Lumos Maxima!! Happiness can be found even in the darkest of times, if one only remembers to turn on the illuminate - Albus Dumbledore, Trisil's student
Selasa, 25 Desember 2012
That's All Cause Ify Part 29
***
Ify melangkahkan kakinya sepanjang koridor sekolah menuju Ruang OSIS Untuk Rapat mengenai Turnamen dan Pensi Ulang Tahun Sekolahnya. Walaupun Rio sudah bersikeras melarangnya datang supaya Ify dapat beristirahat sambil menjaga Gabriel. Ify tetap datang,. Karena Ify berpikir, sebanyak apapun masalahnya saat ini, keprofesionalismean harus tetap dijaganya. Dan Ify yakin, meski Sivia sudah berjanji akan menggantikan pekerjaannya untuk sementara. Pasti Sivia akan tetap kewalahan karena Sivia memang biasanya hanya membantu Ify bukan melakukan tugas-tugas utama yang biasa dihandlenya.
Ify melihat melalui jendela Ruang Osis untuk melihat kedalamnya. Ternyata baru ada Shilla dan Rio. Namun sesaat hatinya mencelos melihat tangan kokoh milik Rio mengacak puncak kepala Shilla, sambil tertawa riang. Langkah Ify terhenti, seketika darahnya membeku. Ada rasa mengikat dalam ulu hatinya melihat pemandangan yang barusan ia lihat.
“Fy, kok diem aja” Tegur seseorang membuyarkan keterdiaman Ify.
Ify tersentak. “Kak Debo, ngagetin aja” Seru Ify setelah melihat siapa yang menepuk pundaknya.
“Lagian ngelamun tengah jalan” Ucap Debo.
“Hah?” Ify menggaruk tengkuknya yang memang tidak terhalang dengan rambut panjangnya yang dikesampingkan. “Gak ngelamun kok. Tadi ada lembaran kertas yang jatuh. Ya gue berdiri diem mastiin aja ada yang jatuh lagi atau gak” Ucap Ify mencari alasan.
Mata Debo menyipit. “Yakin?” Tanya Debo.
“I’m Swear Kak” Ucap Ify sambil tersenyum manis meyakinkan Debo. Debo mengangguk kecil lalu mengajak Ify masuk kedalam Ruang Osis.
Rio terbelalak mendapati Ify masuk ke Ruang Osis bersama Debo dibelakangnya. Belum lagi penampilan Ify yang agak berbeda. Mungkin karena Rio lebih sering melihatnya dalam balutan seragam sekolah. Berhubung tidak sekolah akhirnya Ify mengenakan sebuah skinny jeans broken grey dengan kemeja biru agak gombrong dan dengan rambut yang dikesampingkan memperlihatkan leher jenjang milik Ify. Seketika darahnya berdesir, namun digelengkannya kepalanya setelah menyadari akan kehadiran Ify yang melanggar ucapannya.
“Ify, Kan gue bilang—“
“Ssst, diem ya. Gue kesini bukan mau diceramahin. Gue mau rapat. Jadi gak usaha bantah gue, toh gue udah disini” Ucap Ify memotong ucapan Rio seenaknya.
“Gabriel gimana?” Tanya Rio.
“Ada Mama” Jawab Ify.
“Deva?”
“Ray ngelarang gue buat cari Deva hari ini, Gue disuruh nenangin pikiran. Tapi sayang gue rasa kerjaan gue banyak kalo Cuma berdiam diri nungguin pasien patah tulang” Ucap Ify santai.
Rio memandang aneh kearah Ify. Senyum dan nada bicaranya memang mengatakan jika Ify baik-baik saja, tapi binar matanya tidak dapat membohongi Rio. Binar mata Ify tetap seperti semalam. Kosong, namun jauh lebih baik karena tertutupi senyum yang terlukis manis dibibirnya.
Rio melengos. “Terserah”
Ify nyengir. Sedangkan Debo dan Shilla hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Ify yang bisa dianggap keras kepala. Tak lama kemudian datanglah anggota Osis tahun Rio maupun Debo dan mulai memenuhi ruangan.
Dan adanya Ify dalam ruangan Osis mengundang protes dari teman-temannya. Dan hanya dibalas Ify dengan keyakinan “Sebanyak apapun kegiatan gue disana, gak akan buat gue meninggalkan salah satunya”
Dan bisa dipastikan hanya gelengan kepala heran yang dapat dibalas teman-temannya dengan kelakuan Ify.
“Rapat langsung gue mulai ya. Sebelumnya makasih buat yang telah hadir terutama Osis periode tahun lalu yang udah menyempatkan waktunya buat bantu kita. Gue rasa hari ini kita ngebahas Raker kita keseluruhan untuk turnamen dan pensi sekaligus menentukan Job Desc kita masing-masing. Dan mungkin untuk anak kelas XII akan bantu lebih banyak di Turnamen, karena sebagian besar Osis inti emang ekskulnya basket dan cheers. Untuk pensi mungkin kita handle sendiri. Tapi karena waktunya mepet banget jadi kita butuh bantuan kelas XII. Nah ada usul?” tanya Rio langsung melemparkan pada anggotanya.
Dan rapat Osis menghasilkan berbagai macam Job Desc masing-masing anggota dan mencari pengisi acara pensi untuk ulang tahun sekolah mereka.
***
“Gila.. Cape banget” Ucap Rio sambil merenggangkan otot-ototnya sambil berjalan ke parkiran bersama yang lain. Karena memang setelah rapat osis mereka akan langsung menjenguk Gabriel.
“Yang penting ada hasilnya. Kita tinggal kerja gak perlu nyusun lagi” Sahut Ify sambil menguap.
“Tuh kan ngantuk. Ngeyel loe, gue suruh istirahat pake ikutan dateng” Ucap Rio.
“Kagak ya. Baru nguap sekali gue” Ucap Ify tidak terima.
“Aduh, loe berdua kalo ketemu bisa gak bicarain hal yang penting dikit” Keluh Sivia.
“Alhamdulillah Vi, Rio yang gak bisa” Ucap Ify seenaknya.
“Kok gue?” Tanya Rio.
“Karena loe pesek Yo” Sahut Alvin.
“Gue bikin makin sipit loe Vin” Ucap Rio sambil menoyor Alvin. Yang lain hanya tertawa puas.
“Loe yakin bisa kelar semalem Fy? Dua proposal loh” Tanya Sivia.
“Insya Allah bisa. Santai lah Vi” Jawab Ify.
“Acara kita kan gak sederhana Fy” Sahut Rio.
“Loe jadi ngeraguin kemampuan gue?” Tanya Ify meremehkan.
Rio mengangkat tangannya. “Oke, terserah elo” Ucap Rio. “Loe kesini naik apa?” tanya Rio mengalihkan pembicaraan.
“Mobil” Jawab Ify. “Ada yang mau bareng gue?” Tanya Ify pada yang lain.
Tak ada yang menjawab.
“Loe bareng gue aja Shill, jangan naik motor. Gak baik buat kesehatan loe.” Saran Ify.
“Sippo, Mama Ifyyy” Ucap Shilla sambil nyengir.
“Dishh, gue single dong? Yang lain pasangan naik motornya.” Ucap Rio sambil menunjuk AlVia, CaGni, dan Ocha.
“Terima aja sih nasib loe Yo” Ledek Ozy.
Rio manyun. “Yaudah ah berangkat” Sahut Rio bete.
Yang lain hanya tertawa melihat tingkah Rio.
***
Sesampai dirumah sakit keadaan Gabriel sudah mulai membaik walau masih belum bangun dari tempat tidurnya. Mama Linda masih setia menemani Gabriel disampingnya sambil sesekali mengobrol. Sikap canggung dari keduanya mulai mencair walau Gabriel masih tetap memanggil Mama Linda dengan sebutan ‘Tante’. Keasyikan mereka bercengkrama terputus dengan dibukanya pintu kamar yang ternyata oleh Ify dan teman-teman Gabriel yang lain.
“Sore Yel” Sapa mereka berbarengan.
Gabriel hanya tersenyum melihat teman-temannya. Termasuk sosok yang telah ditunggunya dari tadi. Sosok yang telah mengikat hatinya sejak dirinya dini. Namun ada yang lebih dari itu. Teman-temannya saat ini benar-benar membuat hidupnya tidak kosong. Gabriel memang sering berpindah tempat tinggal sehingga tidak pernah mendapatkan teman dekat seperti sekarang. Teman paling dekat dengan dirinya hanyalah sahabat kecilnya waktu dirinya dan Papanya masih tinggal di Banjar. Ara.
“Sore tante” Sapa mereka lagi terhadap Mama Linda. Mama Linda hanya mengangguk dan tersenyum.
“Tante tinggal ya” Pamit Mama Linda sambil melangkah keluar.
“Weittss.. saingan gue berkurang satu mamen buat TePe” celetuk Cakka, yang membuat Agni mendelik galak.
“Ampun Ag.. Ampun deh.. Tadi keceplosan sumpah” Ucap Cakka sambil cengengesan.
“Keceplosan biasanya dari hati tau Ag” Ucap Gabriel santai.
“Eh elo lagi Yel, kaki udah dibebat masih aja doyan provokatorin orang” Keluh Cakka.
“Kan, kaki gue bukan mulut gue” Jawab Gabriel tersenyum sambil jahil.
“Tuh kan Ag, Gabriel tuh yang jahat. Masa dia mojokkin aku” Adu Cakka.
Agni menepuk jidatnya melihat kelakuan Cakka. “Lanjutin Yel, bully ampe loe sembuh juga gue ijinin kok” Ucap Agni. Cakka Manyun.
“Aduhh” Ringis Shilla.
Semua menengol kearah Shilla.
“Kenapa Shill?” tanya Ify khawatir.
“Gapapa, kayaknya gue laper deh hehe. Soalnya tadi gue langsung ke ruang Osis gak makan dulu” Jawab Shilla sambil nyengir.
Mendadak Ify teringat kejadian di Ruang Osis antara Rio dan Shilla. Namun dengan cepat dihilangkannya pikiran aneh yang mulai mengikat paru-parunya. “Loe belom makan? Obat belum diminum juga?” Cecar Ify.
“Santai napa Fy, kayak nyokap loe ah. Belum lah, kan belum makan.” Lanjut Shilla.
“Loe makan dulu gih, atau mau gue beliin apa?” Tawar Ify.
“Gausah Fy, walaupun laper gue masih bisa jalan lagi, gue beli sendiri aja ya. Ada yang mau bareng?” Tanya Shilla.
Tidak ada yang menjawab, karena memang semuanya tadi, Alvia, Cagni dan Ocha datang terlambat ke Ruang Osis karena makan siang terlebih dahulu.
“bareng gue aja deh gimana? Gue kan dari Pak Duta langsung ke ruang osis nunggu yang lain bareng Shilla juga” Tawar Rio. Yang membuat Shilla langsung mengangguk setuju.
Perlahan namun pasti, ada rasa gelisah yang menghampiri Ify, yang dirinya sendiri juga tidak tau penyebab pastinya. Mendadak ada rasa tidak suka melihat sikap Rio barusan. Ify memandang aneh kearah Rio.
“Loe ngapain lagi ngeliatin gue begitu? Gue ganteng? Emang! Atau loe naksir gue ya?” Tegur Rio terhadap Ify yang memandang dirinya aneh.
Ify melengos. “Males banget. Kayak gak ada objek lain aja.” Ucap Ify ketus sambil membuang muka, yang tanpa sengaja mengarah ke tempat Gabriel yang terbaring.
Rio yang mengikuti arah pandang Ify jadi gelisah sendiri. ‘Ify sengaja apa gak sih nengok kesana?’ Tanya Rio dalam hati.
“Loe udah makan belum? Dari semalem kan loe gak makan.” Tanya Rio mengalihkan pembicaraan, berharap mengalihkan perhatian Ify padanya.
“Sok tau loe, gue gak laper” Ucap Ify ketus tanpa melihat lagi kearah Rio dan melangkah kearah sofa duduk menghempaskan tubuhnya disana lalu memainkan I-Phone miliknya, tanpa mempedulian keadaan sekitar lagi.
Rio mengangkat sebelah alisnya heran. “Kok marah?” Gumamnya kecil. Namun sempat tertangkap oleh kuping Alvin.
“Kecapean kali dia, beliin makanan aja, ntar gue yang nawarin” Ucap Alvin sambil memegang pundak Rio. Rio mengangguk lalu berbalik kearah teman-temannya.
“Ada yang mau nitip?” Tawar Rio.
“Gue minuman aja” Ucap Alvin.
“Yang lain?”
“Samain” Jawab mereka serempak.
“Oke, Ayo Shill” Ajak Rio pada Shilla, yang akhirnya meninggalkan ruangan bersama.
Sedangkan yang lain menghabiskan waktu dengan saling bercanda dan bercerita.
***
“Yah, udah mau maghrib nih Fy, Yel. Gue ama Acha balik duluan Ya.” Pamit Ozy. Acha mengangguk menyetujui.
“Gue juga ya sama Agni” Sahut Cakka.
Ify dan Gabriel mengangguk.
“By the way, gue thanks berat ya sama loe Fy buat yang kemaren. Karena loe, mereka gak jadi pisah. Thanks berat dan salam dari Kak El juga dan Seluruh keluarga gue” Ucap Cakka kepada Ify khusus.
Ify hanya tersenyum kecut. Sementara pikirannya langsung terbagi. Tapi yang keluar dari ujung lidahnya kembali berbeda dengan suasana hati yang sebenarnya. “Gue juga ikut seneng. Salam balik buat mereka ya” Ucap Ify tercekat. Mempertahankan intonasi suaranya agar terdengar biasa saja.
Yang lain hanya memandang heran.
“Yang pulang bisa denger cerita dari gue besok. Yang belum pulang dulu mungkin bisa diceritain sama Ify” Ucap Cakka mengerti keheranan teman-temannya. Yang lain langsung mengangguk setuju.
“Gue juga balik ya Fy.” Pamit Shilla.
“Loe balik sama siapa Shill?” tanya Gabriel.
“Bareng sama gue” Jawab suara berat yang tidak asing lagi ditelinga Ify. Suara Rio.
Ify langsung menoleh.
“Jangan lupa makan Fy, itu udah gue beliin” Pesan Rio lengkap dengan senyum manisnya. Yang membuat Ify ikut tersenyum.
“Ayo Yo, keburu maghrib nanti” Ajak Shilla sambil mengamit lengan Rio.
Ify melihat kegiatan Shilla yang mengamit tangan Rio. Perlahan dihembuskan nafasnya sekedar untuk mencari ruang bernafas agar tidak begitu sesak. “Hati-hati ya” Ucap Ify pelan.
Rio mengangguk, dan mengacak poni rambut Ify pelan. Perbuatan yang membuat sesak sebuah hati disisi lainnya.
“Gue balik duluan, loe masih disini Vin?” Tanya Rio.
“Yoi, masih mau ngobrol ngobrol ama suster kece disini.. awww” Ucap Alvin, dengan ringisan dibelakangnya karena pinggangnya dicubit Sivia.
“Siapa suruh genit” Sindir Sivia.
“Bener banget Vi, Si kodok suka genit. Apalagi kalo gak ada elo” Ucap Rio menggebu-gebu.
“Biasa aja dong. Belum kena lemparan sepatu gue ya?” Ancam Alvin sambil mengambil ancang-ancang melepas sepatunya.
“Ampun Vin, semua gue balik. Bye. Yuk Shill” Pamit Rio terburu-buru karena menghindari ancaman Alvin sambil menarik tangan Shilla dan menutup pintu kamar inap.
“Gerakan Refleks, tapi besar banget ya dampaknya.” Ucap Gabriel tiba-tiba.
Alvia kompak menoleh, termasuk Ify yang asyik dengan pikirannya sendiri.
“Maksudnya?” Tanya Sivia.
“Elo sih Vin pake ngancem Rio segala. Kan jadinya Rio buru-buru pulang sampai narik tangan Shilla.” Ucap Gabriel tanpa mempedulikan ucapan Sivia.
“Loe cemburu gitu Yel?” Tanya Alvin.
“Kalo gue cemburu, masa gue masih bisa ngomong gini? Seharusnya, gue diam, terpaku dan melamun” Jawab Gabriel.
Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut. Kompak Alvin dan Sivia menengok kearah Ify. Ify langsung membuang pandangannya kearah lain. Namun merasa tetap diperhatikan, akhirnya Ify memandang kembali Alvin, Sivia dan Gbriel yang kini menatapnya.
“Ada yang salah dengan muka gue? Ngeliatin gue segitunya. Elo Vi, apa loe udah sadar kalo gue lebih cantik dari elo? Elo Vin, loe naksir ya sama gue? Dan elo Yel, loe terserang penyakit Brother Complex ya?” Tanya Ify asal. Yang lain hanya melengos.
Ify tidak mempedulikan tanggapan dari teman maupun kakaknya. Dan langsung membuka-buka bungkus nasi padang yang dibelikan Rio tadi.
“Laper Fy?” Ledek Sivia.
“Mubazir kalo gak gue makan” Tanggap Ify cuek.
“Mubazir makanannya, atau karena yang ngebeliin istimewa jadinya mubazir gak dimakan?” Ucap Gabriel setengah menggoda.
Ify memutar bola matanya kesal. Dan langsung berbalik menghadap kakak dan sahabatnya.
“Gak jadi makan Fy? Apa minta disuapin sama yang ngebeliin?” Kali ini Alvin ikutan menggoda.
Diluar keinginannya, pipi Ify menghangat. “Udah puas godain guenya?” tanya Ify kesal.
Ledakan tawa mulai memenuhi seisi ruangan rawat inap Gabriel.
Ify manyun. “Rese!” Ucapnya kesal sambil menghentakan kaki dna melipat kedua tangannya didepan dada.
“Eitsss, ga boleh ngambek. Loe punya hutang cerita sama kitaa” Ucap Sivia sambil merangkul Ify. Ify menghembuskan nafasnya pelan.
“Mulai dari yang masalah Cakka dulu aja deh” Pinta Alvin.
Ify mengangguk, dan mulai menceritakan apa yang terjadi saat dia pergi kerumah Cakka kemarin. Peristiwa yang membuatnya lepas kendali saat dirumah dan bisa dibilang penyebab utama kaburnya Deva dan celakanya Gabriel.
Reaksi yang mendengar cerita Ify hampir sama terkejutnya. Gabriel sendiri terbelalak. “Jadi...? Yang buat loe tiba-tiba pulang dalam keadaan nangis.. Mm..Jangan bilang...” Gabriel langsung tidak tenang membuatnya kehilangan akal dalam menyusun kata-kata dalam kepalanya.
“Iya” Jawab Ify langsung. “Maaf banget soal itu. Gue lepas kendali. Kejadian 10 tahun lalu itu udah kayak mimpi buruk yang mengikat gue” Ucap Ify tertunduk.
Walaupun tidak begitu mengerti apa yang barusan dibicarakan Ify atau Gabriel, Sivia tetap berinisiatif untuk mulai merangkul Ify dan mengusap punggung sahabat sejak sekolah dasar untuk menguatkannya.
“Gue inget waktu Bunda sama dia pisah” Ucap Ify enggan menyebut kata Papa dalam kalimatnya.
“Dia?” Tanya Alvin kurang jelas.
“Bokap gue dan Ify Vin” Jelas Gabriel.
Alvin mengangguk paham.
“Gue takut banget waktu itu. Apalagi kepisah sama elo Yel” Cerita Ify sambil menunduk dalam. Sivia makin mengeratkan rangkulannya. Dia mengerti, sahabatnya akan mulai berbagi.
“Awalnya gue kesel sama Deva, karena gue pikir dia penyebabnya. Tapi setelah ngeliat Bunda yang sangat menyayangi dan ngeliat cara Bunda buat ngebela Deva. Gue tau buka Bunda yang salah. Tapi ‘Dia’ yang egois.” Ucap Ify, mendadak intonasinya berubah kesal.
“Loe manggil nyokapnya Loe bukannya ‘Mama’ Fy?” Tanya Alvin.
“Bunda udah gak ada” Ucap Ify lirih dan pelan, namun sangat tertangkap di telinga Sivia. Sivia dapat merasakan tubuh Ify bergetar dalam rangkulannya.
“Nangis Fy, kalo emang itu buat loe lega.” Bisik Sivia.
Ify menggeleng. “Gue gak mau Vi. Gue mau coba lawan itu semua.” Ucap Ify pelan.
“Ada kita yang akan bantu elo Fy” Ucap Alvin sambil mengacak rambut dan duduk disampingnya.
Ify tersenyum kearah Alvin dan Sivia yang ada disamping kanan kirinya. “Thanks”
Alvin dan Sivia tersenyum mengerti.
“Jadi? Apa alasan kalian nyembunyiin ini dari kami semua. Kita kan sahabat” Tanya Alvin melempar pandangan menuntut kearah Gabriel dan Alvin.
“Gue rasa gak ada yang perlu dijawab. Loe kemaren liat kan sikap ‘Dia’ terhadap gue? Apalagi setelah dia tau gue dan gabriel udah ketemu” Jawab Ify.
“Kemaren Papa kesini Fy?” tanya Gabriel terkejut.
“Fine, gue lupa cerita sama elo Yel.” Ucap Ify tanpa menyesal. “Itu juga yang membuat Via dan Alvin tau” Ucap Ify santai.
“Papa bilang apa?” Tanya Gabriel.
“Mau mindahin elo lagi, biar ga ketemu gue. Menyalahkan Deva atas kesalahan ini. Dan.. yabegitulah. Tau kan tabiat ‘Dia’?” Jelas Ify.
“Kok ga cerita dari kemaren sih?” Tanya Gabriel lagi.
“Tunggu deh, sebenernya apa alasan kalian buat ga cerita sama kami yang sebenarnya? Kalian takut kita ember gitu? Toh, kita justru bisa nentang bokap loe bareng kalo kita tau.” Ucap Alvin.
“Gak semudah itu Vin, bokap gue itu anti pertentangan, termasuk dari gue sendiri anaknya. Itu penyebabnya gue kabur dan menyembunyikan identitas gue yang sebenernya sebagai kakaknya Ify. Supaya Ifynya aman dari orang-orang bokap gue. Dan gue gak mau ngelibatin banyak orang. Dan karena itu gue mohon banget kalian gak cerita kesiapapun lagi.” Ucap Gabriel.
“Mungkin ada saatnya gue yang akan cerita nanti kalo semua udah lebih baik, walau gue gak yakin ini akan membaik” Ucap Ify.
Alvin dan Sivia saling berpandangan, hati mereka masih bertentangan dengan pendapat Ify maupun Gabriel.
“Vin, Vi” Panggil Ify pelan dengan melempar tatapan memohon.
“Kita sembunyiin, termasuk sama Rio?” Tanya Alvin hati-hati.
“Kok jadi ke Rio sih?” Keluh Ify.
“Yah Fy, gimana juga Rio kan sahabat seorok gue lagipulaa......” Ucap Alvin menggantung.
“Lagipula?” Tanya Ify.
“Lagipula loe kan deket sama dia tuh, atau mungkin loe naks....”
“Jangan sembarangan ngomong loe Vin” Ucap Ify memotong perkataan Alvin, namun tanpa disadari pipinya mulai menghangat.
“Yakin? Kalo gak naksir, masa langsung bete ngeliat Rio narik tangan Shilla doang?” Goda Alvin sambil menaik turunkan alisnya.
Ify langsung manyun.
“Loe beneran naksir Rio Fy?” tanya Sivia terkejut.
“Apaan sih Vi. Kenapa loe jadi ikutan? Anaknya jahil gitu juga” Ucap Ify.
“Kalo Rio juga naksir elo gimana Fy?”
Tanpa diminta pipi Ify semakin memerah mendengar pertanyaan Alvin.
“Apa sih Vin. Loe liat kan? Gue sama dia jarang akur tau” Bantah Ify.
“Tapi bukan berarti gak saling suka kan Fy? Buktinya elo kadang Cuma bisa cerita ke Rio, nangis juga lebih sering sama Rio sang temen SMP dibanding gue sahabat kecil loe dari SD.” Kali ini Sivia ikut menambahi.
“Kok jadi gue sih yang diledekin” Ucap Ify jutek. Gabriel hanya tertawa pelan melihat teman-temannya meledek adiknya sendiri.
“Bener banget Vi, malah waktu Bian gak ada. Ify ma makan lagi karena Rio juga lho” Ucap Gabriel ikut-ikutan.
“Siapa yang ngeledek, gue kan Cuma nanya. Kalo Rio naksir elo juga gimana?” Tanya Alvin.
“Mana mungkin, sifat kita terlalu sering bentrok Vin. Lagipula loe liat deh perhatian dia ke Shilla. Dan gue rasa Shilla juga ada rasa sama Rio dilihat dari matanya.” Ucap Ify, perlahan hatinya kembali nyeri.
Yang lain terdiam membenarkan ucapan Ify yang tentang sikap Shilla ke Rio, yang bisa dibilang mengatakan jika gadis itu menyukai Rio.
“Kalo Rionya naksir elo gak masalah kan” Ucap Alvin mengulang pertanyaannya.
Ify menggeleng. “Masalah buat gue, karena gue gak mungkin bersaing sama sahabat sendiri. Apalagi karena cowok. Dan gue sama Rio untuk sekarang ini nyaman dengan status persahabatan kami. Sama kayak gue ke Via ataupun ke elo Vin.” Ucap Ify pelan.
“Semoga, perkiraan kita gak bener ya. Tentang Shilla yang suka Rio.” Ucap Sivia sambil mengusap punggung Ify kembali. Walaupun Ify berkata tidak, tapi ia sangat yakin kali ini Ify berbohong. Ify memang pandai menyimpan perasaannya. Tapi tidak untuk kali ini, sahabatnya saat ini sedang berbagi. Dan memperlihatkan isi hatinya didepannya.
“Semua memang bisa direncanakan Vi, semua bisa diharapkan. Tapi tidak untuk sebuah perasaan. Sesuatu yang tinggi dari pada singgasana, lebih indah dari mahkota ataupun bisa lebih buruk dari tanah yang kering.” Ucap Ify lirih.
Sivia mengangguk mengerti. Kesendirian dari sebelumnya memang membuat Jauh lebih dewasa dan mengerti orang lain dan lingkungannya. Namun Ify tetaplah Ify, seorang gadis yang masih akan tetap memperlihatkan kemarahan dan kesedihan dengan caranya. Menangis tanpa berusaha berbagi atau tersenyum tegar karena ada tangan lain yang merangkul pundaknya saat dirinya memutuskan berbagi.
“Kak Ify” Panggil seseorang dengan nada penuh kehati-hatian.
Ify menoleh kearah pintu ruangan yang tanpa disadari telah terbuka oleh sosok yang begitu dikenalnya, disayanginya dan –sekarang- teramat sangat dicemaskannya.
“Deva” Balas Ify sambil bangkit dari duduknya dan melepas rangkulan Sivia lalu menyongsong sosok Deva dan memeluknya erat. Deva hanya diam terpaku melihat reaksi kakaknya. Dan yang ia yakini saat ini, ucapan Ray kalo Ify mencemaskannya terjawab sudah melalui reaksi Ify.
“Loe gapapakan Dev? Gimana? Loe udah makan belum? Loe kok dekil gini sih? Pulang ya kerumah” Cerocos Ify tanpa jeda.
Deva menaikan sebelah alisnya, pertanda bingung dengan berbagai macam pertanyaan Ify yang bertubi-tubi.
“Ngerem dikit napa kak nanyanya. Loe kebiasaan deh” Keluh Deva.
Ify nyengir. “Maap-maap gimana keadaan elo?” Tanya Ify.
“Kita baru gak ketemu belum nyampe 2 hari kak” Balas Deva.
“Tapi tanpa kabar, elo kabur gitu aja.” Ucap Ify.
“Tapi kan ada alasannya” Bantah Deva.
“Alasannya gak mutu tapi. Loe kabur dari rumah elo sendiri.” Ucap Ify.
“Yakin itu rumah gue? Gue sendiri aja gak jelas statusnya apa tinggal disana. Tepatnya itu rumah keluarga loe kak” Ucap Deva.
“Penting banget masalah status, udah kayak mau buat kartu keluarga. Keluarga gue ya keluarga elo juga. Dan kita udah tinggal disana lebih dari 9 tahun yang lalu dan 7 tahun yang lalu itu jadi rumah kita. 10 tahun udah kita lewatin bareng Bunda dan Mama dalam rumah itu. Dan sekarang kenapa loe masih bisa bertanya soal status?” Tanya Ify berat.
Deva terdiam.
“Seandainya loe bukan anak Bunda, loe bukan adek gue atau Gabriel, dan seandainya gak ada setetes darah Tn. Damanik mengalir dalam tubuh loe. Itu gak akan mengubah semuanya. Semua kasih sayang Bunda terhadap elo sampai akhir hayatnya, semua pembelaan Bunda terhadap elo saat itu. Kasih sayang dari Mama Linda. Bahkan gue, temen dan musuh dalam kejahilan kita masing-masing. Gak ada yang berubah. Sampai detik ini dari sepuluh tahun yang lalu, saat elo dan gue saling menjaga satu sama lain, saling menyayangi sambil bermusuhan di detik berbeda. Saat elo mulai meniru tingkah Gabriel yang konyol untuk sekedar menghibur gue yang kangen Iyel waktu itu. Semua belum berubah. Bukan soal elo siapa. Tapi elo, adalah ADIK GUE !” Ucap Ify tegas.
Deva langsung memeluk Ify. Tanpa bisa menahan butiran bening dari matanya Deva langsung melepaskan semuanya dipundak Ify. “maafin gue kak, maafin gue. You’re my best sist. Gue janji ini terakhir gue buat elo khawatir. Gue janji” Ucap Deva tersenggal.
Ify mengangguk dalam bahu Deva. Tak lama meraka saling melonggarkan pelukan masing-masing.
“Maafin gue ya kak” Ucap Deva lagi.
“No prob broo” Ucap Ify sambil mengacak-acak rambut Deva dengan kedua tangannya.
Deva tersenyum lembut. Lalu mengarahkan pandangannya ke arah Gabriel dan tersenyum penuh sesal. Dihampirinya ranjang tempat Gabriel tengah duduk setengah berbaring.
“Maafin gue udah buat loe kayak gini kak” Ucap Deva penuh sesal.
“Karena loe udah buat gue begini seharusnya loe gak kabur...”
“Iya gue tau gue salah waktu itu ngebut” Potong Deva.
“Gue tau loe gak kabur sepenuhnya, bahkan saat loe mapah badan gue yang bener-bener mati rasa, saat loe nyingkirin cagiva gue, sampai ketika loe nelpon ambulance dengan nada panik pun gue masih bisa tau walau gak sadar sepenuhnya.” Jelas Gabriel.
Deva terbelalak tak percaya.
“Sekarang gue gak bisa jagain Ify sepenuhnya kayak sebelumnya. Loe gak seharusnya kabur kayak kemaren. Bener yang Ify bilang, gue gak mau tau tentang status loe siapa sebenernya. Gue Cuma tau loe itu adek gue, anak dari Bunda dan udah jadi pengganti gue dalam menjaga Ify saat gue kepisah sama dia.” Jelas Gabriel.
“My Brooo” Ucap Deva sambil memeluk gaya laki-laki kepada Gabriel tanpa mempedulikan erangan kecil dari mulut Gabriel.
“Dev.. sa.. sak.. kit” Ucap Gabriel terbata.
Deva melepas pelukannya. “wah maap kak khilap” Ucap Deva heboh.
“Iya.. iya” Ucap Gabriel bete.
“Sampai kapan penyembuhannya kak?” Tanya Deva.
“Kurang lebih sebulan Dev” Sahut Ify.
Deva menoleh, rasa bersalah kembali menyergapnya. Gabriel yang menyadari perubahan raut wajah Deva secara tiba-tiba langsung menyahut. “Tapi kalo gue pasiennya bisa kurang dari sebulan pastinya. Malah bisa seminggu” Canda Gabriel.
Deva tersenyum masam.
“Berarti loe gak bisa ikut tanding bulan depan dong Kak?” Tanya Ray tiba-tiba.
Seluruh pandangan tertuju pada Ray.
“Mungkin untuk inti cowok akan ada seleksi pemain lagi” Ucap Alvin.
“Tapi kan masih bulan depan, gue udah sem...”
“GAK” Ucap Alvin dan ify berbarengan dengan melempar tatapan galak memotong ucapan Gabriel.
Gabriel langsung manyun. “Pada gak mau gue sembuh ya”
“Bukan gitu kak. Loe itu baru selesai pemulihan, masa mau langsung diajak turnamen” Jelas Ify.
“Tapi kan justru harus banyak gerak biar gak kaku” Bantah Gabriel.
“Tetap gak boleh kak, yang ada susunan tulang yang baru sempurna bisa bergeser lagi” Protes Ify.
“Kan Cuma main basket Fy, bukan smack down” Ucap Gabriel.
“Nah loe tau kan? Permainan cowok dan cewek dalam basket beda. Cowok bisa aja main kekerasan secara gak langsung, saling body. Belum lagi lari-lariannya.” Nasehat Ify.
“Iih, susah ngomong ama loe Fy”
“Susahan ngomong sama elo kak, ngeyel anaknya” Ucap Ify tak mau kalah.
“Kalian tuh sepintas beda, tapi kalo diperhatiin lebih detailnya kalian itu sama” Celetuk ray tiba-tiba. Semuanya melihat kearah Ray.
“Jangan bilang loe juga udah tau, Kalo Gabriel sebenernya kakaknya Deva dan Ify?” Selidik Alvin.
“Sayangnya gue harus jawab Ya kak” Jawab Ray sok diplomatis.
“Loe juga udah tau kak? Kak Sivia juga?” Tanya Deva yang kaget mendengar pertanyaan Alvin.
Alvin dan Sivia kompak menjawab “Ya”
“Tapi tenang, kita gak akan ngasih tau yang lain lagi kok, termasuk Rio.” Ucap Alvin.
“Kok abang gue gak?” Tanya Ray.
“Soal itu loe tanya aja sama tuh” Ucap Sivia sambil menunjuk Ify.
Ify mengangkat bahunya sedikit. “Kalo ditanya, gue juga belum tau alasan kuatnya, tapi kalo emang waktunya bakal kita ceritain ke yang lain kok” Jelas Ify.
Ray mengangguk paham. “Tapi kan loe deket banget kak sama Kak Rio. Aneh aja kayaknya kalo loe gak cerita”
“Yah dibahas lagi” Keluh Ify.
Ray menaikkan sebelah alisnya heran. “Maksudnya?”
“Eheemmm, gak ada rasa katanya. Tapi jadi bete kalo nama si ‘itu’ disebut” Sindir Alvin.
“Alviiiinnn gak mulai deh” Ucap Ify dengan ekspresi muka cemberut.
“Cieeee, kembaran gue beneran jatuh cintaaaa” Ucap Gabriel sambil tergelak.
Ray dan Deva mulai mengerti arah pembicaraan yang menggoda Ify tentang Rio.
“Kita bakal besanan Dev” Ucap Ray ikut menggoda Ify.
“Loe pada kenapa sih? Berhenti godain gue kek” Keluh Ify.
“Kalo Kak Rio naksir elo juga, kayaknya loe udah melayang ke langit ke tujuh kak” Ledek Deva.
“Mati dong gue” Tanya Ify polos.
Yang lain langsung tergelak melihat kepolosan Ify. Ify langsung manyun dan pura-pura ngambek karena dari tadi dirinyalah yang menjadi sasaran godaan yang lain. Yang lain kompak langsung diam melihat Ify yang diam sambil melipat dua tangannya didepan dada.
“Yah jangan ngambek dong Fy” Rayu Sivia.
Ify membuang muka. “Udah puas godain gue nya? Gak kalian gak Rio sama-sama hobby godain orang ya” Ucap Ify kesal.
“Cieee, yang sering digodain Riooo” Koor yang lain kompak, membuat pipi Ify bersemu merah.
“Itu pipi apa kesumba non?” Ledek Alvin sambil tertawa puas. Yang lain ikut tertawa mendengar ucapan Alvin.
***
Cheers (;!!!
Trisil {}
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar