mobil disampingnya, tak perlu waktu lama kini dia sudah berdiri disamping Ify.

Rio membukakan pintu mobil seakan mempersilahkan Ify masuk kedalamnya. Ify masih berpura-pura acuh. Rio kembali menghela nafas menahan sabar terhadap tingkah laku gadis didepannya sekarang.
“Gue anter loe pulang” Ucapnya dengan suara rendah.
Ify pura-pura tidak mendengar. Tidak bermaksud apa-apa sih. Hanya balas dendam karena tadi ucapannya juga diacuhkan oleh Rio.
“FY!” Kali ini dengan nada tegas yang memaksa Ify untuk menoleh kearah Rio.
“Gue kan udah bilang engga”Sahut Ify.
Ify kembali mengedarkan pandangannya. Kali ini tidak lagi mencari taksi, namun melihat keadaan sekeliling. Siapa tau ada paparazi dadakan yang akan membuatnya besok pagi muncul dimading dengan berita –IFY-PEREBUT-COWOK-ORANG-. Ify langsung bergidik begitu membayangkannya.
“Gak akan mungkin ada yang motret kita tiba-tiba dan nempel tuh foto besok di mading” Ucap Rio seperti membaca pikiran Ify.
Ify menoleh lalu menggedikan bahunya. “Who knows” tampak lebih rileks dari sebelumnya. “Dia aja sanggup kok ngikutin gue sama Kak El”
Rio mendengus, berusaha melupakan semuanya. “Loe besok seharian sama gue tanpa ada penolakkan. Gak ada apa niat baik sore ini buat pemanasan?” Tanya Rio mengalihkan pembicaraan.
“Pemanasan? Ngaco” Cibir Ify.
“Yah paling gak besok saat gue punya ‘kewajiban’ jemput loe atas mandat Bu Ucie gak mesti baku hantam dulu sama Gabriel” Ucap Rio.
“Kalo terpaksa gak usah, kita ketemu ditempat aja. Gue bisa minta Gabriel anter gue” Ketus Ify agak tersinggung dengan pernyataan ‘kewajiban’
“Bukaan,  bukan gitu” Ganti Rio kelabakan dan berusaha mencari kata-kata yang lebih tepat.
“Gue Cuma hmm ngejalanin kepercayaan dari Bu Ucie tapi sebelumnya paling gak gue harus dapet kepercayaan dari Gabriel buat ngebawa loe pergi besok. Apalagi, apalagi... dengan makin protektifnya Gabriel dan Deva terus.........”
“Itu urusan gue” Potong Ify terhadap penjelasan Rio yang agak berbelit-belit, lagipula Ify tidak bisa membiarkan dirinya berlama-lama dengan Rio.  “Loe bisa pulang dan biarin gue pulang naik taksi”
“Tapi Fy...”
“Loe kan yang mau loe pergi dari gue. Jadi udah stop. Biarin gue pulang sendiri. Soal besok biar jadi urusan gue. Loe jemput aja gue sesuai jam janji kita tadi. Tapi untuk sore ini gue tetep mau pulang sendiri” Sahut Ify.
“Kenapa sih loe masih ngomongin konteks pribadi dalam hal ini?” Ketus Rio.
“Karena ini emang udah konteks diluar kita sebagai partner duet” Ucap Ify tak mau kalah.
“Paling gak loe berusajha tetap professional lah” Ucap Rio.
“Keadaanya berbeda Ma-ri-o” Tegas Ify.
“Loe yang buat semua keadaan ini A-ly-ssa” Sahut Rio tak mau kalah.
Ify terdiam. Lalu mengangguk-angguk kecil dan menghela nafas pelan. “Loe bener” Ify memejamkan matanya yang agak memanas. “Gue udah gak mau nyakitin siapapun lagi.” Ify menghirup nafas kuat-kuat menghilangkan sesaknya. “Loe udah sama Shilla Yo. Kebersamaan kita pas latihan gak akan ada arti apa-apa lagi. Gue berterima kasih banget sama penunaian ‘kewajiban’ loe itu” Ucap Ify, dan pada detik yang sama tangannya melambai kearah jalan. Mengarah pada taksi kosong yang sedang melaju. “Besok jemput gue sesuai jam perjanjian kita. See you” Dengan langkah terburu-buru Ify langsung memasuki taksi yang sudah terhenti didepan mobil Rio. Meninggalkan Rio yang masih terdiam mencerna semuanya.

Ternyata memang berakhir...

***

Keesokannya sekitar jam 1 siang, Rio sudah didepan rumah Ify dengan style semi formal bercampur casual. Dengan kemeja biru langit yang digulung sampai siku dan skinny jeans putih dipadu dengan dasi hitam yang melingkar di kerah kemejanya serta sepatu kets putih. Tak lupa rambut spike yang selalu eksis melengkapi penampilannya hari ini.

Acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia memang baru akan dimulai jam 3 sore namun untuk segala persiapan Bu Ucie meminta mereka datang lebih awal, apalagi mereka tampil sebagai salah satu opening dalam acara tersebut. Untungnya siang ini tergolong mendung, tidak terlalu panas hingga tidak begitu menganggu penampilan Rio yang benar-benar terlihat fresh siang ini.

Rio menekan bel rumah Ify. Entah sudah berapa kali ia bertandang ke rumah ini. Namun baru pertama kalinya dia merasakan gugup yang luar biasa. Tak lama pintu terbuka,  Gabriel yang muncul dibaliknya. Rio bersikap sebiasa mungkin. Gabriel juga berusaha biasa saja karena sebelumnya Ify memang telah memberitahunya jika kepergiannya mengisi acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia akan dijemput Rio sekitar jam 1 siang.

“Ngg.. Masuk Yo” Ajak Gabriel canggung,
“Gausah Yel. Gue disini aja” Tolak Rio halus sambil menggedikan dagunya kearah kursi yang ada diteras rumah Ify.
Gabriel mengangguk. “Okay, bentar lagi kayaknya Ify keluar. Dia tadi lagi lagi siap-siap” Ucap Gabriel.
Ganti Rio yang hanya mengangguk.
Dalam beberapa menit kedepan, hanya diisi keheningan antara Rio dan Gabriel.
“Yo/ Yel” Panggil Gabriel dan Rio bersamaan.
“Loe duluan” Sahut Gabriel cepat.
“Gue.. Gue mau minta maaf untuk kejadian beberapa hari......”
“Soal itu gak perlu dibahas, gue juga salah dalam hal itu. Tapi untuk hari ini, gue titip Ify ya sama loe” Potong Gabriel.
“Ohh” Rio mengangguk. “Loe tadi mau ngomong apa?”
Gabriel menggeleng. “Gak jadi, gue tadi Cuma mau bilang... Gue titip Ify sama loe hari ini” Ucap Gabriel sambil memegang bahu Rio.
“Pasti!” Ucap Rio mantap sambil membalas memegang bahu Gabriel meyakinkan dia akan memegang janji itu sebaik-baiknya.
“Thanks” Ucap Gabriel. Rio mengangguk.
Tak lama Ify muncul dari dalam rumahnya. Dengan dress biru selutut dan flatshoes hitam yang menjadi alas kakinya. Dengan tatanan rambut dikesampingkan menggunakan  jepit bunga putih besar yang menghiasinya. Singkat, tampilannya saat ini benar-benar begitu serasi dengan Rio.
“Yel, gue berangkat ya?” Pamit Ify. Menyadarkan Rio bahkan Gabriel  yang ikut terpersona memandangnya.
“Ahh, iya Fy. Loe janjian?” Tanya Gabriel sambil melihat kearah Rio.
Ify mengalihkan pandangannya kearah Rio yang memakai baju dengan warna yang nuansanya sama dengannya.
Ify menggeleng “Kita Cuma janjian untuk pake baju warna biru, selebihnya.........” Ify kembali menggeleng heran. Takjub, sudah kesekian kalinya dia memakai baju dengan nuansa yang sama dengan Rio tanpa kesepakatan.
Sama seperti Ify, Rio juga takjub dengan apa yang dihadapannya saat ini. Membuatnya lupa jika semua ini hanya didasari sebuah kata “kebetulan”
“You looks very beautiful girl” Puji Gabriel. Yang langsung menyadarkan Rio dari keterpesonaanya pada Ify.
Rio berdeham. “Berangkat sekarang Fy?”
Ify hanya mengangguk pelan. “Gue berangkat ya Yel” Pamit Ify sekali lagi.
Gabriel mengangguk. “Hati-hati ya”
Rio dan Ify sama-sama mengangguk lalu berjalan menuju mobil Rio yang terparkir dihalaman Rumah Ify.

***

“Ify, Rio. Kalian udah lama?” Tanya Bu Ucie yang baru saja memasuki backstage acara, sekaligus memecah keheningan antara Ify dan Rio yang hanya diam dari rumah Ify, dalam perjalanan hingga mereka sampai ditempat acara dan masih harus menunggu terlebih dahulu di backstage.
“Kita baru sampe kok” Jawab Rio mewakili dirinya dan Ify.
“Oke, sekarang kalian prepare gladi bersih dulu. Sekadar untuk pengenalan stage nanti. Ayo kedepan” Ajak Bu Ucie.
Rio dan Ify langsung menurut dan mengikuti Bu Ucie.

***

Gabriel kembali berjalan keruang keluarga setelah memastikan kepergian Rio dan Ify. Namun, bukan kembali melanjutkan aktivitasnya bersama Deva yang tadi tertunda. Gabriel justru merebahkan dirinya kesofa yang ada diruang keluarga.
“Loe serius ijinin mereka pergi berdua kak?” Tanya Deva yang segera mem-pause-kan PS nya begitu melihat Gabriel nampak tidak minat melanjutkan permainan mereka.
Gabriel mengangguk.
“Loe yakin mereka nanti akan baik-baik aja?” Tanya Deva lagi,
Gabriel menghembuskan nafasnya berat. “Harus! Gue udah nitip Ify sama Rio. Gue tadi juga udah minta maaf soal pribadi gue sama Rio. Jadi gak ada alasan untuk mereka gak baik-baik aja” Jawab Gabriel.
Deva melempar tubuhnya kesamping Gabriel. “Trus kenapa muka loe suntuk gitu?” Tanya Deva lagi.
“Loe kaya wartawan ya nanya mulu” Protes Gabriel.
Deva manyun. “Muka loe mirip orang frustasi tau” Protesnya. “Kenapasih?”
“Kepo deh loe” Ucap Gabriel cuek.
“Tuhkaan, sama kayak kak Ify. Sembunyiin aja semua sendiri” Sindir Deva berpura-pura ngambek.
“Itu gunanya gue sama dia kembar” Sahut Gabriel.
“Rese loe kak...........”

Ting Tong (???) *anggep suara bel yah._.*

Belum selesai dnegan cerocosannya. Deva langsung membungkam mulut karena bunyi bel rumah mereka kembali berbunyi.
“Gue yang liat” Sahut Gabriel yang langsung bangkit dari duduknya, yang sebenarnya hanya bermaksud menghindar dari Deva.

***

Rio dan Ify kembali ke backstage begitu mereka selesai gladi bersih diikuti oleh Bu Ucie dibelakang mereka.
“Kalian Foto dulu ya” Ucap Bu Ucie sambil mengacungkan SLR yang dibawanya.
Rio dan Ify justru saling pandang ragu.
“Ayolah, buat kenang-kenangan” Rayu Bu Ucie.
“Kalo abis performe nanti aja gimana?” Tanya Ify yang sebenernya ingin menolak, urusan nanti biarlah dia mencari alasan yang lain lagi.
“Yah. Mumpung masih fresh. Lagipula biar kalian bisa langsung istirahat nanti” Rayu Bu Ucie lagi.
Tanpa berusaha kembali menolak, Rio dan Ify langsung berdiri dari duduknya, dan berusaha tersenyum.
Bu Ucie mengarahkan kameranya kepada dua murid kebanggaannya. Sebuah Blitz langsung meluncur begitu kamera sudah memenuhi fokus.
“Duh. Kayak orang musuhan. Coba deh geseran lebih deket” Pinta Bu Ucie.
Rio dan Ify sama-sama menghela nafas. Mati-matian dari tadi mereka menjaga jarak, jarak tersebut disia-siakan begitu saja.
“Nah, oke. Siap ya! Three... two... one...” Sebuah Blitz kembali memancar.
Ify dan Rio langsung cepat-cepat mengatur jarak mereka.
“Sipp” Bu Ucie nampak puas dengan hasil jepretannya. “Sekali lagi ya, kita ambil foto yang sedikit elegan” Pinta Bu Ucie lagi.
Rio dan Ify langsung memandang Bu Ucie speechless.
“Bu, tapi kan kita kesini untuk nyanyi bukan pemotretan” Tolak Ify secara halus.
“Mungkin akan ada banyak moment kayak gini yang akan kamu lewati dengan bakat yang kamu punya Fy. Tapi untuk moment hari ini, gak akan pernah terulang lagi. Itu kenapa kenangan harus diabadikan, supaya kita bisa mengingat gak akan pernah ada sesuatu yang sama terluang pada hari berikutnya” Jelas Bu Ucie
Ify langsung terdiam, hampir sama seperti yang Sivia sampaikan padanya.

“Karena memang gak ada yang tau kan hari esok dan seterusnya?”

Ify memandang kearah Rio yang ternyata sudah memandangnya lebih dahulu, Ify langsung kembali memutar pandangannya. Lalu mengangguk kearah Bu Ucie, menandakan setuju jika harus foto bersama Rio kembali.
Bu Ucie tersenyum puas. “Sekarang kamu ngamit lengan Rio ya Fy”
Ify langsung melebarkan kelopak matanya, seperti meminta pengulangan pada permintaan Bu Ucie.
“Iya, kamu mengamit lengan Rio” Ulang Bu Ucie sambil memeragakan contoh mengamit lengan.
Ify menghela nafas, sudah yakin permintaan Bu Ucie tidak lagi salah ditangkapnya lagi. Disisi kirinya, Rio sudah mengangsurkan lengan kanannya ke arah Ify. Ify memandang sejenak. Detik berikutnya Ify sudah mengamit lengan Rio dan tersenyum kearah kamera yang dipegang oleh Bu Ucie.
“Perfect! Thanks ya. Oke, Ibu kedepan dulu liat schedule” Pamit Bu Ucie sambil berlalu dari hadapan Rio dan Ify.
Sepeninggal Bu Ucie Rio dan Ify bermaksud kembali menciptakan jarak antara mereka. Ify sudah melepas lengannya yang mengamit lengan Rio, namun renda kecil pada dress birunya justru menyangkut pada kancing yang menahan gulungan kemeja di siku Rio.

Bukan tercipta, justru jarak diantara mereka makin terhapus. Wangi parfume musk milik Rio sudah memenuhi indera penciuman Ify, membuat konsentrasinya langsung buyar dalam melepas renda yang menyangkut. Tidak jauh beda, harum strawberry segar yang menguar pada rambut Ify sudah tidak hanya memenuhi indera penciuman Rio, namun seperti sudah menular pada udara disekitarnya. Rio yang tadinya ingin membantu untuk melepas renda yang menyangkut pada kemejanya justru malah terdiam sendiri memandang puncak kepala Ify yang dulu sering diacaknya yang membuat gadis itu marah-marah kesal padanya, hingga pernah dikecupnya hingga gadis itu langsung salah tingkah dengan rona merah dikedua pipinya. Hingga tanpa sadar, justru tangannya sudah tertumpu pada tangan gadis itu.

Ify langsung terdiam begitu tangan Rio setengah menggengam tangannya yang tengah berusaha melepas renda yang menyangkut. Ify mengangkat wajahnya, dengan jarak yang sudah hampir tidak ada, kening Ify langsung bersentuhan dengan kening rio yang memang dari tadi menunduk untuk membantunya.

Mata mereka justru saling memandang dalam, seakan menuntut penyelesaian akan kisah ini. Deru nafas masing-masing sudah menerpa wajah mereka. Kemudian mereka saling memejamkan matanya masing-masing....

“Ifyyy! Riooo!”

Spontan Rio dan Ify langsung menciptakan jarak jauh-jauh diantara mereka sebisa mungkin. Pandangan merekapun sudah berlawanan arah.

“Ify, Rio” Tampak Bu Ucie yang baru memasuki stage dengan nafas yang agak memburu. Namun nampaknya Rio maupun Ify tidak ada yang menyadari. Mereka masih tenggelam dengan  pikirannya masing-masing sekaligus mengatur detak jantung mereka yang benar-benar bekerja diatas normal.
‘Tadi gue ngapain sih?’ Bathin Rio frustasi.
‘Untung belum terjadi’ Pikir Ify lemah

“IFY! RIO!” Panggil Bu Ucie sekali lagi, kali ini dengan nada lebih tegas menyadari kedua muridnya tidak mendengarkannya.
“Iya Bu!!” Sahut RiFy kompak setengah kaget mendengar nada bicara Bu Ucie.
“Kalian tuh... ahh lupakan! Gini, ternyata kalian mendapat bagian di opening. Dan panitianya minta agar lagu yang kalian nyanyikan ditukar dengan pengisi acara yang ada dibagian tengah acara” Jelas Bu Ucie.
“Lho? Jadi sia-sia dong latihan kita” Protes Rio.
“Ibu juga berpikir gitu Yo, tapi lagu My Heart yang akan kalian bawakan nanti dianggap terlalu mellow jadi mereka minta lagu yang agak beat sedikit, minimal powerfull sebagai opening. Mau tidak mau kita harus professional, karena sekolah kita salah satu sekolah music yang terbaik” Tegas Bu Ucie.
Rio menghela nafas. “Okey kita professional, kita bawain lagu yang mereka minta. Tapi kalo nanti gak maksimal...” Rio menggedikkan bahu.
“Yang penting tampilkan semaksimal mungkin, lagipula ini bukan pertama kalinya kalian duet dengan lagu dadakan. Kalian pasti bisa” Semangat Bu Ucie.
“Jadi lagu apa yang ditukar dengan lagu kita?” Tanya Ify pasrah.
“Lagu yang sedang hits saat ini” Jawab Bu Ucie.

***

Gabriel membuka pintu rumah untuk melihat siapa yang menekan bel rumah. Namun begitu melihat siapa yang kini berdiri ditempatnya. Gabriel langsung membeku ditempatnya. Seorang yang paling tidak ingin ditemuinya saat ini. Tengah berdiri angkuh dihadapannya. Dengan postur badan tinggi besar sambil memperlihatkan senyum meremehkan yang ditujukan kepadanya. Papanya!!

---

Begitu menyadari tidak ada suara dari arah depan rumah, Deva memutuskan untuk mengikuti langkah Gabriel menuju pintu rumahnya.

***

Intro lagu yang akan dibawakan oleh Rio dan Ify sudah memenuhi stage Acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia. Namun Rio dan Ify masih tetap berdiri disamping stage. Bukannya mereka tidak menguasai materi lagu tersebut. Hanya, justru perasaan mereka yang kini ragu dalam membawakan lagu tersebut.
“Come on. Please be a professional please. You can do it” Pinta Bu Ucie dengan penuh mengharap melihat sepertinya kedua muridnya “mogok” untuk performe.
Intro kembali diputar karena Rio dan Ify masih belum naik keatas stage.
“Pleaseee” Pinta Bu Ucie lagi begitu sadar Intro sudah diulang untuk kedua kalinya.
Karena tidak tega pada ekspresi Bu Ucie yang dihadapkan pada mereka juga tidak mau usaha wanita tersebut sia-sia dalam pengolahan tekhnik vocal mereka. Rio dan Ify terpaksa mengangguk sambil tersenyum paksa.
“Show it!! Good luck” Ucap Bu Ucie puas.

[Rio] Lihatlah luka ini...
Yang sakitnya abadi...
Yang terbalut hangatnya bekas pelukmu...

Rio langsung mengeluarkan suara sambil menaiki stage karena menyadari waktu intro dan masuk ke lagu sudah tidak cukup jika dilakukannya nanti diatas stage. Namun baru saja bait awal dinyanyikan semua kenangan bersama gadis yang mengikutinya dibelakang saat ini langsung berputar jelas.

[Rio] Aku tak akan lupa...
Tak akan pernah bisa...
Tentang apa yang harus memisahkan kita...

------
“Gue punya sahabat. Dia kehilangan beberapa bagian dihidupnya. Keluarga dan salah satu organ tubuhnya, meski sudah digantikan oleh orang lain” Cerita Ify.
Rio mulai paham dengan siapa yang diceritakan Ify, tetapi masih belum mengerti sepenuhnya apa yang akan maksud sebenarnya.
“Sama seperti gue. Dia butuh suatu bagian yang menyempurnakan. Tapi diluar dugaan, ternyata bagian yang dia maksud sama kayak bagian yang gue maksudkan sebagai ‘bagian yang menyempurnakan’”  Suara Ify hampir menghilang oleh tangis yang sudah ditahannya dari tadi.
Mata Rio terbelalak maksimal setelah mendengar kata-kata Ify barusan. Lalu langsung menghampiri Ify cepat dan mencengkram bahu gadis itu yang telah dihadapkan kepadanya. Tapi sayang, Ify tetap menunduk.
“Jadi selama ini... Shilla suka sama gue Fy?” Tanya Rio to the point.
-----

[Rio] Disaatku tertatih...
Tanpa kau disini...
Kau tetap kunanti demi keyakinan ini...

-------
Rio menghela nafasnya berat. “Siapa yang membuat gue gak anti social lagi? Ify!. Siapa yang membuat Alvin sahabat gue lebih terbuka lagi? Ify!. Siapa yang menyelamatkan nilai gue dari dulu dalam pelajaran biologi? Ify!. Siapa yang mau capek-capek nemenin gue buat ngurus anak kecil dengan penyakit jantungnya? Ify! Siapa yang membuat adek gue Ray lebih mau jadi dirinya sendiri? Ify! Siapa cewek pertanma yang ngerebut hati nyokap gue? Ify! Siapa yang..........”
“STOP YO. UDAH CUKUP” Jerit Ify sambil menutup kedua telinganya. Jerit yang bercampur tangis. Ify kembali mundur beberapa langkah menjauhi Rio.
Rio masih tidak mau kalah dengan tetap mendekati Ify. “Rio kayak gimana Fy? Rio kayak gimana yang membuat Ify tetap disamping Rio? Rio kayak gimana yang membuat Ify bertahan dengan sikapnya? Rio kayak gimana? Apa gue harus jadi ‘Rio’ yang dulu? Rio yang selalu dikejar-kejar Ify Cuma buat diajak ngobrol gak penting? Gue akan jadi kayak gitu, asal loe tetap disamping gue. Tetap bertahan memperjuangkan gue” Ucap Rio sambil pergi meninggalkan Ify yang masih terisak sendirian.
------


[Rio] Jika memang dirimulah tulang rusukku...
Kau akan kembali pada tubuh ini...
Kuakan tua mati dalam pelukmu...
Untukmu sluruh nafas ini...

[Ify] Kita telah lewati rasa yang pernah mati...
Bukan hal baru bila kau tinggalkan aku...

------
“Terakhir” Ucap Rio lagi yang kemudian langsung melempar bola kearah ring lagi dan BRUKK.. Tubrukan bola dan papan pantul yang langsung menyentakkan Ify kembali.
“Gue pamit........................... dari hati loe” Ucap Rio yang kemudian langsung melangkah pergi.
-------

Tanpa kita mencari, jalan untuk kembali...
Takdir cinta yang menuntunmu...
Kembali padaku...

------
“Baiklah, langsung saja. Begini Yo, Fy. Sekolah kita didaulat untuk mengisi acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia dalam bidang menyanyi.” Jelas Pak Duta.
“Bapak berniat menggunakan kami?” Sahut Rio to the point.
Pak Duta mengangguk.
“Kenapa harus kami Pak? Ini salah satu sekolah musik kan? Pasti banyak yang lebih bisa mewakili dibanding saya” Protes Ify yang membuat Rio langsung menoleh kepadanya.
Ify baru saja tidak menggunakan kata jamak dengan ucapan “kami/kita” tetapi “saya” yang justru mengartikan tunggal. Singkat, hanya untuk dirinya sendiri.
Ify berusaha mengacuhkan tatapan Rio.
“Tapi saya begitu terkesan dengan duet kalian, apalagi kalian bilang saat itu jika kalian tidak melakukan latihan sama sekali. Bagaimana jika nanti kalian latihan? Pasti hasilnya lebih dari kemarin.” Jelas Pak Duta.
------
Ify mengingat bagaimana disaat mereka harus menjauh namun keadaan justru membuat mereka harus semakin dekat.

[Ify] Disaatku tertatih... ([Rio] Saatku tertatih)
[Ify] Tanpa kau disini... ([Rio] Tanpakau disini)
[Ify] Kau tetap kunanti [RiFy] demi keyakinan ini..

[RiFy] Jika memang kau terlahir hanya untukku...
Bawalah hatiku dan lekas kembali...
Ku nikmati rindu yang datang membunuhku...
Untukmu seluruh nafas ini...

[Ify] Dan ini yang terakhir [Rio] aku menyakitimu...
[Ify] Ini yang terakhir... [Rio] Aku meninggalkanmu...
[Ify] Takkan ku sia-siakan [RiFy] hidupmu lagi...

[Rio] Ini yang terakhir dan ini yang terakhir...
[RiFy] Takkan ku sia-siakan hidupmu lagi...

[Rio] Jika memang dirimulah tulang rusukku... ([Ify] terlahir untukku)
Kau akan kembali pada tubuh ini... ([Ify] bawa hatiku kembali)
[Rio] Kuakan tua dan mati dalam pelukmu...
[RiFy] Untukmu seluruh nafas ini...

[RiFy] Jika memang kau terlahir hanya untukku...
Bawalah hatiku dan lekas kembali...
Ku nikmati rindu yang datang membunuhku...
Untukmu seluruh nafas ini...

Untukmu seluruh nafas ini...
Untukmu seluruh nafas ini...

Rio dan Ify mengakhiri lagunya disambut tepuk tangan meriah dari para audience. Bahkan banyak diantara mereka yang berstanding applause. Tanpa sadar jika dari tadi justru mereka bernyanyi sambil berhadapan dan menatap mata masing-masing. Seakan ada layar dalam bola mata gelap berwarna hitam dalam indera penglihatan mereka. Layar yang memutar perlahan kenangan tentang mereka.

***

Deva langsung terpaku begitu mengetahui siapa yang ada didepan pintu rumahnya. Tidak jauh berbeda dengan Gabriel. Deva juga langsung terpaku ditempatnya begitu tahu yang ada dihadapannya sekarang. Tidak... Dia tidak pernah lupa wajah angkuh tersebut meski terlihat agak tua dari 10 tahun yang lalu. Terakhir ditemuinya ketika dia ingin berangkat sekolah.

“Selamat siang Gabriel Damanik dan............”
“Papa ngapain kesini?” Potong Gabriel dengan nada dingin.
“Ohh, salam yang baik untuk Papamu nak” Sahut Tuan Damanik tanpa menghilangkan wajah angkuhnya.
Deva masih belum bereaksi ditempatnya.
“Papa tau darimana rumah ini?” Tanya Gabriel.
“Kamu pergi secara ‘terbuka’ bagaimana mungkin kamu bisa lepas dari pengawasan Papa” Jawab Tuan Damanik tenang.
“Jadi?”
“Kamu itu penerus perusahaan Papa satu-satunya, bagaimana mungkin kamu Papa biarkan berkeliaran dengan orang-orang yang tidak jelas asal-usulnya seperti orang dibelakang kamu” Jelas Tuan Damanik sambil menggedikan dagunya kearah Deva.
Deva langsung mencelos. Namun berusaha untuk menahan emosinya.
“PAPA!! Aku gak akan ikut pulang. Papa kan yang mengusir aku dari rumah. Dan soal asal usul. Papa jangan seenaknya” Ucap gabriel. Kali ini kemarahan tidak lagi dapat ditahannya.
“Waahh, sepertinya disekolah barumu diajarkan membentak orang tua ya? Padahal Papa dengar sekolah bertaraf Internasional yang dibangun oleh Ibu dari anak itu kan?” Ucap Tuan Damanik angkuh sambil kembali menggedik kearah Deva.
Tanpa dasar nafas Deva sudah memberat.
“Berhenti membicarakan bunda” Ucap Gabriel pelan namun penuh ketegasan. Nafasnya sudah memburu karena menahan kesal.
“Ohya, yang membangun kira-kira memang bunda anak itu atau laki-laki yang bertanggung jawab atas anak itu ya.....”
Begitu mendengar kata-kata terakhir, Deva langsung maju bermaksud menyerang laki-laki yang dulu sempat dipanggilnya Papa. Namun apa daya. Ternyata Tuan Damanik membawa beberapa ajudannya yang menghalanginya.
Kini Deva hanya bisa memberontak begitu tangannya dijagal oleh dua orang tinggi besar dan berotot, yang berprofesi sebagai ajudan orang berwajah angkuh dihadapannya.
“Berhenti ngefitnah tentang nyokap gue” Teriak Deva sambil berusaha tetap memberontak.
“Ohh, rumah mewah dan beberapa mobil digarasi rumah ini membuktikan ibu mu sukses dalam bisnisnya. Tapi kenapa tidak sukses ya mendidik orang seperti kamu ya?” Ucap Tuan Damanik, seperti sengaja memancing emosi Deva.
“Gue bilang berhenti bilang yang engga-engga tentang nyokap gue” Bentak Deva.
“Berhubung mood saya baik hari ini, saya tidak mau menyakiti orang lain. Saya hanya meminta Gabriel ikut dengan saya” Ucap Tuan Damanik.
“Gak akan. Lepasin Deva. Papa bisa pergi dari sini sekarang” Tolak Gabriel mentah-mentah.
“Jangan buat Papa memaksa Yel” Geram Tuan Damanik.
“Sikap Papa yang memaksa aku untuk tetap tinggal” Sahut Gabriel.

“ergghh” Terdengar erang dari samping Gabriel.
Ternyata Deva menyikut dada dari salah satu ajudan yang menjagalnya. Namun detik berikutnya Deva harus jatuh tersungkur karena ulu hatinya mendapat pukulan telak dari teman ajudan lainnya.
“Deva!” Pekik Gabriel. Baru saja Gabriel ingin membantu Deva, namun ajudan Papanya yang menganggur sudah menahan dirinya.
Gabriel berusaha memberontak.
“Papa tidak ingin main kekerasan loe Yel, anak itu ternyata yang meminta” Ucap Papanya sambil terkekeh sinis.
Gabriel masih berusaha memberontak. Dahinya sudah berkedut menahan emosi. “Iyel gak ikut” Teriaknya sambil meronta.
“Sayangnya keputusan papa selalu mutlak Yel..” Ucap Tuan Damanik santai. “Bawa dia” Titahnya pada sang ajudan sambil melangkah terlebih dahulu menuju Alphard hitam yang setia membawanya kemanapun. Tanpa mempedulikan sumpah serapah yang sudah mengalir dari mulut Gabriel serta Meninggalkan Deva yang masih tersungkur karena sakit pada ulu hatinya.

***

Rio dan Ify sudah dalam perjalanan pulang. Mereka memutuskan untuk pulang lebih awal dari yang lain karena apa yang sudah terjadi hari ini antara mereka lebih melelahkan dibanding tugas mereka sebagai pengisi Acara.
Jalanan tidak begitu ramai seperti biasanya, membuat Rio dapat mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, namun juga tidak ngebut. Sedangkan Ify lebih memiih tenggelam dalam pikirannya sendiri.

***

Gabriel duduk dikursi belakang dengan diapit ajudan ayahnya di kedua sisi. Namun pemberontakkan Gabriel masih belum berhenti. Gabriel benar-benar membuat kedua ajudannya sibuk dengan pemberontakkannya. Hingga ketika Gabriel menyikut dua ajudan yang mengapitnya dikanan kiri cukup mampu membuat mereka lengah. Gabriel berusaha mengambil alih kendali sopir untuk menarik rem mobil. Namun justru terjadi pergulatan antara Gabriel, ayahnya serta supir mobil mereka.
“Gabriel! Kita bisa celaka kalo kamu bertingkah seperti ini” Bentak Papanya.
“Iyel gak peduli. Papa turunin disini atau kita celaka sama-sama” Teriak Gabriel lagi sambil berusaha mengambil alih kemudi. Alhasil justru membuat jalan mobil Alphard yang mereka tumpangi jadi kadang tersendat dan jalannya jadi agak tidak teratur hingga terus-terusan klakson panjang  menggema dari mobil pick up yang berjalan dibelakang mereka.
“Yel, bukan hanya kita yang akan celaka, tapi juga orang lain” Ucap Tuan Damanik sambil berusaha menghalangi Iyel.
“Memang Papa peduli?” Sahut gabriel cuek.
Tanpa disangka-sangka tikungan yang akan mereka lewati juga ada sebuah Jaguar hitam dengan kecepatan diatas rata-rata dan arah yang berlawanan. Dengan kondisi cara mengemudi yang tidak begitu mulus. Tuan Damanik mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghempaskan Gabriel kembali kejok mobil. Hingga alih kemudi dapat lagi diambil oleh supir pribadinya. Sayangnya, mereka tidak sempat menghindar dari mobil jaguar tersebut..

***
Ketika sampai ditikungan Rio agak melambatkan mobilnya. Namun siapa tahu didepannya justru ada alphard yang berjalan dengan tidak teratur. Begitu Rio membanting stirnya kekanan, ternyata ada sebuah mobil pick up dengan arah yang sama dengan Alphard tersebut. Membuat Rio langsung membanting habis mobilnya kesebelah kiri.

BRAKKKK..
Sisi kiri depan jaguar miliknya benar-benar habis menghantam pohon besar disisi kiri jalan. Baru saja ingin menghela nafas lega karena dirinya tidak mengalami luka apapun. Rio harus dihadapkan oleh kenyataan lagi, bila tabrakan yang barusan terjadi bukan hanya memakan korban mobilnya, namun gadis disampingnya yang agak terhimpit dengan ringseknya mobil Rio disisi kiri.
“IFY!!!” Pekik Rio. “Fy, bertahan Fy” Ucap Rio panik sambil menepuk-nepuk pelan pipi Ify.
Ify agak setengah sadar dengan tepukan dipipinya. “Rio..” Lirihnya.
“Fy, bertahan Fy. Aku akan ngeluarin kamu dari sini.” Ucap Rio sambil mengelus pelan pipi Ify.
Ify menggeleng lemah.
“Kamu bertahan Fy!!” Teriak Rio sambil mendobrak pintu mobil disampingnya. Dengan perlahan Rio mengangkat Ify yang benar-benar posisinya tidak begitu menguntungkan.
“Sakit Yoo...” Lirih Ify pelan tepat ditelinga Rio yang mengangkatnya.
“Kamu bertahan yaa. Sedikit lagi” Lirih Rio lagi. Sungguh saat ini Rio benar-benar kehabisan kata-kata begitu melihat kondisi gadis yang begitu disayanginya justru haris celaka karena dirinya.
Rio membaringkan Ify pelan-pelan diatas rumput begitu sudah berhasil mengeluarkannya dari Jaguar milikinya. Dress biru yang tadi begitu cantik pada gadis itu telah berubah warna dengan cairan gelap, berbau anyir.
“Fy bertahan. Aku mohon” Pinta Rio sambil berusaha kembali membangunkan Ify yang sudah setengah sadar.
“Sakit...” Lirih Ify lemah.
Rio langsung memeluk Ify. “Maaf. Maaf ini semua salah aku”
“Ini bukan salah kamuu... hh” Nafas Ify agak memburu.
“Fy, udah jangan bicara lagi. Kamu harus bertahan.” Potong Rio.
“Ini bukan salah kamu... Kalo ini akhirnya...”
“Kamu bicara apasih Fy? Berhenti bicara lagi... Aku mohon” Pinta Rio.
Ify menggeleng. “Biarin aku bicara... Untuk kali ini.....”
Rio menggeleng tegas.
“Aku takut gak punya wak.......”
Rio langsung menghapus jarak diantara mereka. Bibirnya membungkam mulut Ify yang sudah akan kembali bicara. Tidak lama Rio sudah kembali melepaskannya.
“Kalo membiarkan kamu bicara sekarang, membuat aku gak bisa ngeliat kamu besok pagi. Lebih baik aku tetap mengunci mulut kamu.” Ucap Rio.
Ify terdiam.
“Please jangan bicara lagi, aku yakin kamu kamu sanggup bertahan.... Demi aku...” Lanjut Rio.
Rio merogoh saku celananya mencari BBnya untuk menelepon ambulance. Ify masih tetap diam menuruti Rio dan hanya melihat Rio yang sepertinya agak kebingungan membuka lock BB nya.

IfyAlyssa

*Failed!

Rio kembali menekan-nekan keypad untuk membuka lock BB nya. Mungkin karena tadi dia agak sedikit panik, jadi ada yang typo dalam passwordnya.

IfyAlyssa

Setelah yakin benar, Rio kembali memilih tombol enter
*Failed!

‘Kok gak bisa?’ Bathin Rio, Rio berusaha mengingat password lock BB nya. Namun tetap saja. Saat ini yang ada dipikirannya hanya bagaimana menyelematkan gadis yang sangat berarti untuknya saat ini.

Rio merasakan genggaman lembut pada tangan kanannya yang tengah memegang BB.
“Ashilla” Lirih Ify pelan, namun cukup membuat hati Rio mencelos begitu mendengarnya. Bagaimana bisa Ify mengetahui password BB nya yang baru saja sengaja diganti untuk melupakan gadis ini? Bahkan detik ini juga Rio sama sekali tidak mengingatnya? Rio tersenyum kaku kearah Ify yang justru dibalas Ify dengan senyum terbaiknya.

***

Begitu menyadari mereka bebas dari kecelakaan barusan. Supir pribadi Tuan Damanik langsung menghentikan mobilnya, dan mereka langsung disalip oleh Pick up bonus dengan umpatan supir tersebut.

Gabriel masih berusaha mendongakkan kepalanya kearah luar untuk memastikan Jaguar Hitam yang barusan mengalami kecelakaan begitu menghindar dari mobil yang ditumpanginya saat tadi. Namun ternyata ajudan sang Papa langsung sigap membekap Gabriel dengan sarung tangan yang sudah dilumuri obat bius.

Akan tetapi Gabriel masih memiliki sisa tenaga untuk melihat kearah Jaguar Hitam dengan bernomor plat B 2410 TRS detik berikutnya Gabriel langsung mencelos. Menyadari jika itu adalah Jaguar yang sering beberapa kali parkir disamping mobilnya. Bahkan tadi sempat ada didepan rumahnya! Membawa.... Membawa....

“Begini lebih baik bos” Samar-sama Gabriel masih bisa mendengar ajudan sang ayah berbicara dengan gaya melapor. Namun pikirannya langsung terhenti dengan obat bius yang perlahan menghilangkan kesadarannya.

Cheers (;!!!

Trisil {}

19 komentar:

  1. lanjut donk :) penasaran sama lanjutanya nih ..
    this story very amazing :D
    keren keren keren ..

    BalasHapus
  2. lanjutinn donggg...keren banget ceritanya. terharu, seneng, lucu... keren banget

    BalasHapus
  3. keren nih ceritanya.. lanjutinn ! :D penasaran

    BalasHapus
  4. lanjutin dong cerbung yang ini ...
    keren .. very nice
    jangan lama-lama yah :)

    BalasHapus
  5. Ini enggak dilanjut kak? Kan padahal udah berbulan bulan. Lanjut dong. Penasaran banget. I like this. ;)

    BalasHapus
  6. Kak ini enggak dilanjutin? Udah berbulan bulan aku tunggu. Lanjutin dong kaa. Aku penasaran banget sama setiap tokohnya. Pokoknya mah ditunggu secepat cepatnya kaa. Like this lah ;))

    BalasHapus
  7. Gila, seruuuuuuu!!! Next, pleaseeee? :(

    BalasHapus
  8. kyaaa, lanjut kak lanjuttt penasaraaaannn huaaa, teh ipi yang kuat ya tehh, kakk lanjuutt *maksa wkwk

    BalasHapus
  9. Please, dilanjut dong...
    aku ama temenku udah nunggu lama,
    please, next cepet ya!

    BalasHapus
  10. part selanjutnya, kapan keluarnya?._. Ditunggu bnget ini =))

    BalasHapus
  11. keren kak. bikin greget. pokoknya cepetan next.nya

    BalasHapus
  12. Gag nyangka RFM udah 3 tahun. Tahun ini kita rayain besar2an yuks, undang Rio dan Ify. Semangat para admin RFM :D

    BalasHapus