Gomenasai Anime Smiley trisillumination: That's All Cause Ify Part 37a

Selasa, 25 Desember 2012

That's All Cause Ify Part 37a


***
Malam dengan hiasan kerlip bintang yang hanya berbentuk titik kecil tidak membuat hati Rio menjadi lebih baik. Semilir angin malam justru malah membuat tenggorokannya kering dengan segala macam permasalahannya akhir-akhir ini. Mencoba menenangkan pikiran, Rio beritikat untuk mengambil segelas air putih untuk menyegarkan tenggorokannya sekaligus menjernihkan pikirannya.

Saat membuka pintu kamar. Tepat bersamaan dengan Ray yang sepertinya baru pulang dari kegiatannya hari ini.

“Ray” Sapa Rio.
Ray hanya menanggapi dengan gumaman.
“Dari mana loe?” Tanya Rio sambil memperhatikan Ray yang masih memakai celana sekolah dengan atasan kaos biasa.
“Rumah Deva” Jawab Ray.
Rio tersentak. Nama Deva yang justru terucap dari ucapan Ray malah justru mengingatkannya pada gadis itu. “Nnngg.. Ngapain?” Tanya Rio reflek begitu saja.
“Ya.. Biasa.. Main, ngobrol” Jawab Ray dengan dahi berkerut. Namun gerakan matanya memandang kearah wajah Rio berharap bisa menemukan apa yang dimaksud dari pertanyaan tadi.
Rio hanya meng’o’kan mulutnya. Hasrat haus yang dari tadi dirasanya tidak lagi dirasakan. Jadi dia putuskan kembali kekamar.
“Kak.........” Kali ini Ray menghentikkan gerakan Rio membuka pintu kamarnya.
Rio tidak menjawab. Membalikkan badanpun tidak. Hanya gerakannya saja yang terhenti.
Ray menghela nafas. “Jujur... Gue kecewa sama tindakan loe tadi pagi”
Rio bergeming. Tanpa berkomentar lagi Rio langsung masuk kembali kedalam kamarnya. Meninggalkan Ray yang masih diam tanpa ada maksud menuntut komentar.
“Seharusnya tadi saatnya loe menentukkan sikap............”

***

Bila.... Aku... tak berujung denganmu
Biarkan kisah ini kukenang selamanya
Tuhan... Tolong... Buang rasa cintaku
Jika kau tak izinkan aku... Bersamanya....

Ketukan di pintu Kamar Ify disusul dengan suara orang yang mengetuknya membuyarkan konsentrasi Ify. Ify menghentikan permainan pianonya. “Masuk aja, gak gue kunci kok Yel” Ucap Ify mengenali suara pengetuk pintu.
Gabriel  muncul dari balik pintu begitu Ify telah mempersilahkannya.
“Ngapain?” Tanya Ify to the point.
“Harus ada kata ngapain dulu ya?” Jawab Gabriel seenaknya sambil melempar dirinya ke tempat tidur Ify.
Ify memutar arah duduknya kearah tempat tidurnya. “Terus?” Tanya Ify malas.
“Ahh, gak seru loe Py” Dengus Gabriel.
“Kok gue?” Balas Ify.
Gabriel bangun dari tempat tidur Ify dan berjalan kearah Ify. “Loe kalo galau jadi gak asyik deh” Ucapnya sambil menoyor Ify.
Ify manyun. “Siapa yang galau coba? Biasa aja.”
“Itu, main piano. Nyanyi lagu galau. Ditanyain sensi. Apatuh namanya?” Ucap Gabriel
“Random!” Jawab Ify mantab.
Gabriel melengos. Ify nyengir.
“Terserah, loe punya utang cerita soal loe sama Rio” Ucap Gabriel yang lalu duduk disisi tempat tidur Ify.
Ify mengikuti Gabriel berpindah tempat juga disisi tempat tidurnya. Dengan memeluk Boneka Sticth ukuran besar yang bisa digunakan sebagai sandaran Ify mulai berkata lagi. “Harus yah diceritain?”
“Wajib!” Tegas Gabriel
Ify melengos. “Mau darimana?” Tanyanya malas.
“Awal! Semua, dari awal ampe sekarang dan harus lengkap”  Jawab Gabriel.
Ify mengangguk pasrah dan mulai menceritakan kejadian yang dialaminya dengan Rio. Dan Gabriel sebagai pendengar yang baik memutuskan membiarkan Ify tetap cerita tanpa diputus oleh pertanyaan-pertanyaan yang sudah bergumul di kepalanya.
“............. dan pertemuan terakhir ya kemarin sore. Dan..........”
“Elo gak baik-baik saja. Karena gak pulang kerumah semalem” Samber Gabriel tidak tahan dengan isi kepalanya.
“Kurang lebih kayak gitulah” Jawab Ify sekenanya. Mendadak bathinnya perih mengingat pertemuan terakhir dengan Rio kemarin.
“Bukan kurang lebih tapi...........”
“Iya emang bener gue gak baik-baik aja” Sahut Ify menyelesaikan ucapan Gabriel.
Gabriel nyengir.
“So? Udah tau kan. By the way gue ngantuk. Loe keluar gih” Usir Ify sebenarnya hanya agar Gabriel tidak tahu jika saat ini dirinya kembali sedih.
“Dan biarin loe mewek-mewek disini sendirian? Gue udah kenal elo lagi. Udah kalo mau nangis ya nangis aja. Depan saudara sendiri juga” Dengus Gabriel.
“Apaan sih” Rengut Ify “Yaudah mau apa lagi?”
“Selesaikan diskusi ini!” Jawab Gabriel mantap.
“Selesaikan tuh masalah bukan diskusi” Argumen Ify.
“Masalah itu selesai pake dua cara, loe yang nyelesaian atau masalah waktu. Dan kasus ini gue rasa Cuma masalah waktu” Balas Gabriel.
Ify memilih diam daripada membalas kata-kata Gabriel lagi.
“Dengar cerita loe gue malah jadi semakin heran. Kenapa tadi Rio gak ngelakuin apapun waktu kejadian dikantin tadi?” Pikir Gabriel.
Ify melirik Gabriel. Dirinya memang sengaja tidak menceritakan bagian Rio yang ingin merubah dirinya menjadi seperti dulu kepada Gabriel.
“Bahkan dia bisa aja menghajar gue kalo dia mau saat tadi” Ucap Gabriel lagi.
Kembali, Ify hanya mendengar ucapan Gabriel.
“Dan kalo emang dia lagi melakukan aksi diam. Kenapa dia harus maju disaat gue menghadap Shilla? Kecuali kalo ternyata dia emang udah..............”
“Berpindah hati? Bagus deh. Gue jadi gak ngerasa bersalah” Dengus Ify tanpa bisa menyembunyikan nada kesal.
Gabriel langsung terbahak. “Bercanda Fy, bercandaaa......”
“Beneran juga gak papa kok Yel. Emang itu kan tujuan gue diawal” Lanjut Ify, namun kali ini dengan suara yang begitu lirih.
“Yahhh... Jangan gitu dong Fy.” Gabriel memindahkan dirinya jadi disisi Ify lalu merangkul gadis itu dan menyenderkan ke bahunya.
“Gue gak papa kok. Mungkin sedikit belum terbiasa aja.” Ucap Ify tersendat.
Gabriel mendesah pelan “Bagaimanapun keadaannya Rio tetap cowok Fy. Dia pengambil keputusan atas semuanya. Dan seandainya tetap mempertahankan elo itu memang haknya. Dan seharusnya kalo memang rasa cinta dia sangat besar ke elo dia harus mempertahankan itu tanpa peduli seberapa tinggi ego elo minta Rio ninggalin elo” Jelas Gabriel.
“Tapi Yel, disini dia pasti mengerti prioritas. Siapa yang harus diutamakan..........”
“Dan Rio nerima kemungkinan besar karena rasa kasihan dia sama Shilla?” Potong Gabriel.
Ify tidak bisa menjawab.
“Gak ada yang lebih buruk dari itu” Sambung Gabriel.
“Gak, loe salah. Ini baik. Shilla gak tau kan? Dan Rio itu selalu tulus, gak mungkin dia Cuma ngasihanin Shilla” Bela Ify.
“Ada alasan yang lebih baik Fy?” Tantang Gabriel sambil melepas rangkulannya.
“Kesehatan Shilla” Jawab Ify sambil bangun dan duduk seperti semula.
Gabriel tersenyum meremehkan. “Semua orang tau Fy keadaan Shilla. Semua orang tau gimana hubungan antara kita. Elo, Rio, Shilla dan yang lain. Dan seandainya loe gak pergunain Rio saat ini. Masih banyak orang diluar sana yang akan melakukan segala hal untuk mempercepat kesembuhan Shilla.”
Ify menatap Gabriel janggal. Yang ditatap hanya melempar pandangan kearah lain sambil mendengus pelan.
“Loe bisa bicara seperti itu, seakan loe yang akan mempertanggung jawabkan semua. Loe siap jadi orang pertama yang datang seandainya kita semua membutuhkan pertolongan........ Khususnya, Shilla” Ucap Ify.
Gantian Gabriel yang tidak menanggapi ucapan Ify. “Terlalu aneh Yel. Terpisah lama dari loe gak membuat gue lupa akan semua sifat dasar loe........”
“Apa kesimpulan dari seluruh hipotesa yang ada dikepala loe saat ini. To the point” Potong Gabriel. Pandangannya masih kearah lain.
Ify memiringkan kepalanya. “Loe suka Shilla?” tanya Ify hati hati.
Gabriel tidak menjawab.
“Yel?” Desak Ify.
Tanpa Gabriel menjawab Ify sudah langsung mendapat jawabannya begitu ekpresi Gabriel yang tiba-tiba mengeras.
BUGGGGHHH....
Boneka Stitch besar yang tadi dalam pelukan Ify sudah menghantam wajah Gabriel dengan mulusnya (?) *kasian .-.*
“BEGOOOOOOOOOO!!” Ucap Ify geregetan.
Gabriel mengernyit sambil mengusap mukanya yang agak memerah terkena hantaman boneka stitch Ify.
”Elo tuh yaaa” Ify tidak bisa menyembunyikan nada geregetan dari ucapannya.
“Loe kenapa? Sakit tau nih” Ringis Gabriel.
“Kenapa.. Kenapa..” Sewot Ify. “Kenapa loe gak bilang loe suka sama Shilla?”
“Emang loe nanya?” Tanya Gabriel balik dengan entengnya.
Ify manyun. “Oke pertanyaan diganti.” Dengus Ify. “So, ngapain loe tadi pake ngebelain  gue ampe  kayak nantang Shilla juga”
“Kan tadinya urusan gue sama Dea, eh tiba-tiba Shilla maju. Gue udah mau mundur, eh Rio maju. Gue rasa permainan bagus” Jelas Gabriel santai.
Mata Ify terbelalak maksimal.
“Lagian tadi loe beneran gak berkutik. Yah, rencana gue gak terganggu berarti. Lagian bales dendam dikit lah sama yang udah buat loe nangis semaleman” Jelas Gabriel lagi dengan meledek bagian akhirnya, membuatnya kembali terkena sasaran boneka stitch Ify.
“Gimana Shilla mau respect sama loe, kalo loe sendiri selalu deket gue? Dan bela gue sampe segitunya” Tanya Ify lirih.
“Gausah ngerasa bersalah gitu kali” Hibur Gabriel sambil mengacak puncak kepala Ify. “Loe sendiri kan yang mau Rio sama Shilla. Dan masalah gue deket sama loe dan selalu ngebela loe, memang tugas gue kan?” Jelas Gabriel menenangkan.
“Gue memang penentu jalan ceritanya Yel, Tentang gue, Rio, Shilla. Tapi bukan gue penentu endingnya. Shilla berhak memilih. Dan tugas loe memang menjaga gue, tapi gue udah ‘berdiri’ dari dulu sampai saat ini. Dan gue rasa, ini Cuma dimana gue sedang ‘berjalan’ dibawah. Loe berhak mengejar sesuatu yang mau loe raih, dan gue gamau sebagai penghalang.” Jelas Ify.
“Kenapa loe gak memberikan kesempatan yang sama untuk Rio seperti Shilla untuk memilih?” Tanya Gabriel.
Ify hanya terdiam.
“Gimana seandainya ternyata perasaan suka Shilla ke Rio gak lebih dari rasa kagum biasa?” Tanya Gabriel lagi.
Ify tersenyum tipis. Lalu menepuk pundak Gabriel. “Cuma loe! Loe yang bisa bantu Shilla mastiin perasaan itu. Perjuangin rasa loe saat ini sama dia. Seperti yang gue bilang. Gue memang pembentuk jalan cerita ini dari awal, gue pemeran utamanya, tapi bukan gue penentu endingnya...!”

***

“Hahhhhhhhh... Tuhkan seharusnya tadi gue berangkat naik taksi aja” Ucap Ify sambil melepaskan rasa kantuknya.
“Tiap hari naik taksi bakal pemborosan kali Fy” Komentar Sivia yang kali ini menoleh kebelakang. Dirinya duduk dikursi sebelah pengemudi. Alvin.
“Tapi kan gue gak mungkin nebeng loe berdua tiap pagi. Jadi nyamuk mulu” Keluh Ify.
“Kenapa loe gak cari supir aja sih? Lebih murah daripada taksi” Kali ini Alvin berkomentar. Alvin dan Sivia sudah mengetahui mengapa Ify lebih memilih berangkat sendiri dari semalam. Setelah Gabriel kembali kekamarnya, lantas Ify langsung menelepon Sivia untuk berangkat bersama besok paginya sekaligus menceritakan kejadian curhat dikamarnya tadi. Informasipun langsung diteruskan kepada Alvin hingga Alvin memutuskan membawa mobil pagi ini
“Ide bagus. Gue pertimbangkan” Jawab Ify.
“Lagipula kenapa dari dulu gapake supir sih?” Tanya Sivia.
“Yang butuh disupirin kan Cuma nyokap. Gue bisa, Deva bisa jadi ngapain harus ada sopir?” Tanya Ify balik.
“Tapi kalo keadaaanya begini kan..........”
“Makanya tadi gue bilang ide loe bagus Vin” Potong Ify santai.
“Terserah deh” Balas Alvin sambil merengganggkan tangannya karena sedang berhenti dilampu merah. Disaat itu juga kaca samping tempat Ify duduk diketuk. Ify menoleh lalu menurunkan kacanya. Ternyata anak kecil, seorang pengamen jalanan yang langsung saja menyenandungkan lagu dengan gitar usangnya.

Tak ada manusia yang terlahir sempurna...
Jangan kau sesali segala yang telah terjadi...
Kita pasti pernah dapatkan cobaan yang berat...
Seakan hidup ini tak ada artinya lagi...

Syukuri apa yang ada... Hidup adalah anugerah...
Tetap jalani hidup ini... Melakukan yang terbaik..
Tuhan pastikan menunjukkan...
Kebesaran dan KuasaNya...
Bagi hambaNya yang sabar...
Dan tak kenal putus asa...

Ify tersenyum puas mendengar suara pengamen jalanan tersebut. Meski agak cempreng tapi harmonisasinya menyanyi dipadukan dengan gitar usang yang disandangnya benar-benar memikat. Ify langsung merogoh sakunya. Diserahkan selembar uang duapuluh ribuan kepada pengamen jalanan tersebut yang langsung tidak putus mengucapkan terimakasih. Setelah membalasnya dengan senyuman Ify langsung kembali menutup pintu mobil Alvin, bertepatan dengan penggantian lampu hijau yang menyatakan mereka harus meninggalkan tempat ini.

“Gue yakin, anak itu lebih banyak melewati cobaan hidup lebih dari gue. Tapi semangat dia bener-bener membuat gue takjub. Apalagi waktu dia mengucapkan terimakasih” Ucap Ify tentang anak jalanan tadi.
“Masalah cobaan udah sesuai porsi masing-masing Fy. Anak jalanan tadi yang bertahan hidup dalam gelut susahnya ekonomi sama kayak loe yang bergelut dalam masalah loe sendiri. Dan kalian masih tetap bertahan sampai saat ini. Itulah alasan anak jalanan tadi begitupun juga dengan loe untuk gak pernah mengucap terimakasih sebagai bentuk rasa syukur” Jelas Alvin.
Ify mengangguk paham.
“Dan yang harus paling penting loe inget. Yang paling loe harus tau...” Ucap Sivia menekankan sambil mengetuk pelan kening Ify. “Loe gak sendiri. Dan loe punya kita” Ucap Sivia sambil tersenyum.
Ify nyengir. “Siap boss” ucapnya patuh sambil mengacungkan dua jempolnya.
“Ahh.. By the way gue jadi kangen sama anak rumah singgah” Ucap Ify lagi.
Sivia mendelik. “Kangen sama anak rumah singgahnya atau kangen sama yang ngenalin loe sama mereka?” Goda Sivia.
“Ya kangen sama anak-anaknya lah. Lagian Kak El kan lagi di Amerika, dan gue juga gak ada apa-apa kok sama dia” Rengut Ify.
“Bercanda Fy bercandaa..” Tukas Sivia.
“Gimana kalo kita kesana aja siang ini? Mumpung gak ada kegiatan macem-macem. Ajak yang lain sih kalo bisa. Lumayan memperbaiki hubungan kita yang renggang kemaren” Usul Alvin.
“Setuju/ Gak Setuju” Ify dan Sivia menyahut berbarengan.
“Gue duluan yang ngomong” Ucap Sivia cepat. “Gue gak setuju. Males banget bareng sama, siapatuh kumpulan rumpi mereka yang baru? The days... The days... The days after tomorrow yah?.....”
“Kiamat dong Vi” Sela Ify dan Alvin bersamaan sambil terkikik geli.
“The Days Ever Vi, kan waktu itu loe yang bilang” Jelas Ify sambil menahan geli.
“Yah pokoknya itu, and whateverlah. Pokoknya gue gak mau. Kecuali Bunda Romy ngijinin gue buat ngotorin kolam ikan belakang Rumah singgah buat nyeburin Dea dkk” Ucap Sivia berapi-api.
Meledaklah seketika tawa Alvin dan Ify bersamaam. Untungnya mereka sudah tiba ditempat parkir SMA Cagvairs sehingga Alvin benar-benar bebas tertawa tanpa harus memusingkan konsentrasi mengemudinya.
“Aduh Vi. Terserah kamu yah. Tapi yang jelas saat baju mereka basah kuyup nanti gak akan ada pangeran kayak kasus Ify kemarin yang minjemin kemejanya buat mereka” Ucap Alvin sambil mengatur tawanya yang benar-benar tak tertahan.
“Udah Vi dendamnya. Dendam jangan ditumpuk sama dendam lagi. Yaudah mereka ajak aja. Lagian mereka mana mau juga pergi ketempat yang gak ber AC dan gak berisi label tas dan pakaian terkenal? Jadi loe santai aja” Ucap Ify menenangkan setelah meredam tawanya.
“Terserah. Hayok turun” Ajak Sivia yang langsung diikuti Alvin dan Ify.

***

Seberapa pantaskah kau untuk kutunggu...
Cukup indahkah dirimu untuk selalu kunantikan...
Mampukah kau hadir dalam setiap mimpi burukku...
Mampukah kita bertahan disaat kita jauh...

“Yah.. Dipandangin mulu kapan nyatunya? Kecuali loe magnet kutub utara dan Shilla magnet kutub selatan. Baru deh tarik-tarikan” Tegur Ify sambil mempersatukan tangannya.
Gabriel menoleh. “Bisa berhenti godain gue gak?”
“Sayangnya engga. Abis loe gak maju-maju” Ucap Ify santai.
Gabriel langsung menoyor Ify. Lalu kembali memandang kearah 7 orang gadis yang berkumpul dipinggiran koridor namun hanya salah satu fokusnya disana.

Seberapa hebat kau kubanggakan...
Cukup tangguhkan dirimu untuk slalu kuandalkan... Ohh
Mampukah kau bertahan dengan hidupku yang malang... Ohh
Sanggupkah kau meyakinkan disaat aku bimbang...

“Gue udah bilang sama loe semalem. Raih apa yang loe mau. Gue memang pentuk alurnya tapi bukan penentu endingnya. Dan loe adalah salah satu penentu endingnya. Dan kalau gue boleh meminta. Buat ending yang loe harapkan itu terbaik untuk semua.” Jelas Ify.
Gabriel mengangguk paham. Lalu memandang kearah Shilla kembali.
“Tunggu apa?” Tegur Ify lagi. “Yakinkan diri loe untuk dia, dan dia untuk elo”
Gabriel mengangguk dan langsung berlari kearah Shilla. Saatnya dia mulai mengejar...

Oh sayangnya hanya kaulah yang pantas untuk kubanggakan...
Hanya kaulah yang sanggup untuk aku andalkan...
Diantara pedih aku selalu menantimu...

---

“Shilla” Sapa Gabriel yang sudah berada dekat kerumunan The Days Ever.
Serentak personil The Days Ever langsung berhenti berbicara dan langsung menoleh ke sumber suara dengan heran.
Gabriel memaksakan dirinya tersenyum kepada semua personil The Days Ever.
“Ada apa Yel?” Tanya Shilla langsung.
“Hemm...” Gabriel menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal. “Nanti siang gue sama yang lain mau kerumah singgah. Loe mau ikut” Tanya Gabriel. “ya gak loe juga sih, temen-temn yang lain kalo mau ikut juga boleh” Lanjut Gabriel sambil mengedar pandangan ke personil The Days Ever seluruhnya. Hanya ini satu-satunya alasan mengajak ngobrol Shilla setelah apa yang dibicarakannya dengan Ify, Alvin dan Sivia dikelas tadi.
“Rumah singgah itu tempat apa Yel?” Tanya Zahra sambil memegang pundak Gabriel.
Gabriel menurunkan tangan Zahra pelan. “Mmm, rumah penampungan buat anak jalanan gitu” Jawab Gabriel.
“Hah? Gak salah Yel? Hmm, tempatnya ber AC gak?” Tanya Dea yang langsung membuat Gabriel menggeleng tak heran, mengingat tebakan jitu Ify.
“Ya, gak lah. Itukan tempat pelatihan sederhana” Jawab Gabriel.
“Di perumahan mana Yel daerahnya?” Sambung Zevana.
Gabriel mengangkat sebelah alisnya. “Ya, daerah pinggiran lah”
“Deket tempat hang out gak?” Tanya Angel yng benar-benar membuat Gabriel melotot. Tapi langsung terkekeh.
“Ya, nggaklah. Namanya juga dipinggiran. Rumah anak jalanan pula. Tapi anak jalanan juga yang berbakat kok” Jelas Gabriel. “Loe bertiga gimana?” Alih Gabriel pada Shilla, Agni dan Acha, karena sudah yakin 4 orang yang bertanya lebih dahulu tadi fix tidak mungkin ikut.
“Oke” Ucap Acha dan Agni berbarengan.
“Mumpung gak ada kegiatan” Ucap Agni.
“Bilang aja mau nostalgia tempat jadan ama Cakka” Ucap Acha sambil menyenggol lengan Agni.
“Apaan deh”
Gabriel hanya mengulum senyum melihat tingkah Acha dan Agni. “Loe sendiri gimana Shill?” Tanya Gabriel pada Shilla.
“Ehmm.. gimana ya...”
“Hari ini loe gak ada jadwal check up kan? Kan jadwal loe kemaren dan lusa” Ucap Gabriel.
“Engga sih. Ehh kok loe tau jadwal gue check up sih?” Tanya Shilla bingung, seingatnya hanya keluarganya yang tau. Rio saja yang biasanya mengantar hanya tau jadwalnya ketika diingatkan.
“Taudong, kan banyak kenalan dokter gue disana” Ucap Gabriel sambil tertawa renyah. “So? Mau ikut atau ngga?” Tanya Gabriel lagi.
“Iyadeh, daripada bosen dirumah” Jawab Shilla akhirnya.
“Oke, kalian gimana?” Tanya Gabriel pada Dea, Angel, Zahra dan Zevana.
“Mmm, gimana yaa.. kayaknya engga deh. Hari ini jadwal gue creambath soalnyaa” Jelas Dea.
“Bukan Dea doang, tapi kami juga” Sambung Zevana yang langsung diamini oleh Zahra dan Angel.
Gabriel mengangguk. “No prob. Kalian fix kan?” Tanya Gabriel yang diangguki Agni, Acha dan Shilla. “ajak gebetan dan pacar masing-masing ya” Ucap Gabriel santai lalu tersenyum khusus kepada Shilla.
Shilla yang disenyumi begitu hanya dapat membalas dengan senyum manisnya lagi, tanpa sadar ada getaran aneh dijantungnya kini.
“Oke ladies, gue pamit. See you guys” Pamit Gabriel yang langsung pergi dari kerumunan tersebut dengan langkah coolnya.

***

Seperti kesepakatan tadi pagi. Hari ini sepulang sekolah mereka (Ify, Gabriel, Sivia, Alvin, Shilla, Rio, Agni, Cakka, Acha dan Ozy) Pergi ke Rumah Singgah. Dan tepat seperti perkiraan Ify. Dea CS tidak mau diajak oleh mereka.
“Ahh... kapan yah terakhir kita ngumpul bareng gini?” Celetuk Cakka.
Mereka saling menoleh satu sama lain. Lalu menghela nafas pelan masing-masing.
“Yang penting sekarang kita kumpul. Ayo masuk panas nih. Nanti gue gak ganteng lagi deh” Ucap Ozy mencoba mencairkan suasana. Mereka langsung menurut mengikuti langkah Ozy yang sudah menarik Acha bersamanya lebih dahulu.
Sebenarnya satu sama lain sudah mengerti apa yang terjadi diantara mereka. Terlihat dari kecanggungan satu sama lain saat berkumpul diparkiran. Tapi dengan niat positif ingin memperbaiki hubungan satu sama lain yang telah mendingin membuat mereka setuju untuk pergi bersama hari ini.

Ternyata saat didalam mereka langsung disambut baik oleh Bunda Romy dan seluruh penghuni Rumah singgah. Satu persatu mereka saling bersalaman. Bahkan suasana canggung diantara mereka seperti mulai menghilang.
“Wah, seru nih tamunya banyak” Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik pintu penghubung taman samping dan ruang tamu.
“Woy bro! Loe gak bilang udah balik” Ucap Cakka yang langsung menubruk tubuh sang pemilik suara tadi yang ternyata kakaknya. Elang.
“Rencananya besok gue baru mau kerumah. Mereka lebih seru dikangenin sih daripada loe” Ucap Elang melirik penghuni rumah singgah sambil merangkul Cakka.
Mata Elang menyipit melihat posisi duduk teman-teman adiknya. Agni sendiri setelah Cakka menghambur kedirinya. Ozy dan Acha. Pasangan yang menurutnya begitu cute itu. Alvin dan Sivia pasangan sweet yang pernah ditemuinya. Tapi dua pasangan terakhir. Rio – Shilla , Ify – Gabriel ? Gaksalah? Apa ketuker? Pikirnya. Elang menggedikan bahunya.
“Kak maen yuk” Celetuk salah satu anak Rumah Singgah membuyarkan keheningan yang tercipta.
“Oke, kita mulai darimana? Atau dipencar aja gimana?” Usul Cakka.
Teman-temannya mengangguk.
“Sorry, gue agak gak enak badan. Gue tunggu dimobil ya” Ucap Rio tiba-tiba sambil berdiri.
“Loe bisa istirahat dikamar gue Yo.” Tawar Elang.
Rio hanya menggeleng lalu mulai berjalan cuek meninggalkan tempat.
Yang lain hanya terdiam.
“Gimana kalo kita mulai mencar aja” Celetuk Ozy mencairkan suasana kembali. “Sebagian ikut Kak Ozy sama Kak Acha. Sebagian Kak Cakka sama Agni. Sebagian Kak Alvin dan Kak Via. Terus Sebagian Kak Shilla sama....” Ozy nampak berpikir.
“Sama gue Zy” Sahut Gabriel. Yang lain hanya terpana. Gabriel menoleh kearah Ify.
Ify nyengir. “Berarti gue sama elo kak” Ucap Ify sambil menunjuk Elang.
“Hhmm, okelah.” Jawab Elang.
“Ayo, siapa yang mau ikut Kakak?” Ucap Ify ceria membuat teman-temannya langsung lupa akan suasana sebenarnya.
Mendadak suasana panti riuh redah akibat anak-anak Rumah Singgah yang sibuk memilih pemimpin mereka dan mendiskusikan apa yang akan mereka mainkan.

***

Ozy & Acha

“Kak Ozy dan Kak Acha jadi guru kita aja. Bantu kita supaya makin lancar membaca dan menulis. Jadi sekarang kita main guru-guruan” Usul anak perempuan berpipi chubby. Anak-anak yang mengelilingi Ozy dan Acha memang rata-rata usia awal sekolah dasar. Sayang nasib tidak berpihak kepada mereka, sehingga mereka tidak mampu mengenyam pendidikan sebagaimana harusnya.
Ozy dan Acha hanya saling pandang dan kemudian mengangguk setuju.
“Berarti kita main sambil belajar ya?” Tanya Acha kepada seluruh anak rumah singgah yang berkumpul disekelilinginya.
Semua anak mengangguk mantap.
“Oke jadi sekarang kita mulai dari mana?” Tanya Ozy sedikit membungkuk mensejajarkan dirinya dengan anak perempuan tadi.
“Gimana kalo kita keruang belajar aja? Disana kan lengkap kebutuhan belakar kita” Usul anak berkuncir kuda, yang diamini seluruh anak lainnya.
“Oke, meluncurrrrrr” Ucap Ozy sambil mendorong pelan beberapa anak rumah singgah agar melangkah terlebih dahulu.

Cakka & Agni

“Kak Cakka jago basket kan? Ajarin kita dong kaa” Bujuk seorang anak laki-laki yang memakai kaus tanpa lengannya. Kebetulan karena memang mereka berkumpul dilapangan kecil belakang rumah singgah yang ada satu ring basket usang disalah satu tepinya.
“Jadi kalian mau belajar basket aja nih, gak main yang lain?” Tanya Agni memastikan.
Semua anak mengangguk. “Kakak bisa?” tanya anak lainnya.
Agni nampak berpikir.
“Ag, show it” Ucap Cakka sambil mempassing bola basket yang memang sudah dibawanya dari tadi.
Agni menangkapnya dengan baik. Lalu dengan sedikit dribble dan melakukan pivot secara singkat agni langsung menembakkan bola kearah ring usang ditepi lapangan dengan jarak tembak diluar garis three point. Membuat seluruh yang menyaksikannya dengan suka rela langsung bertepuk tangan.
“Kakak hebat” puji beberapa anak rumah singgah.
“Tunggu apalagi? Ayo kita mulai” Ajak Cakka sambil berlari kearah bola basket berguling tadi sementara anak lainnya mengambil posisi.

Alvin & Sivia

“Tadi siapa nih yang ngajak kita nyanyi-nyanyi aja? Maju kedepan dong nyanyi bareng kakak” Ajak Alvin sambil sesekali menyetem gitar yang dipegangnya.
Anak-anak tidak bergeming.
“Yah, kok pada gak mau maju sih?” Keluh Sivia.
“Kakak berdua lucu banget deh. Yang satu cantik yang satu ganteng, cocok banget makanya pacaran” Ucap salah satu dari mereka polos.
Pipi Sivia bersemu merah digoda seperti itu. “Husshh ahh ngomongnya pacar-pacaran. Masih kecil juga” Ucap Sivia.
Yang lain hanya nyengir ditegur Sivia.
“Kayak negur anak sendiri deh kamu” Bisik Alvin ditelinga Sivia yang membuat muka Sivia makin merah padam.
Sivia mendelik. “Jangan nyontohin yang gak bener deh” Jutek Sivia menyembunyikan kesaltingannya. “Udah yuk kita nyanyi aja. Mau nyanyi apa?” Tanya Sivia pada anak-anak dihadapannya.
“Laskar pelangi aja kak” Teriak anak yang duduk paling belakang.
“Oke” Alvin memulai intronya.

Mimpi adalah kunci... Untuk kita menakhlukan dunia...
Berlarilah sampai lelah... sampai engkau meraihnya...
Laskar pelangi... takkan terikat waktu...
Jangan berhenti.. Mewarnai... jutaan mimpi di bumi....

Menarilah dan terus tertawa... Walau dunia tak seindah surga...
Bersyukurlah pada yang kuasa... Cinta kita didunia... Selamanya...

Shilla & Gabriel.

“Yel” Shilla menghentikan langkah Gabriel dengan menahan lengannya.
Gabriel berhenti dan menoleh ke wajah Shilla yang wajahnya sudah dirundung kecemasan.
Gabriel menyatukan alisnya. “Loe kenapa?”
“Hmm... Engg” Shilla terlihat ragu dalam menyampaikan pendapatnya. Gabriel masih sabar menunggu.
“Sebenernya.. gue.. gue kurang terlalu suka anak kecil” Aku Shilla, langsung menunduk tidak enak.
Gabriel mengangkat sebelah alisnya. Tapi kemudian mengingat sesuatu. Lalu langsung mengubah tingkahnya. “Terus kenapa? Kan ada gue. Gue yang akan membuat loe suka sama mereka” Ucap Gabriel mengenggam tangan Shilla mulai menenangkan.
“Tapi...” Shilla masih terlihat ragu.
Gabriel sigap menahan kata-kata yang akan diluncurkan Shilla dengan menaruh telunjuknya pada bibir Shilla. Tanpa bisa ditahan. Pipi Shilla mulai terasa panas.
“Gak ada tapi. Loe pernah melewati fase dimana loe jadi anak kecil seperti mereka dan suatu saat loe akan jadi bagian terpenting dari mereka. Ibu dari anak-anak kecil yang loe lahirkan kelak.” Ucap Gabriel sambil memandang Shilla menikmati rona merah yang mulai bersemu di kedua pipi gadis itu.
Jantung Shilla benar-benar mulai bekerja diatas batas normal. Kegiatan yang tidak pernah dirasakan ketika berhadapan dengan siapapun. Darahnya juga mulai berdesir lebih cepat seperti berlomba untuk mencapai otaknya.
“Ayokk. Mereka udah nunggu” Ajakan Gabriel menyadarkan fantasi pribadi Shilla yang dari tadi hanya menunduk. Tak ada respon, membuat Gabriel mengeratkan genggamannya pada tangan Shilla lalu mulai menariknya. Kegiatan yang benar-benar membuat Shilla tersadar sepenuhnya dan hanya melepar senyum manis kearah Gabriel lalu kembali menunduk lagi.

Dari dalam mobil alphard. Seseorang memukul stir didepannya penuh dengan gumpalan emosi melihat pemandangan itu.......

Ify & Elang

“Wah, kayaknya yang ikut kita minatnya dikit banget ya kak” Ucap Ify ketika hanya 3 anak yang mengikuti bersama Elang.
“Yah mungkin mereka bosen kali. Kalo sama gue kan udah setiap hari. Dan kegiatannya pasti sama diruang musik juga.” Jelas Elang.
“Sayang banget padahal. Belajar alat musik kan seru” Ucap Ify.
“Inipun yang ikut kesini gue yakin karena mereka ingin memperdalam ilmu main piano mereka sama loe Fy.” Ucap Elang. “Ya gak?” Lanjutnya kepada 3 anak yang juga mengikuti mereka. Mereka mengangguk senang.
“Oke. Lets teach them Fy. Untuk saat ini gue nganggur. Hanya menemani loe saja” Ucap Elang sambil berpindah tempat membiarkan 3 anak itu lebih mendekat ketempat piano didekat Ify.. Tak lama Ify benar-benar sudah tenggelam akan keasyikannya mengajar 3 anak tadi. Kunci demi kunci serta berbagai tekhnik dalam menekan barisan tuts hitam putih hingga menghasilkan sebuah harmonisasi yang seimbang dan menenangkan.

Elang sendiri lebih berkonsentrasi untuk memandang Ify yang tengah asyik mengajar 3 anak rumah singgah dengan alat musik –yang-bisa-dibilang-kebanggaan-Ify-. Gadis itu masih tetap sama. Masih tetap menarik, masih tetap berbakat, masih tetap cantik –dan mungkin untuk bagian satu ini pasti bertambah- walau agak terlihat kurusan. Tapi yang terpenting gadis ini masih tetap memikat hatinya....

***

Rio masih asyik mencatat meski bel istirahat sudah berbunyi dari 5 menit yang lalu. Hingga sebuah getaran disaku celana sekolahnya membuatnya berhenti mencatat. Dibukanya lock yang mengunci seluruh akses fasilitas BB nya dengan password yang masih sama seperti dulu. Nama gadis pujaan sampai hari ini. IfyAlyssa.
‘BBM dari Agni?’ Ucap Rio dalam hatinya. Rio membuka BBM yang dikirimkan AgniTN yang ternyata sebuah voice note.
Rio merogoh saku kecil yang ada ditasnya untuk mengambil earphone agar dapat mendengarkan voice note secara lebih nyaman.

“Just For Rio – Ashilla”

Terdengar suara yang diiringi instrumen akustik yang mengiringinya.

Bergetar hati ini... Bila kuingat dirimu...
Mungkin saja diri ini... Tak terlihat olehmu...
Aku pahami itu...

Bagaimana caranya agar kamu bahwa...
Kau lebih dari indah... Didalam hati ini...
Lewat lagu ini... kuingin kamu mengerti...
Aku sayang kamu... Kuingin bersamamu...

Tidak ada sensasi lain selain rasa bersalah yang meggantungi Rio kini. Suara halus yang masuk kedalam pikirannya melalui dua telinganya saat ini justru menyadarkannya akan sesuatu. Tentang sesuatu yang sebenarnya dekat tapi terasa jauh, tentang sesuatu yang jauh namun terasa dekat.

Meski ku tak pernah tahu...
Kapan kau kan mengerti...
Kucoba tuk berharap...

Bagaimana caranya agar kamu bahwa...
Kau lebih dari indah... Didalam hati ini...
Lewat lagu ini... kuingin kamu mengerti...
Aku sayang kamu... Kuingin bersamamu...

Rio mencoba mengingat banyak hal yang telah dilalui dengan gadis yang suaranya kini memenuhi pendengarannya. Sikap perhatian Shilla yang justru dibalas dengan sikap cueknya, sikap ramah Shilla yang selalu dibalas dengan ketidak peduliannya.
Bukan. Bukan Rio tidak memahami atau tidak tahu apa yang tengah dirasakan gadis itu kepadanya. Kini pun dia tengah merasakan hal yang sama. Dan apa sekarang dia harus mulai belajar untuk merasakan hal yang sama pula sebaliknya pada gadis itu? Bukankah ada pepatah yang berbunyi “Jika kau merasakan suatu hal, bersamalah dengan dengan orang yang merasakan hal yang sama Agar kamu dapat saling mengerti dan melengkapinya”

***

Tahukah hatiku galau... Tak tahu harus melangkah...
Sejak pertama mata jatuh menatap...
Hatiku tak pernah dusta...

Rio menyesali ujung pelariannya kini kelapangan. Untuk 5 menit pertama sebelum saat ini sudah dirasakannya cukup tenang. Tapi tidak untuk sekarang, gadis pengendali hatinya datang. Belum lagi permintaan Cakka disebelahnya yang membuat gadis itu beranjak kearahnya.

---

Kedatangan Ify ke lapangan saat ini sebenarnya hanya untuk mengobati rasa rindunya karena sudah merasa lama tidak bermain, berlari dan mengatur bola dilapangan ini. Dimana dia bisa memamerkan freestyle dan mengejek kekalahan rival sejatinya. Rio. Ahh, nama itu lagi. Memang tak akan lepas, semua yang disekitarnya, yang disenanginya memang selalu berhubungan dengan laki-laki itu. Renungan Ify mendadak buyar begitu namanya dipanggil oleh seseorang. Cakka. Ify melihat isyarat tangan Cakka yang memanggilnya untuk menghampiri Cakka. Baru satu langkah ify mengangkat kakinya. Mendadak langkahnya terhenti, ada Rio juga disana.
‘Loe harus biasa aja Fy, atau loe dibilang menghindar. Ayo Ify bisa’ Ify mengangguk kecil untuk memotivasi dirinya sendiri. Lalu mulai melangkah kembali menghampiri Alvin.

Bila cintaku ini salah... Hatiku tetap untukmu...
Namun kenyataannya parah... Dirimu tak pernah untukku...

“Yah, gue pikir loe udah move on dari lapangan ini, ampe gak pernah keliatan” ledek Cakka sambil melempar bola kearah Ify. Ify memindah-mindahkan bola yang dipassing cakka kearahnya ketangannya satu sama lain.
Ify tersenyum kecut. Cakka memang hanya tahu, Ify mengundurkan diri dari klub basket karena sibuk. “Gaklah. Kata siapa” Tukas Ify sekenanya.
“Abis gue pikir loe udah move on gitu dengan kesibukan baru loe sebagai pembisnis keluarga. Lagipula lapangan jadi sepi gak ada suara cempreng loe”  Ucap Cakka sambil tertawanya renyah.
Ify ikut tertawa. “Sial banget, lagian gak mungkin lah gue move on juga” Ucap Ify masih dengan bola basket ditangannya.
“Siapa tau” Cakka menggedikan bahunya.
“Never mind. Gak pernah dalam pikiran gue untuk move on atau segalanya tentang itu. Move on gak akan pernah menghapus kenangan yang udah ada. Dan setiap kenangan akan selalu ada, karena itu adalah jejak gue sampai hari ini” Ucap Ify dengan pandangan lurus.
Bersamaan dengan kata-kata Ify, dribble bola dari tangan Rio langsung lepas begitu saja. Serempak Ify dan Cakka melihat kearah Rio yang mendadak gugup dan langsung mengambil bola yang bergulir dengan cepat.
Menyadari suasana yang langsung canggung, cakka memutuskan untuk menyingkir. “Gue beli minum bentar ya” Ucap Cakka yang langsung ngacir tanpa persetujuan.
Dalam hati masing-masing Rio dan Ify benar-benar mengumpat atas kelakuan Cakka barusan. Yang menjebak mereka dalam situasi (yang-menurut-mereka) sulit.

Mencoba lupakan keinginan hati...
Namun tak ingin kuingin ku menyerah...
Tapi mengapa bila aku mendekat... rasanya semakin jauh...

Hati dan Logika Rio benar-benar berperang untuk saat ini. Semua memang harus diselesaikan, tapi apa yang harus diselesaikan lagi? Bukankah semuanya sudah selesai pada sore itu? Kesal tidak menemui titik temu Rio melemparkan bola ditangannya langsung menuju Ring secara asal..
BRUKKKK...
Tabrakan antara bola dan papan pantul yang lalu membuat bola bergulir masuk kedalam ring cukup menyentakkan Ify akan ketermenungannya. Ify dan Rio sama-sama melihat kearah ring kemudia mengikuti laju bola yang jatuh dan bergulir hingga berhenti tepatdi samping kaki Ify.
“Loe tau tadi barusan gue ngapain?” Tanya Rio dengan nada datar tanpa pandangan yang mengarah pada Ify.
Ify melihat kearah Rio. “Shooting” Jawabnya pendek.
“Tau artinya?” Tanya Rio lagi.
“Memasukkan bola kearah ring dalam jarak tembak ataupun diluarnya secara terarah untuk mendapatkan poin” Jelas Ify.
“Itu arti secara teori” Sahut Rio, yang kemudian tersenyum miring dan menghadapkan tubuhnya kearah Ify.
Ify mengangkat sebelah alisnya tinggi-tinggi. ‘ada maksud lain?’ pikirnya. “To the point” Ucap Ify tegas.
Rio menggedikkan bahunya. “Loe liat bola yang gue shoot tadi?” Nadanya santai tapi justru malah membuat Ify semakin waspada.
Ify hanya mengangguk.
“Kenapa tadi gue bisa masukkin bola itu kedalam ring? Padahal gue berdiri diluar garis three point bahkan diluar jarak tembak.” Tanya Rio.
“Feeling” Jawab Ify singkat, karena memang itu yang dirasakannya tiap ingin memasukkan bola ke dalam ring.
“Tepat!” Rio terdiam sejenak. “Gue mau melempar dan memasukkan bola karena gue yakin gue bisa. Karena gue tau itu akan masuk. Karena gue yakin gue akan meraih poin” Ucap Rio sambil memandang kearah ring, tapi kemudian pandangannya kembali mengarah pada Ify. “Sama kayak gue waktu menyatakan gue cinta sama loe, gue yakin loe yang gue mau, gue tau loe yang terbaik.” Rio kembali diam. “Dan yang paling penting, gue tau loe punya perasaan yang sama kayak gue.”
Ify hanya diam memandang Rio, tidak berusaha mengubah air mukanya.

Bila cintaku ini salah... Hatiku tetap untukmu...
Namun kenyataannya parah... Dirimu tak pernah untukku...

“Tapi akhirnya gue ngerti kenapa loe gabisa jadi milik gue.” Ucap Rio. “Bola yang gue lempar tadi aja gak terikat sama ring, bola tadi walaupun masuk dan meraih poin tetap saja lepas dan bergulir jatuh. Sama kayak hati gue dan loe.” Rio menjeda kalimatnya. “Walau kita yakin ngerasa hal sama ternyata emang harusnya saling ngelepas ya? Apalagi............”
Ify masih menunggu kelanjutan kalimat Rio. Tapi bukan melanjutkan kata-katanya Rio malah mundur bebarapa langkah dari hadapannya.
“Masih inget cara passing?” Tanya Rio setelah ‘memberikan jarak lebih’ diantara mereka.
Walau tidak mengerti sepenuhnya Ify tetap mengangguk.
“Do it” titah Rio.
Ify melakukan chess passing kearah Rio yang langsung diterima baik olehnya.
“Apalagi setelah loe melakukan ini” Ucap Rio setelah menerima bola.
Ify mengangkat alisnya tinggi-tinggi. ‘Apa maksudnya?’
Paham akan ekspresi Ify. Air muka Rio langsung mendadak berubah dingin. “Ngerti arti passing?”
“Mengoper bola ke orang lain” Jawab Ify. Namun detik kemudian Ify langsung membekap mulutnya.
“Dalam basket.” Sahut Rio. “Dalam kasus kita? Mengoper hati.” Ucap Rio dingin. “Bola dalam permainan basket adalah sesuatu yang disukai para pemainnya. Ketika loe melakukan passing itu artinya, memberikan sesuatu yang loe suka sebagai pemain basket kepada pemain lain.” Rio terdiam lagi sejenak. “Dan sepertinya loe menganggap gue kayak bola tadi. Bisa loe maenin dan loe oper kesiapapun kapan saja” Desis Rio tajam.
Mata Ify benar-benar memanas mendengar pernyataan Rio yang terakhir. ‘Bukan!! Bukan seperti kayak gitu’ hati Ify hanya mampu menjerit untuk saat ini.
“Terakhir” Ucap Rio lagi yang kemudian langsung melempar bola kearah ring lagi dan BRUKK.. Tubrukan bola dan papan pantul yang langsung menyentakkan Ify kembali.
“Gue pamit........................... dari hati loe” Ucap Rio yang kemudian langsung melangkah pergi.

Bila cintaku ini salah... Hatiku tetap untukmu...
Namun kenyataannya parah... Dirimu tak pernah untukku...

Cheers (;!!!

Trisil {}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar