Gomenasai Anime Smiley trisillumination: That's All Cause Ify Part 23

Selasa, 25 Desember 2012

That's All Cause Ify Part 23


Kehidupan dan kematian, hanyalah sebuah misteri yang dibatasi oleh kepulan kabut tipis yang sejatinya tidak pernah tertembus dalam intelegensi sebuah pandangan akal dan pikiran.

***

Derap langkah kaki cepat sepanjang koridor telah memecah keheningan malam yang begitu rapuh dalam kesedihan. Seperti tidak mempedulikan dimana langkah berjalan atau tanpa niat sedikit mengurangi suara dari derap langkahnya mereka tetap berjalan cepat di koridor menembus malam. Bahkan suara tegur dari suster jaga seperti tidak diindahkan oleh mereka. Satu tujuan mereka saat ini. Unit Gawat Darurat.

***

Tujuh pasang mata milik Mama Manda dan Suaminya, Rio, Ray, Ify termasuk Sivia dan Alvin masih enggan dipejamkan. Mereka masih sedia menunggu keluarnya para tim medis dnegan kabar yang tidak mengecewakan. Hingga derap langkah dari ujung koridor memecah perhatian mereka.
“Mas, bagaimana keadaan Bian?” Tanya seorang laki-laki yang tampak lebih muda dari ayah Rio sambil memegang pundak ayah Rio. Cemas.
“Masih inget punya anak Om?” Sinis Rio yang masih tetap duduk dibangku yang ada di Ruang tunggu dengan pandangan lurus.
Laki-laki yang dipanggil “Om” hanya dapat menunduk.
“Rio” lirih Mama Manda.

“Gimana usaha butik di Singaporenya tante? Sukses? Apa ntar gak kenapa-kenapa kalo ditinggal?” Tanya Rio santai tanpa menatap wanita yang datang bersama laki-laki tadi.
Wanita yang merasa dipanggil “Tante” tadi hanya menghembuskan nafas berat.
“Kak Rio” Ucap Ray pelan.
“Kenapa Ray?” Kali ini Rio menghadap Ray. “Loe kangen sama Om dan Tante kita yang sering keluar negeri ini? Loe aja kangen gimana anaknya?” Tanya Rio diakhiri dengan tawa hambar.
“Rio udah, jangan diperkeruh lagi” Ucap Ify lirih dan tatapan memohon.
Ego Rio agak melunak, dia lupa bahwa dia tidak sendiri.

Cklekk... Suara Pintu UGD RS Mitra Nusantara yang dibuka oleh sang Dokter dalam raut muka muram. Seluruh pandangan kini hanya terpusat pada sosok laki-laki setengah baya berkacamata dibalut dengan jaz putih khas kedokteran.
“Gimana keadaan Bian Dok?” Tanya Rio langsung.
Sang Dokter agak memijat keningnya sebentar. “Seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, hanya ada dua cara. Pendonoran jantung dan pemasangan jantung elektrik. Tapi melihat kondisinya sekarang tidak mungkin saya memaksa untuk melakukan pemasangan jantung elektrik dan memaksa jantungnya tetap berpacu” Ucap Dokter Fadli pelan yang sering menangani Bian.
“Masih ada satu jalan Dok” Ucap Ify.
“Yah, masih ada satu. Pendonoran. Tetapi saat ini jarang orang yang akan menyumbangkan jantungnya, kecuali memang dia tidak berniat hidup, itupun belum tentu cocok.” Ucap sang Dokter berat.
Seluruh yang ada di ruang tunggu terdiam. Rio dan Ify saling berpandangan aneh. Alvin dan Sivia yang tadinya sibuk berpikir jadi lebih memperhatikan Rio dan Ify. Alvin dan Sivia saling berpandangan.
“Apa yang ada dipikiran kamu, kayaknya ada dipikiran aku juga” Bisik Sivia pada Alvin. Alvon mengangguk. Lalu mengarahkan dagunya kearah Sivia lalu ke Ify. Sivia mengangguk. Sivia berjalan kearah Ify, Alvin kearah Rio.
“Maaf Tante, Om kita ke belakang sebentar” Pamit Alvin sambil mendorong Rio dan Sivia merangkul Ify mengikuti langkah Alvin dan Rio.

@Taman dekat UGD

“Apaan sih Vin?” Ucap Rio menyingkirkan tangan Alvin dari bahunya.
“Lepas deh Vi, saatnya gak tepat pergi dari sana” Ucap Ify.
“Seperti gue dan Sivia yang punya pikiran sama, gue yakin loe berdua punya pikiran sama” Ucap Alvin.
“Kan elo yang satu hati sama Sivia, ngapain nyambungin ke gue sama Ify sih” Ucap Rio agak kesal.
“Kelamaan Vin, harus to the point, saat gak tepat untuk basa basi. Gue yakin diantara loe dan loe pasti ada pikiran untuk ngedonorin jantung kalian” Ucap Sivia blak-blakan sambil menunjuk Rio dan Ify satu persatu.
Rio dan Ify tersentak dan saling berpandangan. Alvin cengo, sepertinya dia lupa kalau Sivia hanya manis dimuka tapi ceriwis dalam berbicara.
“Kita temen Yo dari kecil, kita tumbuh bareng dan belajar bareng, loe emang pinter dalam nyembunyiin semua perasaan, tapi disaat kayak gini, loe terlalu bodoh untuk itu.” Ucap Alvin.
“Sama seperti loe Fy, gue kenal Ify sahabat gue yang begitu loyal dalam segala hal. Dia baik banget. Malah kadang terlalu baik. Tapi hidup elo Fy, masa loe mau nyia-nyiain semua?” Ucap Sivia.
“Gue gak nyia-nyiain Vi. Gue Cuma akan memberikan kesempatan hidup itu untuk orang lain....” Ucapan Ify terputus dengan ucapan Sivia.
“Dan meninggalkan dunia ini?”
Ify terdiam.
“Jantung loe Cuma satu Yo. Satu harta yang membuat loe seperti sekarang....”
“Tapi Bian jauh lebih membutuhkan jantung ini” Potong Rio pada ucapan Alvin.
“Dan elo gak butuh gitu?” Tanya Alvin sakartis
“Bukan begitu Vin, disini gue hanya memprioritaskan” Ucap Rio agak emosi.
“Disini apa yang disebut prioritas?” Tanya Alvin tenang.
Rio terdiam.
“Dan elo Fy, orang yang gue kenal jauh lebih bisa berpikir panjang dibanding remaja seumur kita. Gue heran, sempet ada pikiran gak masuk akal begitu” Sinis Alvin.
Ify terdiam. Keadaan menjadi hening antara Rio, Ify, Alvin maupun Sivia.
“Kak Rio, Kak Ify, Bian manggil kalian” Panggil Ray yang memecahkan keheningan diantara mereka berempat.
Mereka hanya saling berpandangan sebelum langsung berlari beriringan menuju kamar Bian.

@UGD

Sesampai di Ruang Unit Gawat Darurat mereka mendapatkan Mama Manda yang masih terisak dalam rangkulan Papa Rio. Dan Mama Bian yang menangis dalam pelukan Papa Bian. Rio tidak menghiraukan keadaan sekitar ruang Unit Gawat Darurat. Pandangannya langsung terfokus pada sosok kecil dengan berbagai selang yang menempel ditubuhnya kini tengah tersenyum lemah. Rio dan Ify langsung berpencar ke sisi kanan kiri Bian dan menggengam tangan kecil yang berusaha menggengam erat.
“Kak Ify” Panggil Bian pelan.
“Iya sayang?” Jawab Ify lirih, menahan luruhan airmata yang mungkin saja akan terjatuh.
“Kakak Bian paliiinnnnngggggggg cantik” Ucap Bian masih terdengar lemah. “Paling baik, bisa apa aja. Asyik, mau temenin aku, mau ajarin aku, mau masakin aku, mau nurutin semua permintaan aku. Kakak kayak peri. Peri buat hati aku” Ucap Bian polos.
Ify menunduk, menyembunyikan airmata yang sudah membentuk sungai kecil dipipinya. Sambil menciumi tangan kecil Bian yang kini menggengamnya erat.
“Jangan nangis kak” Ucap Bian sambil melepas genggaman tangannya pada Ify dan menghapus jejak air mata dipipi Ify. “Jangan nangis, demi aku” Ucap Bian sambil kembali menggengam tangan Ify dan meletakkan didadanya.
“Kak Rio” Panggil Bian yang beralih pada Rio.
Rio mendekat tanpa mengucapkan sepatah katapun.
“Kakak Bian terganteng, walau masih gantengan Bian” Ucap Bian sambil sedikit terkekeh kecil. Rio tersenyum perih. “Jagoan aku, Guru aku, Kakak aku, Orang Tua aku, semua hidup didalam kak Rio buat aku. Makasih untuk semuanya kak” Ucap Bian sambil menempelkan punggung tangan Rio ke hidungnya. Rio mengangguk.
“Heughhh” Bian kehilangan kendali pernafasannya.
“BIANNN” Koor orang-orang yang berada dalam UGD.
“Hhh.. hhh.. aku gak pa-pa, jangan cemas.. hhh.. hhh... aku... hhh... baik-baik... hhh... hhh ajaa” Ucap Bian tersenggal.
“Berhenti bicara Bian, kakak mohon” Ucap Ify sambil menggenggam erat tangan Bian.
Bian hanya tersenyum dan berusaha mengatur nafasnya.
“Aku.. hhh.. Aku gak papa kakak” Ucap Bian lancar. Ify mengusap puncak kepala Bian dengan tangan satunya.
“Makasih buat tante sama Om, mau terima aku” Ucap Bian pada Mama dan papa Rio.
“Mama, Papa, makasih buat semuanya. Tanpa kalian aku gak pernah ada” Ucap Bian sambil tersenyum lugu pada kedua orang tuanya.
“Makasih buat kak Ray yang mau nemenin aku main saat Kak Rio belum pulang dan bersedia jadi kakak ganteng buat aku” Ucap Bian pada Ray.
“Makasih Buat hari ini kak Rio, kak Ify, kalian nurutin permintaan aku. Makasih mau jadi kakak aku, jadi orang tua buat aku, jadi teman bermain aku, jadi guru dalam segala hal buat aku. Aku gak akan pernah lupa tentang kalian” Ucap Bian sambil memandang keseluruhan orang yang berada dalam Ruang UGD.
“Kak Rio Kak Ify, izinin aku peluk kalian” Ucap Bian.
Rio dan Ify mengangguk, dan mengangsurkan tubuh mereka kearah Bian yang langsung disambut antusias gaya ceria khas anak kecil.
“Heuuggghh” Nafas Bian kembali tidak beraturan, Rio dan Ify berusaha melepas pelukan Bian untuk mengurangi sesak.
“Hhhh.. jangan dilepas kakk... hhh... dingin... hhh... jangan dilepas... hhh... hhh.. kalo kalian baik seperti Tuhan... hhh... hhh... Tuhan yang menganugerahkan orang-orang hebat dalam hidup aku hhh... hhh... jangan dilepas sampai akhir... hhh... hhh...  aku... sayang... hhh... kalian... Jangan bersedih karena aku.. hhh... tetap bersama-samalah buat aku.... Aku dalam hati kalian dan akan bersinar terang seperti bin.... tangg.” Suara Bian yang tersenggal kini menghening. Pelukan yang begitu erat melingkar di leher Rio dan Ify terasa mengendur. Bian menghembuskan nafas terakhirnya dipeluk dan dikelilingi orang yang disayang dan menyayanginya.

***

Kabut tipis itu sudah tak lagi tertembus oleh tangan fana dari sang hamba. Menyisakan kegelapan yang tidak tertangkap sinar. Sinar kebahagiaan.

***

Keesokan paginya tubuh kaku sang jagoan kecil dikebumikan. Pemakaman yang dihadiri oleh para kerabat dekat, relasi orang tua Bian ataupun Rio dan beberapa teman dekat dari Rio dan Ray juga ikut menghantarkan sosok ceria yang telah pergi meninggalkan senyum kecilnya.

Kematian tidak memandang usia, tua, muda, sakit, sehat, kaya, miskin. Sang kematian tidak akan memandang harta fana dalam memeluk ‘calon kawannya’

***

Sosok tinggi dengan kemeja panjang yang digulung sampai siku berwarna hitam, dan celana bahan warna senada dan kacamata hitam yang menutupi pandangannya masih belum bergeser dari tempatnya semenjak sosok kecil Bian dikebumikan. Memandang dari jauh merupakan pilihannya untuk segera mengikhlaskan sosok jagoan kecil yang sudah dianggap adik kandungnya.
“Ikhlasin Yo” Ucap seseorang yang menepuk dan meremas pundak sosok tinggi tadi. –Rio-
Rio menoleh kearah seseorang tadi, Alvin salah satu sahabatnya. Rio hanya tersenyum miring.
“Loe gak ngerasain Vin...”
“Gue emang gak ngerasain kehilangan saat ini sedalam elo, tapi gue pernah ngerasain kehilangan yang mungkin lebih dalam daripada elo saat ini saat nyokap gue pergi” Ucap Alvin memandang lurus.
Tak ada jawaban dari Rio. Keheningan kembali menyelimuti.

***

Ify memandang nanar gundukan tanah dihadapannya, Damian Rakaditya Haling. Nama asli dari panggilan sayang dari sosok Bian terukir diatas nisan putih. Tak ada lagi tangis seperti waktu Bian masih diruang UGD. Mata sembab yang kini ditutupinya dengan kacamata hitam adalah wujud lelah dan kesedihannya.
Para penghantar sudah satu persatu meninggalkan tempat persemayaman. Sambil memainkan taburan bunga diatas gundukan tanah tadi, pikiran Ify kembali melayang saat Bundanya tercinta pergi meninggalkan dunia ini.

***

FLASH BACK ON
Satu persatu penghantar jenazah sang Bunda meninggalkan pemakaman dengan menepuk pundaknya dan sedikit memberikan kata-kata motivasi untuk membangkitkan semangat Ify kecil. Tak ada air mata yang mengalir untuk menangisi kepergian bundanya. Tangan kecilnya justru sibuk mengusap punggung Deva kecil sang adik yang menangis. Kata-kata motivasi dari setiap pelayat seperti angin lalu ditelinganya.
“Ify, Deva pulang yuk. Besok kita kesini lagi lihat Bunda” Ajak Tante Linda, sebelum Deva dan Ify memanggilnya Mama.
“Nanti Bunda sendirian tante” Ucap Deva menolak.
“Bunda gak sendirian sayang Bunda dijagain sama Tuhan” Ucap Tante Linda lembut.
“Tuhan baik sama Bunda, tapi kenapa Tuhan ga baik sama aku dan Kak Ify, kenapa Bunda diambil?” Tanya Deva.
“Karena Tuhan sayangg banget sama Bunda, Bunda kan Baik. Kita pulang ya, kita akan bicara tentang Bunda dirumah. Tante akan cerita semua tentang Bunda” Bujuk Tante Linda lagi.
Deva mengangguk. “Tapi tante janji ya”
Tante Linda mengangguk.
“Tante” Panggil Ify, suara yang dari semalam menghening akhirnya terbuka.
“Iya sayang”
“Kami boleh panggil Tante, Mama” Tanya Ify takut-takut.
Tante Linda tersenyum, dan sedikit berjongkok menyamakan tingginya dengan Ify kecil. Mangacak rambut Ify dengan sayang “Tentu saja” Jawab tante Linda dengan tersenyum manis dan merentangkan tangannya.
Ify dan Deva langsung menghambur kepelukan Tante Linda sebagai Mama Baru mereka.

FLASH BACK OFF

***

Segelintir kenangan kecil yang mengurungnya untuk tetap ingin dimasa lalu. Untuk tetap mengharuskannya terus mengingat setiap detail rentetan kisahnya sampai saat ini.
Tepukan pundak dari seseorang membuyarkan lamunan Ify.
“Kak Iel” Ucap Ify.
“Kita pulang yuk” Ajak Gabriel.
Ify merasakan deja vu saat itu juga. Ify menggelengkan kepalanya secara tak sadar. Berusaha menolak sang masa lalu yang akan memeluknya.
“Kenapa gak Fy? Kita harus belajar ngikhlasin Bian” Ucap Gabriel.
Ify tersadar. Tapi tetap tidak menjawab. Rasa sakit menyerang kepalanya saat ini. Ify memijat keningnya untuk mengurangi rasa sakit yang menyerang.
“Loe kenapa Fy?” Tanya Gabriel sambil menahan badan Ify yang sedikit limbung. Gabriel memeriksa kening Ify. Panas.
“Kita pulang yuk? Atau mau kedokter dulu?” Tanya Gabriel cemas.
Ify menggeleng. “Gak usah, gue Cuma butuh istirahat. Kita pulang” Ucap Ify menolak.

Sementara dalam kediaman antara Alvin dan Rio.
“Kalau gue cewek rasanya mau meraung mungkin” Ucap Rio tak sadar.
Alvin tersenyum miring. “Gue rasa dia jauh lebih tegar dibanding elo, gak ada air mata dari semalam semenjak Bian pergi” Ucap Alvin sambil menunjuk kearah Ify dan Gabriel.
Rio mengikuti arah yang ditunjuk Alvin. Terlihat Gabriel yang memegang bahu Ify bahkan hampir setengah memeluk. Entah mengapa ada perasaan tidak suka dibenaknya kini. Rio menggeleng keras. ‘sempet-sempetnya’ bathin Rio.
“Dia kan udah ada sandarannya, makanya bisa tegar” Ucap Rio sambil membuang pandangan.
Alvin tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. “Gue ngebalikin anak orang dulu ya, dari sore kemaren gue culik. Kalo loe butuh temen, hubungi gue segera aja ya” Ucap Alvin samil meninggalkan Rio setelah sebelumnya melihat sedikit anggukan kecil dari sahabat dari kecilnya.

Balik ke Ify dan Gabriel
“Kita pulang sekarang” Ajak Gabriel.
Tak ada jawaban dari Ify yang masih sibuk memijat keningnya.
“Fy?” Panggil Gabriel pelan.
“Kenapa Kak, dulu Bunda, sekarang Bian. Kenapa setiap yang deket sama gue semua pergi. Kenapa yang gue sayang selalu ninggalin gue. Kenapa kak?” Tanya Ify meracau.
Gabriel terpaku.
“Kenapa semua pergi, Bunda, Bian, berikutnya siapa kak?” Tanya Ify masih dalam keadaan menunduk sambil memijat keningnya. Masih tetap tak ada air mata dalam kefrustasiannya.
“Kenapa kak, Jawab!” Bentak Ify sambil memukul dada bidang Gabriel.
Gabriel tidak dapat berkata apapun., hanya langsung memeluk adiknya secara erat. Masih tak ada tangisan ataupun airmata. Hanya ada racauan “kenapa?” dari sang adik.
“Kita pulang ya, loe butuh istirahat” Bujuk Gabriel, tak ada perlawanan, akhirnya Gabriel membimbing Ify kemobilnya untuk pulang.

Sementara Rio yang melihat pemandangan tersebut dari jauh hanya dapat memalingkan muka dan langsung pergi kemobilnya untuk pulang kerumah.

***

Sang mentari kembali tersenyum menyambut para penduduk bumi yang kembali melakukan aktivitas paginya. Tidak seperti biasanya Rio sudah berada pagi-pagi disekolah tepatnya dalam Gelanggang Olahraga Indoor untuk bermain basket sendirian. Seragam yang dikenakan rapi saat dirumah sudah tidak terlihat lagi. Yang ada hanya seragam biru cagvairs yang basah dan berkibar mengikuti irama permainannya memperlihatkan kaos putih yang ada didalamnya. Ikatan dasi sudah tidak lagi terbentuk simpul malah sudah dibiarkan terlepas tapi masih dibiarkan menggantung dikerahnya.
Keadaan sekolah yang tadinya sepi berangsur ramai. Tapi memang Gelanggang Olahraga jarang digunakan, kecuali saat hujan sehingga kegiatan tidak dapat dilakukan dilapangan luar ataupun pada saat turnamen.
Hingga bel masuk kegiatan belajar mengajar berbunyi Rio masih belum menghentikan aktivitasnya. Rasa kehilangan yang begitu besar telah mengalahkan logikanya. Rasa lelah karna hanya tidur dalam waktu kurang dari 3 jam tidak dirasakannya. Rasa kehilangan itu menutupinya.
Rio membanting sang kulit bundar orange dari tangannya. Menghempaskan kekesalannya, lalu menyenderkan dirinya pada tiang Ring basket dan meluruhkan badannya disana dengan mata terpejam.

***

“Rio gak masuk?” Tanya Shilla yang telah kembali bersekolah pada Cakka yang duduk sendirian.
“Kurang tau, tapi gue yakin dia masuk. Soalnya tadi kata Ray Rio udah berangkat pagi-pagi. Paling bolos pelajaran.” Jawab Cakka
Shilla hanya meng’o’kan mulutnya dan kembali menuju tempat duduknya.

***

“Ify gak masuk Yel?” Tanya Sivia yang memang sudah tau Ify dan Gabriel serumah.
Gabriel menggeleng “sakit, semenjak pulang dari pemakaman. Gak mau keluar dari kamar juga” Ucapnya.
“Dia nangis terus dikamar?” Tanya Alvin.
“Itu dia. Semenjak dari sana sama sekali gak ada airmata. Cuma ada emosi gak terbaca yang tergambar dimata dia.” Jawab Gabriel lemas.
“Dia mau makan?” Kali ini Acha yang bertanya dengan nada cemas.
Gabriel kembali menggeleng. “Tadi gue hampir bolos karena alasan itu. Dari semenjak pulang dia belom makan, dan menurut gue dia kemarin juga belum sarapan.” Jawabnya.
“Terus sekarang dia siapa yang jagaaaa?” Agni bertanya dengan nada cemas.

“Deva. Tadi gue rebutan bolos sama dia. Dia juga cemas sama Ify..........”
“Wajar Yel, kalo orang tuanya Ify Deva keluar negeri kan mereka berdua saling bertanggung jawab dengan keadaan satu sama lain, apalagi dari kecil mereka emang sering berdua” Potong Sivia pada Jawaban Gabriel.
Gabriel terdiam mendengar kata-kata Sivia. ‘Yang kembar sebenernya Ify-Deva atau gue Ify sih?’ Bathin Gabriel hambar.
“Eh gue ijin bolos ya” Ucap Alvin tiba-tiba.
“Mau kemana Vin?” Tanya Sivia.
“Nyamperin orang bolos. Gue duluan” Ucap Alvin yang langsung ngibrit, dan tanpa sadar meninggalkan BBnya.
“Eh, Alvin.. Vin.. Alvinn...” Teriak Agni.
“Seth dah si Agni pagi-pagi juga” Keluh Acha. Agni nyengir.
Sivia mengambil BB Alvin yang tertinggal dan melihat apa yang tertera dilayar.
-----------------------------------
Sender : Acakkadut Nuraga
-----------------------------------
Vin, Rio gk msuk kls..
Kata Ray dy td udh brgkt
pgi2..
Mungkin dia bolos mapel..
Loe kosong gk?
Cariin dong, gue mau
ul. Fisika nh..
Thx bro
------------------------------------

“Apa Vi?” Tanya Gabriel.
Sivia mengangsurkan BB Alvin kearah Gabriel. Gabriel membaca dengan cepat apa yang tertera dilayar BB Alvin. Sedikit berpikir dan mengangguk.
“Gue ikut cabut, Bye” Pamit Gabriel tanpa izin juga langsung menyambar BB Alvin ditangan Sivia.
“Eh Yel.. Gabriell” Kali ini Sivia yang berteriak.
“Itu kayak pada kesambet apadeh” Ucap Acha kesal.
“Siang kerumah Ify yuk” Ajak Agni.
“Iyaa, ajak Shilla. Tapi kalo dia kecapaian gak usah, dia juga butuh banyak istirahat” Ucap Sivia. Yang lain hanya mengangguk setuju.
“Gue ke toilet sebentar ya” Izin Sivia.
“Yah dia ngabur juga” Ucap Acha. Agni hanya menggedikan bahu.

***

“Rio” Panggil Alvin yang langsung melihat kearah Rio yang terduduk dengan bersandar ketiang Ring.
Merasa namanya dipanggil, Rio hanya membuka matanya sedikit untuk memastikan siapa yang datang. Karena memang dirinya sudah hafal itu suara Alvin sahabatnya.
Melihat respon Rio yang sedikit, Alvin langsung berjalan tenang kearah Rio.
“Loe ulangan Fisika bro” Ucap Alvin sedikit berbasa-basi, karena sebenarnya ia tidak terlalu bodoh untuk menanyakan hal seperti itu.
“Gue bisa susulan” Jawab Rio singkat, dengan mata terpejam.
“Loe mau diceramahin sama Pak Duta karena loe bolos jamnya dia, apalagi loe ketua osis” Ucap Alvin.
“Gue mau dengerin” Jawab Rio.
“Kalo loe dihukum?” Tanya Alvin.
“Bakal gue jalanin, gue tau apa yang gue lakuin jadi gue tau apa yang akan gue pertanggung jawabankan”Jawab Rio, namun kali ini dengan sebuah gerak tersentak, seperti tidak sadar dengan apa yang diucapkannya barusan. Alvin tersenyum miring.
“Gini cara elo bertanggung jawab?” Tanya Alvin “Gini cara elo bertanggung jawab dengan kepergian Bian? Mana bukti kalo loe tau apa yang loe lakuin dan pertanggung jawabkan? Kenyataannya? Loe marah dengan semua, loe takut menghadapinya, loe bolos pelajaran. Bahkan.... Bahkaann...”
“Loe gak ngerasain ini Vin” Potong Rio dengan bentakan kemarahan.
“Apa yang gue gak rasain Mario? Gue merasakan, seperti yang pernah gue bilang sebelumnya, gue pernah merasakan kehilangan yang lebih dalam.” Bentak Alvin. “Apa yang gak pernah gue rasain? Kepergian nyokap gue apa kurang cukup buat menggambarkan kehilangan yang lebih dalam?” Ucap Alvin tanpa penurunan dalam suaranya. Tak ada jawaban dari Rio. Alvin telah meluruhkan badannya ditiang sisi kanan Ring basket.
“Apa...” Nafas Alvin tersenggal “Kehilangan apa yang bisa menyamakan saat ini dengan apa yang loe rasain, Gue akan rasain buat elo sahabat gue. Seperti apa yang loe lakuin saat loe mengerti gue, saat nyokap gue pergi. Dari Mario buat Alvin kecil yang ditinggal Mamanya tanpa dibiarkan mengerti lebih dulu” Ucap Alvin lirih dengan mata terpejam, menahan segala luruhan emosi dari matanya. Rio terdiam, kembali dengan mata terpejam, setelah sebelumnya dia memandang Alvin sesaat.

FLASH BACK ON

“Apin, apin makan yuk ama Iyo. Udah 2 hari Apin gak mau makan. Ntar Apin sakit” Bujuk Rio kecil.
Alvin kecil hanya menggeleng sambil menutup mulutnya dengan selimut.
“Apin ngomong deh seenggaknya kalo gak mau makan, dari kemaren Apin gak mau makan, gak mau ngomong juga ama Iyo” Rajuk Rio lagi.
“Apin gak mauuu” Ucap Alvin kecil mengeluarkan suaranya.
“Kenapa? Ntar Apin sakit, Rio main ama siapa?” Tanya Rio
“Biarin Apin sakit, biarin, biar apin bisa nyusul mama, biar Apin punya temen” Ucap Alvin
“Iyo kan temen Apin juga” Ucap Rio
“Iyo enak punya Mama, aku udah sendiri. Gak ada yang mau nemenin Apin kalo malem, Kalo mau tidur gak ada yang bacain Apin cerita, gak ada yang ajarin PR Apin. gak ada lagi ntar yang nyuapin atau jaga Apin kalo sakit gak ada” Alvin kecil mulai menangis.
“Iyo mau kok berbagi Mama sama Apin, Iyo mau nemenin Apin main sepanjang hari, malah Iyo seneng. Iyo juga mau bacain Apin cerita. Iyo kan juga udah bisa baca. Dan sekarang, Apin makan ya. Iyo yang suapin biar Apin gak sakit. Kalo nanti Apin sakit Iyo janji gak akan main keluar dan akan jagain Apin” Bujuk Rio sambil menghapus air mata yang mengalir di pipi Alvin.
Keadaan menjadi hening sesaat setelahnya terdengar suara Alvin “Apin mau makan, suapin ya Yoo”

FLASH BACK OFF

***

Tanpa disadari Rio maupun Alvin, Gabriel masuk kedalam Gelanggang Olahraga Indoor dan langsung mengambil bola yang tadi dimainkan Rio dan mendriblenya.
Duk... Duk... Duk... suara yang berhasil memecah keterpejaman akan memori masa lalu Alvin dan Rio.
Gabriel mulai mengshootnya..
DUKK.. Hanya membentur papan pantul tapi tidak masuk kedalam Ring. Tipis. Namun bola tidak lagi dihiraukan Gabriel. Dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku, Gabriel membalas pandangan Rio dan Alvin yang mengarah aneh padanya.
“Tipis” Komentar Alvin pelan.
Gabriel tersenyum miring. “Ya, sama kayak kehidupan.” Gabriel kembali mengambil bola dan mengshootnya. Hasilnya sama seperti tadi. Hampir masuk, hanya membentur papan pantul. Bola mentah tadi kembali ditangkapnya.
“Yang barusan merupakan kehidupan, Dan ini...” Gabriel memutuskan perkataannya dengan menshoot Bola lagi. Masuk.
“Kematian” Tebak Alvin.
Gabriel mengangguk. Rio hanya memandang heran.
“Kita gak pernah sadar kalau kematian selalu didasar kehidupan kita. Meleset sedikit kita akan masuk kedalamnya” Ucap Gabriel. Rio dan Alvin hanya terdiam mendengar kata-kata Gabriel.
“Kematian begitu dekat, tapi dia terasa jauh ketika kita tidak merasakannya. Kita hanya bisa bersiap ketika kematian datang dan memeluk kita atau orang-orang disekeliling kita. Satu yang dapat membuat kalian bertahan.........” Ucapan Gabriel menggantung.
Rio dan Alvin menunggu kelanjutan kata-kata Gabriel.
“Jangan pernah merasa sendiri. Ketika kematian mulai memeluk, jangan pernah mau dirangkul oleh kesedihan dan rasa kehilangan. Kita gak merasakan kehilangan itu sendiri, ada orang lain. Yang membedakan hanyalah kadarnya, tapi ketika kita tau kita tidak sendiri. Kita masih bisa melangkah secara ringan karena banyak sinar yang memapah kita sampai kita bisa berjalan.”
Rio dan Alvin tampak puas mendengar penuturan Gabriel.
“It’s Great Broo” Ucap Alvin polos. Gabriel tersenyum.
“Gabriel My brooo, thanks pencerahannya, gue akan coba” Ucap Rio sambil berhigh five pada Gabriel. Gabriel hanya tersenyum kecil, mendadak pikirannya kearah Ify yang belum keluar kamar.
“Sepet banget mukanya Yel?” Tanya Alvin.
“Ify.” Jawab Gabriel.
Mendengar nama Ify, mendadak Rio ingat dengan kejadian dipemakaman. “Bukannya dia baik-baik aja?” Tanya Rio.
“Itu yang gue harap, tapi kenyataannya gak. Balik kemarin dia sakit, gak mau keluar kamar ataupun makan.” Ucap Gabriel.
“Kok?” Tanya Rio.
“Jangan Bodoh, apa yang loe rasain gak jauh beda sama dia, kalian itu sebenernya ngerasain hal yang sama tapi kalian ngerasa sendiri, seandainya loe bisa menghadapi itu berdua gue yakin lebih mudah” Ucap Gabriel.
“Kan ada elo Yel” Samber Rio.
Gabriel menggeleng “Cuma elo yang bisa, lagipula.......”
“Lagipula?” Tanya Alvin.
“Gue gak perlu cerita, intinya dia paling trauma yang namanya kehilangan. Gue harap loe bisa bantu dia” Ucap Gabriel sambil meninju pelan bahu Rio dan langsung pergi menyisakan pandangan aneh dari Rio dan Alvin.

Cheers (;!!!

Trisil {}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar