Gomenasai Anime Smiley trisillumination: That's All Cause Ify Part 26

Selasa, 25 Desember 2012

That's All Cause Ify Part 26


@Ruang OSIS

“Sebelumnya gue mintaa maaf banget kalo rapat ini mendadak, karena parahnya kita juga dapet proyek dadakan dari Pak Duta” Ucap Rio memulai prolog rapat.
“Intinya serba mendadak gitu Yo? Ampe harus manggil OSIS Periode lalu?” Tanya Debo mewakili teman-teman OSIS seangkatannya.
“Bisa dibilang gitu deh Kak, gue butuh bantuan sama loe semua. Karena ada tugas dari Pak Duta juga.” Ucap Rio menjelaskan.
Debo mengangguk. “Lanjutkan”

“Oke, gue harap semua bisa konsentrasi ke rapat kali ini, Pertama untuk anak-anak ekskul Basket yang udah ikut kumpul disini. Sekitar satu bulan kedepan ada turnamen Basket se DKI Jakarta yang akan memperebutkan gelar MVP juga. Dan untuk beberapa perwakilan anak cheers sendiri. Sekolah kita memiliki kesempatan untuk menjadi pembuka diajang
tersebut.” Jelas Rio.
“Amazing Yo” Ceplos Agni
“Loe belum denger kelanjutannya. Gue rasa wonderful banget!” Ceplos Rio.
“Lanjutkan Yo” Ucap Alvin.
Rio mengangguk. “Yap, setelah turnamenpun kita gabisa leha-leha. Seminggu setelah turnamen adalah ulang tahun sekolah kita sekaligus refreshing anak kelas XII sebelum ujian. Akan ada pensi, dan kemungkinan promnight disana.” Jelas Rio
“Itu Gila bukan wonderful” Cetus Ify.
“Banget Fy” Ucap Rio.
“Santai Fy, Yo, dan yang lain juga. Kita kan bantu, pasti bisa lebih ringan” Ucap Riko.
“Bener banget, untuk anak basket dan cheers kalian konsen latihan. Sisanya urus anniv sekolah kita” Ucap Kiki.
“Tapi tetep deh ya, OSIS inti yang merangkap jadi dua kali capenya. Jadi semua saling bantu” Ucap Debo. Yang lain hanya mengangguk setuju.
***

Sore hari ini Ify memang sudah janjian untuk pergi ke rumah Cakka melihat-lihat koleksi Gitar Elang. Ya, Ify semenjak latihan bersama Elang kemarin Ify menjadi tertarik untuk memiliki atau sekedar melihat-melihat alat musik bersenar tersebut.
“Rumah loe sepi bener Kka” Ucap Ify sambil duduk di sofa ruang tamu setelah dipersilahkan.
“Yee, walau anaknya cowok semua, kita kan udah pada gede Fy masa mau teriak-teriakan” Ucap Cakka.
“Gue pikir” Balas Ify.
Cakka merebahkan dirinya di sofa seberang tempat Ify duduk. “Gledekkk” Panggil Cakka seenaknya.
Tak lama ada sebuah suara menyahut “Apasih kak, berisik loe kayak tarzan”
“Tuh rame kan?” Ucap Cakka polos.
Ify mendengus kesal. “Yaiyalah disini dihutan, kalo rame kudu teriak-teriak dulu” Ucap Ify.
“Yang penting rame” Ucap Cakka seenaknya.
“Hey Fy, udah dateng loe” Ucap Elang sambil duduk disebelah Cakka.
“Kalo belom, belom disini dong Kak” Jawab Ify sambil nyengir. Elang tertawa.
“Kka, buatin minum dong” Ucap Elang.
“Njir, berasa babu gue” Ucap Cakka.
“Yee, ngelayani tamu juga” Ucap Elang.
“Ga usah deh kak, gue ngambil sendiri aja. Sekalian ke toilet. Kka, toilet dimana? Dapur dimana?” Tanya Ify.
“Loe mau ngambil gelas trus minum air keran Fy?” Tanya Cakka polos.
Ify dan Elang kompak menepuk jidat. “Iya aja deh” Ucap Ify pasrah.
“Tuh dapur sebelah situ, ada toilet juga kok sebelahnya” Ucap Cakka sambil menunjuk sebuah ruangan.
Ify mengangguk dan berjalan keruangan yang ditunjuk Cakka.

***

Sebuah avanza putih memasuki garasi Rumah Cakka. Diikuti  dua orang yang keluar dari dalamnya sambil beradu mulut yang sepertinya sudah dimulai sejak berada didalam mobil.
“Kalo Mama lebih teliti, pasti tidak seperti ini. Lihat sekarang? Korespondensi kabur. Bagus kita tidak berhutang” Ucap laki-laki separuh baya.
“Lho? Kok jadi nyalahin Mama? Papa juga setuju kan? Papa bilang itu menguntungkan. Jadi Mama terima” Ucap sang wanita tidak terima.
“Itukan karena desakan Mama. Dan Mama bilang peluang bisnis sedang bagus saat itu” Ucap laki-laki belum mau kalah.
“Ya, seharusnya Papa jangan telan bulat-bulat dong. Katanya cerdas, seharusnya Papa cari tahu lagi.” Balas sang wanita.
“Jadi Mama meremehkan Papa?” Tanya laki-laki tersebut dengan nada meninggi. “Mama tuh yang seharusnya dirumah mengurus anak. Bukan mengurus bisnis. Liat hasilnya? Belepotan begini.”
Cakka, Elang dan juga Lintar yang sedang menonton diruang keluarga langsung keluar rumah karena mendengar keributan.
“Lho Papa lupa baru bulan lalu Mama menangin tender untuk perusahaan kita” Ucap sang wanita tidak terima.
“CUKUP, kalian berdua apa sih? Baru pulang berantem, berangkat kerja juga sempet berantem. Saat cape pulang kerja juga. Gak cape apa? Merusak penglihatan dan pendengaran kami tau Ma, Pa” Ucap Elang dingin.

***

Ify tersentak saat tengah membenahi rambut panjangnya dengan bantuan cermin kecil yang memang ada dikamar mandi di rumah Cakka. Dari tadi Ify emang sudah mendengar tentang keributan yang ada. Api berhubung dengarnya secara tersamar, Ify berpikir itu hanya suara dari tetangga rumah Cakka. Tapi setelah mendengar ucapan Elang dengan nada tinggi, Ify mempercepat kegiatannya dan langsung keluar kamar mandi. Akan tetapi langkahnya langsung memberat. Pasukan serdadu kenangan kelam mulai membekuknya...

***

“Ini El, Papa kamu meremehkan mama. Dia lupa sebulan lalu Mama telah mengangkat nama perusahaan” Ucap wanita yang merupakan Mama Elang, Cakka, dan Lintar dengan nada kesal.
“Ahh, itu bulan lalu. Lihat sekarang? 20 persen omzet perusahaan kita ludes tanpa jejak. Karena siapa? Mamamu ini” Ucap  Sang Papa/
“Tapi papa menyetujuinya, jangan hanya salahkan Mama!” Ucap sang Mama dengan ada meninggi.
“Cukup Ma, Pa. Kalian kayak anak kecil, selalu saja berantem kayak gini. Masalah bisnislah, perusahaan, omzet dan lainnya....” Ucap Cakka.
“Lihat tuh, Pantas saja mengurus bisnis kita gagal. Anak yang kamu lahirkan saja kini sudah mulai menceramahi kita” Ucap sang Papa mulai meremehkan.
“Hey, dia bukan anak aku saja, tapi anak kamu”
“Kalian selalu membahas hal yang sama” Kritik Lintar.
“Kita selalu tidak cocok dengan segala, keputusan terbaik adalah berpis......”
“BERHENTIIII...!!!!” Bentak Ify sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Melawan segala kenangan kelam akan hal yang sama.
“Kamu siapa? Jangan campuri segala urusan keluarga kami” Ucap Papa Elang.
“Papa!!” Bentak Elang.
“Wah kamu berani membentak Papa dengan nada seperti itu?” Ucap sang Papa.
“Saya Ify, Alyssa Saufika, teman seangkatan Cakka, kakak kelas dari Lintar dan teman baik kak Elang. Ya, saya orang luar, dan saya gak ada hubungannya dengan keluarga ini. Tapi saya peduli. Saya peduli dengan kebodohan kedua orang tua teman dekat saya seperti sekarang ini” Ucap Ify lancang.
“Lancang kamu” Ucap Mama Cakka hampir menampar Pipi Ify yang sudah mendekat kepadanya. Tapi berhasil dicegah Ify.
“Ibu siapa? Gak ada hubungannya dengan saya. Jadi ibu gak berhak menyentuh pipi saya dengan tidak terhormat” Ucap Ify lugas.
“Kamu....” Geram Mama Cakka.
“Orang tua yang selalu merasa diri mereka benar. Berani mempertaruhkan apapun termasuk darah dagingnya sendiri untuk memuaskan kepentingan bisnis mereka. Orang Tua yang...”
“Diam kamu” Kali ini Papa Cakka yang bersuara
Ify menahan dirinya agar tidak gentar. “Saya akan diam, kalo sudah selesai. Saya Anak yang megikuti pola pikir orang tua. Walau Orang tua TIDAK PERNAH memikirkan pola pikir anak mereka.”
Orang Tua Cakka terdiam.
“Selalu melihat kesalahan hari ini tidak mengingat kebaikan dimasa lampau dan tidak mempelajari apa yang akan terjadi dimasa depan” Ucap Ify dengan nada bergetar. Pertahanan untuk menahan para kenangan kelam yang makin menariknya kebelakang membuat kendali lepas pada pita suaranya.
Keheningan menyelimuti mereka saat ini.
“Maaf, ikut campur terlalu jauh. Saya mohon pamit jika menganggu. Kka, Kak El, Lin, gue balik, Om, Tante. Selamat Sore” Pamit Ify tanpa menoleh lagi kebelakang dan langsung masuk kedalam livina silvernya.

***

Kenangan itu kembali memeluknya. Menariknya untuk kembali. Tetap dalam masa lalu.

Ify mencengkram setirnya keras-keras, seluruh emosi yang kini tertahan dalam pelupuknya tidak berniat dia lampiaskan.

Sang kenangan tidak menyerah. Dirinya akan memaksa mengikat jika memang untuk membuat mereka ‘kembali’

 “Mas, aku mohon jangan pisahin Ify dan Iyel. Mereka masih kecil dan ga tau apa-apa” Ucap sang istri memohon.
“Oh jadi kamu maunya mengurus anak orang itu si Deva, Biar saya susah payah ngurus Ify dan Iyel. Begitu mau kamu? Dan kamu nanti akan kawin lagi dengan laki-laki yang sebenarnya Ayah Deva. Begitu?” Ucap Sang Suami Sinis.
“Cukup Mas, Deva anak Kamu, Anak Kita!” Ucap Bunda Ify tegas.
“Terserah, ga akan ada maling ngaku, dan........”
“Kamu salah paham”
“Oh ya? Lebih baik kamu berkaca” Ucap sang suami sambil menyentak tangan Ify dan Iyel yang kemudian terlepas.
“KAKKK IELLL”

Ckitttt... Rem grand Livina silver yang dikendarai oleh Ify beradu dengan aspal jalanan tepat dipertigaan menuju rumahnya. Sebuah mobil yang keluar menahan kendaraannya. Nafas Ify memburu.
“Kalo nyetir jangan ngelamun neng” Bentak pengemudi mobil yang memotong jalan Ify. Ify tidak mengacuhkannya. Ia terlalu sibuk dalam menata pikirannya saat ini. Perlahan mobil kembali dijalankan secara perlahan menuju rumahnya.

***

“Ray... Ray... coba kamu lihat hasil ulangan kamu. Bagaimana kamu bisa masuk IPA kalo begini terus? Contoh kakak kamu. Nilainya selalu memuaskan dari dulu. Tidak membuat masalah walau kegiatannya juga segudang.” Nasehat sang Mama.
“Aku gak bilang aku mau masuk IPA” Ucap Ray.
“Mau masuk apa? IPS? Kamu tuh terlalu banyak main. Mana mungkin bisa mempelajari pelajaran hafalan kalo nilai kamu begini.” Lanjut sang Mama.
“Mama kayaknya gak seover ini sama Kak Rio” Protes Ray.
“Gimana mama mau over? Kakak kamu cukup membanggakan. Dia berprestasi juga dibidang lain tanpa harus membengkalaikan akademisnya. Nah kamu? Main lebih utama. Seharusnya Kak Rio bisa jadi teladan kamu.” Ujar sang mama.
“Selalu kak Rio. Kak Rio yang inilah, kak Rio yang itulah, Ray yang kayak gini dan begitu. Kak Rio yang dibanggain Ray yang selalu dinasehatin. Anak mama Kak Rio sama Ray atau kak Rio doang sih? Aku beda sama dia. Gak perlu dibandingin. Kita emang beda !” Ucap Ray dengan nada meninggi sambil melangkahkan kakinya pergi.
Ketika sampai didepan gerbang rumah Ray langsung berpapasan dengan Rio.
“Hay bro, kucel banget lho” Sapa Rio.
Ray tidak menjawab, hanya menatap Rio sengit lalu berlalu dengan menabrakkan bahunya ke bahu Rio.

***

Ify membuka pintu rumahnya secara perlahan. Tubuhnya benar-benar tak bertenaga sekarang. Diseretnya langkah untuk memaksa pergi kekamarnya dilantai dua. Ketika melewati Ruang Keluarga Ify melihat Gabriel, Deva dan Alvin yang asik menonton film. Tak ingin menganggu, dipercepat langkahnya menuju kamar. Tapi Alvin langsung menyadarinya.
“Fy, baru pulang?” Tanya Alvin.
“I.. ya..” Ucap Ify dengan nada dipaksakan menahan perasaannya.
Merasa ada yang tidak beres, Alvin langsung bangkit untuk menghampiri Ify. Namun niatnya dicegah Gabriel yang seperti memiliki feeling tentang apa yang terjadi.
“Loe mending balik Vin, Ify gue yang urus. Nanti gue kabarin.” Pinta Gabriel.
“Tapi gue mau tau Ify kenapa” Ucap Alvin sambil melihat kearah punggung Ify yang sudah memasuki kamarnya.
“Nanti gue kabarin, percaya sama gu. Gue mohon” Pinta Gabriel sungguh-sungguh.
Alvin menurut. “Oke, secepatnya ya”
Gabriel setuju. Alvin segera beranjak. “Gue balik, Jangan lupa kabarin” Pesan Alvin.
Gabriel mengangguk, dan setelah yakin Alvin sudah pulang dan Deva kembali dengan keasyikannya menonton film. Gabriel segera ke kamar Ify.

***

Gabriel melangkah memasuki kamar Ify yang tidak dikunci. Ditemukannya Ify tengah tertelungkup dengan tumpuan lipatan kedua tangannya diatas grand piano putih dikamarnya. Gabriel duduk disamping Ify, dan mencoba mengangkat bahu adiknya.
“Fy” Panggil Gabriel.
Tanpa jawaban Ify langsung memeluk Gabriel erat, sangat erat. Seakan tidak mau terpisah kembali seperti 10 tahun yang lalu. Gabriel yang bingung hanya dapat membelai puncak kepala Ify.
“Jangan tinggalin aku” Ucap Ify lirih, jiwa kekanakannya kembali meronta dengan pertumbuhan usia yang telah dilewatinya sampai sekarang.
“Kamu kenapa?” Tanya Gabriel sambil berusaha melepaskan pelukan Ify.
“Jangan lepas” Pinta Ify.
“Kakak janji gak akan kemana-mana, kita gak akan terpisah lagi kayak dulu.” Janji Gabriel sambil melepas pelukan Ify yang perlahan mengendur. “Sekarang cerita. Tadi ada kejadian apa dirumah Cakka?” Tanya Gabriel lembut.
“Semuanya hampir sama kayak dulu” Jawab Ify pelan.
“Orang tuanya ...?”
“Bedanya mereka udah pada dewasa dan disitu ada aku yang pernah merasakan sebelumnya” Potong Ify.
“Fy....”
“Gue benci Papa” Ucap Ify dingin, lalu berdiri dari tempatnya dan berjalan mengelilingi grand pianonya. Pandangan Gabriel hanya dapat mengikuti langkah adiknya.
“Papa yang buat kita semua kayak gini, Papa yang buat gue kepisah sama elo, Sifat Papa yang egois dengan menuduh Bunda, Sikap Papa yang arogan gak mau mengakui Deva Cuma karena Bunda telat ngasih tau kapan dia mengandung Deva? Papa udah nuduh Bunda macem-macem, Dan Karena Papa yang mungkin udah bunuh Bunda secara perlahan” Jelas Ify miris. Dirinya kembali terduduk sekarang.
“Itu sebabnya loe pake nama keluarga Mama? Umari?” Tanya Gabriel.
Ify mengangguk. “Buat gue. Papa Cuma tinggal sebuah nama. Gak ada nama Tn. Damanik lagi dalam hidup gue.”
Gabriel menghela nafas, dia begitu mengenal sifat Papanya yang keras. Yah, setara dengan adik perempuan semata wayangnya ini.
“Jadi, perceraian Papa dan Bunda disebabkan oleh gue? Karena kelahiran gue didunia ini?” Tanya Deva dingin.
Ify dan Gabriel sontak menoleh, Deva sudah ada diambang pintu kamar Ify.
“Loe sejak kapan disitu Dev?” tanya Ify.
“Sejak kak Gabriel kesini. Gue selalu memperhatikan loe berdua kak, loe sering buat berbicara berdua seakan gue gak boleh tau. Padahal umur kita Cuma beda satu tahun. Dan gue sekarang tau pembicaraan yang emang ternyata gue gak boleh tau” Jelas Deva.
“Loe denger....”
“Denger semuanya kak, jelas banget. Miris ya jadi gue? Gatau kisah hidup diri sendiri” Ucap Deva sambil tertawa hampa.
“Dev..”
“Gak ada alasan buat gue untuk tetap tinggal dirumah ini” Ucap Deva sambil berbalik dan berlari keluar.
Tanpa menunggu aba-aba pun Gabriel dan Ify kompak langsung mengejar Deva.

***

Rio melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah. Dilihatnya sang Mama tengah duduk diruang tamu dengan raut wajah lelah dan beberapa tumpukan kertas di meja depan beliau.
“Lahh, tadi Ray mukanya sensi banget. Nah, Mama kenapa?” Tanya Rio sambil duduk disebelah Mamanya dan mengambil beberapa kertas yang ada diatas meja.
“Wow, wonderful mamen. Nilainya si Ray ga nahann” Komentar Rio.
“Tadi mama abis nasehatin adek kamu, nyuruh dia supaya nyontoh kamu. Mama prihatin dengan nilai dia yang kayak gitu. Eh dia ngerasa dibandingin.” Ucap sang Mama.
“Apa? Yaiyalah Ma, dia ngerasa dibandingin. Dia bukan aku, sebaliknya aku bukan dia.” Ucap Rio.
“Trus Mama salah gitu? Kamu kan kakak yang teladan dengan kegiatan kamu yang segudang, prestasi kamu tetep baik. Nah dia mungkin karena kebanyak main. Mama gak maksud bandingin kalian.” Ucap sang Mama.
Rio menggeleng. “Setiap anak, punya cara tersendiri buat bikin orang tuanya bangga, termasuk aku sama Ray. Kita gak bisa disamain. Walau kita sedarah. Aku pamit, cari Ray” Ucap Rio sambil mencium pipi kiri mamanya dan beranjak pergi tanpa berganti baju sekolahnya.

***

Saat mengeluarkan Cagiva putih miliknya. Kegiatan Rio terhentikan dengan getar disaku celananya.
“Ify’s Calling”
Rio mengerutkan keningnya, ‘Tumben’ pikirnya. Namun segera ditekan tombol penerimanya.
“Iya Fy?”
“...........”
“Deva? Ini aja Ray kabur!”
“...........”
“Kok mereka kompak sih?”
“...........”
“Oke, loe kalo liat Ray juga kabarin gue ya, good luck”
“...........”
“Hati hati juga ya loe”
“...........”
“Bye”
Sambungan telepon telah terputus. “Deva kabur? Ray kabur? Gila ya kalo soulmate, kompak gak kemana” Gumam Rio. “Ah gak penting, tadi ada yang aneh ya sama Ify. Apa ya? Ah gatau ntar dulu deh” Ucap Rio sambil menstarter cagivanya dan mulai mencari Ray.

***

Ify mengemudikan mobilnya secara perlahan. Mencari Ray dan Deva sekaligus sekarang. Dirinya, Gabriel dan Rio berpencar dengan arah berbeda.
“Gak, gabakal ketemu kalo begini. Apa tempat kesukaan Ray ya? Fotografi! Itu ekskulnya, tempat yang mungkin dikunjungin Ray pasti tempat yang indah dan tenang sesuai jiwa fotografer!” Ify bergumam memutar otaknya. “Tempat yang indah dan tenang. Indah, tenang. Danau! 75 % gue yakin disana, tapi danau dimana? Gue coba deket sekolah deh.” Ucap Ify sambil menggas mobilnya lebih kuat untuk lebih cepat ketempat tujuan setelah sebelumnya sempat mengirimkan pesan singkat ke Rio.

***

Gabriel menajamkan indera penglihatannya melihat kearah ujung jalanan. Seperti ada ninja putih terparkir yang diyakini Gabriel itu milik Deva. Gabriel menggas motornya lebih cepat, namun target yang diincarnya lebih cepat menyadari kedatangan Gabriel. Tak lama Ninja putih yang tadinya terparkir mulai berjalan meninggalkan Gabriel jauh, hingga membuat Gabriel secara tidak tersadar juga memacu motornya gila-gilaan untuk mengejar Deva.

***


“Rayyy...” Teriak Ify puas melihat Ray tengah tiduran diatas rumput dengan bantalan kedua tangan.
Ray menoleh sesaat, namun berikutnya kembali membuang pandangan.
“Ray” Panggil Ify sambil duduk disebelah Ray.
“Hemmm”
“Jawabnya kenapa kayak orang lagi sariawan sih?” Keluh Ify.
“Iya Kak Ify, kenapa? Gak ada Kak Rio disini” Ucap Ray setengah ikhlas.
Ify manyun. “Siapa yang mau ketemu Rio? Gue udah bosen tiap hari ketemu. Gue mau ketemu elo tau” Ucap Ify.
Ray terbangun, kali ini duduk bersila berhadapan dengan Ify. “Waw, gue rasa loe orang pertama yang bilang bosen ketemu ama abang gue. Biasanya orang-orang yang ngedeketin gue Cuma mau tau tentang kak Rio. Kak Rio yang begini dan kak Rio yang begitu.” Ucap Ray.
“Tanpa ngedeketin loe, gue emang udah deket kok sama Rio” Ucap Ify santai.
Gantian Ray yang manyun. “Oh iya, gue lupa. Untuk loe pengecualian”
“Maksudnya?” Tanya Ify.
Ray menggeleng. “Gak, Gak jadi”
Keadaan menghening.
“Kak..” Panggil Ray.
“Heemmm” Jawab Ify seadanya.
“Loe lagi sakit gigi ya?” Ucap Ray kesal.
Tawa Ify meledak. “Yes, skor kita satu sama. Sama-sama kesel kan kalo dijawab hemm doang” Ucap Ify.
Ray cengo.
“Udah deh, muka loe jelek banget kalo begitu. Tadi kenapa?” Tanya Ify.
“Bener kata kak Rio, loe selalu bisa bikin orang cerita sendiri tanpa loe maksa” Ucap Ray.
“Iyalah, gue kan cantik. Kakaknya Deva yang ganteng” Ucap Ify.
“Tumben loe muji Deva?” Selidik Ray.
“Lagi baek, udah tadi kenapa?” Tanya Ify.
“Gue.. Gue mau tanya.. Emang gue beda banget ya sama kak Rio?” Tanya Ray pelan-pelan.
Perlahan Ify mengerti pokok permasalahannya. “Elo sama Rio itu beda, beda banget malah. Orangnya aja beda” Ucap Ify
Ray manyun. “Gue serius kak”
“Gue gak kalah serius Ray, Loe ama abang loe beda. Yang sama dari kalian Cuma kalian sama-sama cowok dan sedarah dari orang tua yang sama” Ucap Ify serius.
“Ray, ya Ray. Rio ya Rio. Kalian punya kemampuan, kalian punya cara dan kalian punya keinginan masing-masing yang berbeda untuk berguna bagi orang-orang disekitar kalian.” Ucap Ify sambil memandang Ray.
“Sampai kapanpun kalo elo selalu bercermin di depan Rio. Gak akan ada perubahan. Ciri khas kalian sudah tertanam masing-masing. Tidak bisa diubah. Tinggal sekarang, ubah pola pikir kita untuk bisa berguna bagi orang lain dengan bertekat gak akan mau ada dibayang-bayang satu sama lain. Ray sebagai Rio ataupun sebaliknya. Karena Elo adalah elo, dan Rio adalah Rio.” Ucap Ify.
Ray terdiam, berusaha mencerna kata-kata Ify.
“Bener semua yang dibilang Ify, Ray. Gue minta maaf sama loe karena terlalu mendominasi” Ucap Rio yang sebenarnya telah datang dari tadi, namun memutuskan agar Ify dulu sebagai penengah agar otak Ray dingin (?)
Ray terbelalak dan langsung berdiri.
“Oke, gue rasa loe berdua bisa gue tinggal. Kerjaan gue masih ada satu lagi” Ucap Ify.
“Loe mau kemana kak?” Tanya Ray.
“Deva kabur.” Jawab Ify pelan.
“Kenapa?” Tanya Ray.
“Iri sama gue kali, kayak elo juga” Jawab Ify asal.
“Gak pake nyindir deh kak” kata Ray bete.
“Hehe, maaf-maaf” Ucap Ify sambil merangkul Ray. “Gue duluan Ya, Yo, Ray” Pamit Ify.
Namun baru beberapa langkah I-Phone disaku kemeja sekola Ify bergetar.
“+6221657**** Calling” Ify mengerutkan keningnya. Tapi tetap menerimanya.
“Halo”
“...........”
“Iya. Ini dengan Ify. Maaf ini siapa?”
“...........”
“GABRIEL kecelakaan?!” Nada suaranya membuat Rio dan Ray langsung menoleh dan mendekati Ify.
“...........”
“Baik saya segera kesana. Berikan yang terbaik saya akan urus administrasinya.”
“...........”
“Selamat Sore”

“Fy Gabriel kenapa?” Tanya Rio.
Tubuh Ify melemas, namun dengan sigap Rio merangkulnya.
“Fy?” Tanya Rio lembut sambil menepuk pipi Ify pelan.
“Kak Iel kecelakaan Yo” Hanya itu yang keluar dari mulut Ify. Separuh tubuhnya kini terasa remuk mendengar kabar saudara satu rahimnya celaka.
“Ray loe bawa motor gue, gue sama Ify langsung kerumah sakit. Loe kalo mau nyusul mendingan pulang dulu. Mama khawatir banget tadi” Ucap Rio. Ray mengangguk.
“Yuk Fy” Ajak Rio sambil membimbing Ify.

***

Rumah Sakit Fajar Nusantara.

Kepanikan Ify kini sudah mencapai tingkat akhir. Kecemasan dari raut wajahnya tidak bisa disembunyikan. Rio yang berjalan disebelahnya juga jadi ikutan tegang.
‘Sebegitu berartinya Iel buat elo Fy’ Bathin Rio. ‘Astaga!! Lagi-lagi saat kayak gini sempet-sempetnya -__- Oke Rio, mereka itu sahabat dari kecil, ya wajar reaksi Ify begitu’ Pikir Rio menyemangati.
Kini mereka sudah sampai diruang Tunggu Unit Gawat Darurat. Tak lama mereka sampai, seorang ber jas putih diikuti beberapa perawat dan peralatan medis keluar dari balik pintu UGD.
“Gimana keadaan kakak saya Dok?” Tanya Ify
“Kamu keluarganya?” Tanya sang dokter.
“Saya adiknya. Mama Papa meninggalkan kami untuk bekerja. Jadi anda bisa bicara dengan saya” Ucap Ify.
‘Pinter banget boongnya’ Bathin Rio.
“Kalo yang satu ini siapanya? Kami tidak bisa membagikan keterangan intern pasien secara sembarangan”
“Ini pacar saya sekaligus sahabat dari kakak saya Dok. Jadi dia bukan orang luar.” Ucap berbohong, setidaknya biar dia memiliki sandaran ketika ada keterangan yang tidak diinginkan. Rio mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Heran.
 “Baiklah, ikut saya keruangan. Sekaligus penyelesaian administrasi.”
Ify dan Rio mengangguk.

@Ruang Dokter.

“Terima kasih sus” Ucap sang Dokter kepada perawat yang menyerahkan amplop coklat yang besar. Setelah mengeluarkan isinya dan diteliti, sang Dokter  akhirnya buka suara kembali.
“Keseluruhan masih bisa dibilang baik, Tapi untuk dibagian bahu kiri belakang agak sedikit retak, mungkin karena menahan agar efek jatuh tidak begitu parah. Memang berhasil karena anggota tangannya tidak ada yang patah”
Ify menghela nafas lega.
“Satu lagi, dibagian pinggul belakang agak parah. Mungkin karena tergencet motor. Tapi masih bisa dibilang aman. Karena tidak ada organ tubuh yang kena selain tulang. Dan kakinya masih normal walau nanti harus berjalan dengan bantuan tongkat.”
Hati Ify mencelos, belum pernah terbayangkan sebelumnya. Saudara kembarnya akan berjalan menggunakan tongkat. Ify menggenggam tangan Rio erat. Dan Rio juga merasakan tangan dingin yang menggenggamnya kini penuh kecemasan luar biasa. Rio membalas menggenggam tangan Ify, berharap ada energi positif yang dapat menyalur ke arah Ify.
“Untuk bagian kepala, sama sekali tidak ada gegarm hanya sedikit luka akibat baretan dari helmnya. Tapi sejauh ini, semua baik-baik saja. Dan Cedera di bahu ataupun pinggul dapat diobati selama sebulan kurang lebih” Ucap sang Dokter mengakhiri.
“Boleh kami menjenguk?” Tanya Rio.
“Setelah dibersihkan akan dipindah keruang inap. Jenguk disana saja, agar lebih leluasa” Jawab sang Dokter.
“Baik, lakukan yang terbaik untuk sahabat saya. Kami permisi” Ucap Rio pamit, sambil memapah Ify keluar.

Kini mereka kembali kedepan ruang UGD. Rio mendudukan Ify, dan dia sendiri berjongkok didepan Ify sambil menggenggam tangannya. Perlahan butiran yang ditahan sejak sore mulai berorasi keluar. Rio berdiri dan menarik Ify dalam pelukannya sekarang. Entah untuk keberapa kalinya Ify baru bisa menangis didalam pelukan Rio.

***

Kini Ify sudah agak tenang, walau dalam pikirannya masih menebak dimana Deva berada saat ini.Tapi dia juga tak mungkin meninggalkan Gabriel yang masih belum sadar dari biusnya. Rio sedang mencari makan untuk mereka berdua karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ify terduduk terpaku dipinggir ranjang Gabriel. Pikirannya kembali melayang akan masalahnya hari ini. Tanpa sepengetahuannya, pintu rawat inap telap dibuka oleh seseorang.
“Gabriel!” Seru orang itu sambil berjalan cepat kearah ranjang Gabriel.
Ify menoleh dengan cepat. Kedua pupil matanya membesar menyadari orang yang kini ada ada dihadapannya. Tn. Damanik. Papanya !

***

Cheers (;!!!

Trisil {}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar