Gomenasai Anime Smiley trisillumination: That's All Cause Ify Part 22

Selasa, 25 Desember 2012

That's All Cause Ify Part 22


Rio, Ify dan Bian kini sudah memasuki pintu gerbang Dunia Fantasi. Hanya ada beberapa keluarga dan mungkin anak kuliahan yang datang karena memang bukan hari libur.
“Naek apa dulu nih?” Tanya Ify.
“Maunya?” Tanya Rio yang sibuk membaca Map Information
“Wawww, itu kak yang tinggi” Kata Bian sambil menunjuk wahana hysteria.
Rio dan Ify berpandangan, dan menelan ludah.
“Tapi kan Bian ga bisa naik. Tinggi Bian ga cukup” Bujuk Ify.
“Aku ga bisa, tapi kak Rio kan bisa. Ntar ceritain ya kak, rasanya kayak gimana.” Ucap Bian.
Rio menelan ludah, Ify nyengir lega.
“Kak Rio doang kan?” Tanya Ify.
“Sama kak Ify juga. Ntar biar aku dapet banyak cerita.” Ucap Bian polos.
Ify berjengit, Rio senyum penuh kemenangan.
“Berangkatt” Ucap Bian semangat sambil menarik tangan Rio dan Ify.

@Hysteria.
Karena bukan hari libur ataupun tanggal merah, tanpa harus mengantri pun Rio dan Ify dapat langsung menaiki hysteria.
“Silahkan Kakak” Ucap sang penjaga (?) wahana sambil tersenyum ramah, yang menurut Rio dan Ify adalah senyum licik iblis yang tertawa. -__-
“T..t.. ting..tinggi banget ya Mas” Ucap Ify berbasa-basi.
“Iya, Kak. Kurang lebih 60 meter” Ucap sang penjaga ramah dan santai.
Rio mendelik kearah Ify seakan mengatakan loe-mending-ga-usah-tanya-tadi
“E-nam-pu-luh me-ter ya? Enam puluh” Ucap Rio nyengir terpaksa.
“Sepi ya mas” Ucap Ify.
“Iya, bukan hari libur sih” Ucap sang penjaga.
“Kak Rio, Kak Ify ayo cepet” Teriak Bian.
Rio dan Ify saling berpandangan.
“Silahkan kakak”
“Hah? Sekarang mas? Kan baru saya, nanti aja deh” Ucap Rio.
“Iya Mas, entar aja. Kita santai kok, waktu kita banyak” Ucap Ify mendukung.
“Gapapakok kakak. Daripada kelamaan, kalo hari biasa mah ga perlu penuh gapapa” Jelas sang penjaga.
Akhirnya dengan sejuta keraguan yang ada -__- mereka terpaksa melangkah mendekat dan duduk di wahana hysteria, dan langsung dipasangi pengaman secara baik oleh petugas.
“Udah bener kan mas?” Tanya Rio
Sang petugas mengangguk.
“Aman kan mas?” Tanya Ify.
“Insya Allah” Ucap sang penjaga seenaknya dan akhirnya dengan agak perlahan hysteria naik hingga 2 meter diatas tanah secara pelan.
“Sial, Insya Allah lagi itu petugas jawabnya” Keluh Ify.
“60 Meter ya Fy, 60 Meter.” Ucap Rio mengulang.
“Kalo selamat syukur, kalo ga, minimal kita jadi kornet daging yang tadi pagi gue masak” Ucap Ify -__-
“Gue ga kebayang, kalo besok hari nyokap gue bakal masak kornet pake daging gue sendiri” Ucap Rio ngelantur.
“Kalo gue yang masak pake daging gue sendirr.... WAAAAAA” Ucapan Ify berakhir dengan teriakan mahadahsyat karena wahana sudah dijalankan oleh operator dan meluncur keatas.
“MAMA UDAHAAAANNNNN” Teriak Rio -__-
Sudah sampai atas wahana tanpa ampun langsung meluncur kebawah.
“UDAHAN GA LAGI-LAGIII” Teriak Ify hysteris. -__-
Wahana kembali ditarik keatas.
“GUE MAU TURUNNN” Ucap Rio.
“GUE MAU LONCATT” Teriak Ify.
“SARAP LO PY” Ucap Rio.
Wahana mulai naik turun ditengah-tengah.
“Kok ga turun-turun ya Yo?” Tanya Ify yang sudah mulai rileks.
“Iya, gatau” Jawab Rio terengah.
Tiba-tiba wahana turun secara cepat.
“GUE KETINGGALAN” Ucap Rio dan Ify barengan.
Dan wahana berakhir, setelah sebelumnya turun perlahan. Setelah melepas pengamannya. Rio dan Ify langsung melompat menjauhi wahana.
“hhh.. hhh.. saya yakin mas. Kalo ada orang putus asa naik hysteria, hhh.. hh.. pasti langsung semangat.. SEMANGAT mas SEMANGAT” Ucap Rio ga santai sambil mengguncang bahu sang penjaga.
“Semangat ke akhirat” Lanjut Ify kalem.
Sang penjaga hanya nyengir lebar mendengar pendapat Rio dan Ify.

Rio dan Ify langsung turun kearah pintu keluar wahana hysteria yang langsung disambut oleh Bian.
“Wah hebat, kakak berdua berani banget” Ucap Bian. “Gimana rasanya?” Tanya Bian.
“Semangat” Ucap Rio sekenanya -.-
“Keren” Jawab Ify singkat -,-
“Wah mantep dong, aku jadi mau naik” Ucap Bian.
“GAK BOLEH” Larang Rio dan Ify keras. Jantung mereka yang sehat aja masih semaput bagaimana Bian?
“Kenapa kak?” Tanya Bian polos.
“Emm, maksud kakak. Boleh kok. Tapi nanti ya, kalo Bian udah sembuh. Untuk itu Bian harus sembuh dulu. Kita nanti naik bertiga” Ucap Rio yang langsung mensejajarkan tingginya dengan Bian.
“Sekarang mendingan kita main wahana yang bisa kita mainin sama-sama aja yuk” Ajak Ify.
Yang lain mengangguk setuju.
“Gimana kalo kita makan siang dulu aja? Baru deh abis itu kita muter-muter” Ajak Rio.
“Masih napsu makan loe? Gue sama sekali ngga” Ucap Ify.
“Elo kan? Yang penting sekarang gue laper sama Bian. Ayo cari resto buat kita dan Bian untuk tempat makan kornet yang loe buat” Ajak Rio,

Akhirnya mereka memutuskan untuk makan di Planet Baso Istabon. Sambil menunggu pesanan Rio membantu Ify menyuapi kornet daging dan sayuran kepada Bian. Karena tidak mungkin jajan sembarangan jadi untuk Bian mereka memilih membawa bekal.
“Kak, ntay.. ita keanay ya (Kak, ntar kita kesana ya)?” Ucap Bian dengan mulut penuh sambil menunjuk Istana Boneka.
Ify mengangguk “Abisin dulu makanannya”
Bian mengangguk mengerti.
Tak lama pesanan Rio datang. Semangkuk bakso dengan segelas juice alpukat dan pesanan Ify yang hanya minum saja segelas juice mangga.
“Sini, gue yang nyuapin. Elo makan dulu aja” Ucap Ify sambil mengambil tupperware biru dari tangan Rio.
“Loe yakin ga makan” Tanya Rio. Ify menggeleng dan langsung menyuapkan nasi dengan kornet ke mulut Bian.
“Aaaa..” Ucap Rio sambil menyendokan sebuah potongan bakso ke arah Ify. Ify tetap menggeleng.
“Sesuap dua suap deh” Pinta Rio. Akhirnya Ify menurutinya.
“Enak gak?” Tanya Rio.
“Lumayan” Jawab Ify singkat.
“Lagi?” Tanya Rio lagi.
“Gausah, elo aja” Ucap Ify.
“Kalo gitu elo suapin gue” Pinta Rio.
“Idih apa banget loe, gue lagi nyuapin Bian” Ucap Ify.
“Gantian kan bisa” Ucap Rio.
Ify melengos. Akhirnya menaruh tupperwarenya dan mengambil alih sendok ditangan Rio. “Aaa....” Ucapnya.
Rio memakan potongan bakso dengan senyuman puas. Akhirnya mereka menghabiskan makan siang dan pergi main ke wahana lainnya.

***

Agni mendribble bola basketnya secara asal. Ada yang mengganggu pikirannya saat ini. Entah apa itu, dirinya sendiri malas mengakuinya.
“Hey, loe hari ini tuh pengganti kapten basket putri yang ga masuk. Mana bisa ngajar kalo loe nya ancur gitu mainnya” Ucap seseorang dengan bola basket juga ditangannya.
“Peduli banget loe” Ucap Agni ketus sambil merebound bola secara kasar. Yang langsung dishootblock oleh orang tadi.
“Hupp, dapet” Ucapnya. Dengan gerakan cepat –orang tadi- langsung berbalik kearah luar garis three point dan menembak dengan santainya. Masuk.
“Pamer loe?” Sinis Agni.
“Kalau sama ekskul musik pasti bisa dibilang pamer. Tapi ini kan sama anak ekskul basket yang pasti bisa ngelakuin. Masa masih dibilang pamer?” Tanyanya kalem.
“Ck” Umpat Agni yang langsung berbalik ingin pergi.
“Gue bisa jelasin semuanya, saat nanti siang loe mau ikut gue” Ucap orang itu.
Agni berbalik cepat menghadap orang tadi. “Yah, bener banget. Gue rasa gue harus belajar lebih banyak dalam hal memilih, untuk ikut pengecut macam elo atau memilih mendeklarasikan ilmu gue. Selamat Siang Cakka Nuraga” Ucap Agni sinis sambil berjalan meninggalkan Cakka.
Sedangkan Cakka, hanya terpaku dan tersenyum miring.

***

Hari sudah menjelang sore, saat Ify, Rio dan Bian sudah berputar-putar menaiki dan melihat-lihat wahana di DuFan hingga berulang kali. Istana Boneka, Turangga Rangga (Komedi Putar), Baku Toki (Bom-bom Car), Gajah Beledug, Bermain Perang Bintang, Menonton simulator 3D The Journey to the Center of the Earth dan Theatre Animatronic Kalila Adventure, Menelusuri Rumah Jahil & Rango-Rango, Menyaksikan Balada Kera di Rama Shinta Hall. Berbagai Foto dari X-Shot Counter dari seluruh wahana yang dinaiki juga mereka beli sebagai kenang-kenangan. Sekarang mereka tengah berjalan ke arah Wahana Arung Jeram. Karena bukan hari libur wahana pun sepi, dan untuk menjalankannya minimal butuh 8 orang. Dengan sabar mereka menunggu 2 orang lainnya untuk naik wahana. Karena 3 bangku selain mereka bertiga juga sudah terisi sebuah keluarga kecil.
“Bertiga aja Mas?” Tanya Laki-laki setengah baya yang merupakan kepala keluarga kecil itu.
“Iya Pak” Jawab Rio.
“Anak pertama mas?” Tanya Bapak itu lagi.
Rio melebarkan matanya lalu tersenyum kecil. “Bukan ini adek saya” Jawab Rio sungkan.
“Ooh, saya pikir. Abis kayak keluarga kecil juga.” Ucap sang Bapak polos.
Rio nyengir.
“Itu pacarnya?” Tanya sang Bapak makin sok tahu.
“Iya aja deh Pak” Jawab Rio lagi.
Ify mendelik kearah Rio seaka mengatakan ngapain-loe-jawab-gitu-woy-seenaknya-deh-
Yang dibalas Rio dengan cengiran.
Tak lama 2 orang yang terlihat seperti mahasiswa datang dan mengisi kosongnya bangku, wahana dimulai.

Akhirnya setelah berbasah ria dan menebus foto dari X-Shot Counter. Rio dan Ify memutuskan untuk ke tempat penitipan didekat loket awal untuk berganti baju.

***

Shilla masih asyik dalam mengatur posisi teman-teman cheersnya. Berhubung kesehatannya belum membaik total. Jadinya dia hanya mengatur membantu mengajar anak baru dan mengatur posisi tim inti dalam piramida dibantu oleh D’Beauzaz.
“De, ini konsepnya” Ucap Shilla sambil menunjukkan kertas yang dari tadi menjadi sasaran coret-coretnya.
“Tumben ga rapi kayak biasanya Shill. Terlalu banyak coretan untuk seorang Ashilla yang buat” Ucap Dea.
Shilla tersenyum kecut. “Begitu ya?” Tanyanya.
“Iya banget, lagi galau loe ya” Tanya Dea.
“Mungkin” Jawab Shilla singkat.
“Kalo loe butuh temen cerita, loe bisa panggil gue dan yang lain. Itupun seandainya loe ga mau cerita ke d’V-Mile. Gue siap nampung unek-unek loe kok” Ucap Dea.
“Mmm, makasih ya. Btw, thanks bantuannya hari ini. Maaf ngerepotin” Ucap Shilla tak enak hati.
“Ya ampun loe kayak sama siapa aja deh. Santai oke? Sekarang loe duduk manis dan liat seorang Dea Christa nerapin nih konsep. Pasti gak sempurna kayak loe, tapi gue usahain lebih baik dari jelek” Ucap Dea nyengir, yang malah mau tidak mau membuat Shilla tersenyum tulus.
“Thanks sekali lagi”
“Ur well, gue kesana ya” Pamit Dea, langsung ngacir sambil mengacungkan kertas dari Shilla kepada team inti.

***

Ekskul basket hari ini begitu membosankan untuk Agni. Ada sesuatu yang mengganjal dibenaknya. Apalagi begitu melihat Cakka yang pamit pulang kepada Pak Dave. Tanpa membuang waktu lagi, Agni langsung membanting bola basket ditangannya dan berlari kearah parkiran.

***

“hhh.. hhh.. keren banget hari ini.. hh.. hhhh.. aku seneng banget...” Ucap Bian terengah sambil berganti baju.
“Kamu kok ngos-ngosan gitu dek?” Tanya Ify yang langsung khawatir.
“Aku.. hhh.. hhh.. gapapakok.. terlalu seneng mungkin... hhh.. hhh...” Ucap Bian.
“Kamu ngerasa sakit?” Tanya Ify yang disergap kecemasan luar biasa.
Bian menggeleng cepat.
Ify mengusap lengan Bian cepat, berusaha menghangatkan. Tapi agak sia-sia karena dia sendiri belum berganti baju sehingga suhu tubuhnya sendiri turun.
“hhh... hhh... kita naik apa lagi kak? Hhh... hhh... akuu...”
“sssttt... berhenti bicara” Ucap Ify menahan Bian berbicara lagi. “Apa yang kamu rasain?” Tanya Ify.
Bian menggeleng.
“Jujur Bian” Pinta Ify sambil memegang kedua pipi gemuk Bian yang masih terlihat ngos-ngosan.
“Kenapa Fy?” Tanya Rio yang baru keluar ruang ganti.
“Bian kayak ngos-ngosan Yo” Ucap Ify cemas.
“Loe ganti baju cepet, biar gue yang tangani” Kata Rio.

“Tapi...”
“Ga ada tapi Fy. Cepet” Tegas Rio.
Ify mengangguk dan langsung bergegas ke ruang ganti.
Rio berdiri, dan kaki jenjangnya sengaja agak dimiringkan sedikit dan badan Bian diluruskan disana.
“Bian denger kata kak Rio?” Tanya Rio.
Bian mengangguk.
“Atur nafas ya pelan-pelan. Jangan memburu kayak gini. Ayo pelan, kayak yang kakak ajarin biasanya.” Tuntun Rio.
Bian mengangguk mengerti. Secara perlahan nafas Bian mulai teratur lagi. Tidak lama Ify juga sudah selesai berganti baju.
“Bian gimana?” Tanya Ify panik.
“Yang gimana itu elo” Ucap Rio sambil merangkul Ify. “Liat tuh, dia gapapa kan?” Ucap Rio sambil menunjuk Bian yang sedang asyik memainkan souvenir robot DuFan. Ify langsung melepas rangkulan Rio dan berlari kearah Bian.
“Bian capek?” Tanya Ify.
Bian menggeleng.
“Kita pulang yuk? Udah semua kan?” Bujuk Ify.
Bian kembali menggeleng. “Aku mau naik halilintar yang kecil kan tadi kak Ify sama Kak Rio udah yang besar. Aku mau naik itu” Rajuk Bian.
Ify menggeleng tegas.
“aaaahhhh, aku mau naik itu” Rengek Bian.
“Yang lain ya?” Tanya Ify.
“Gak mau, maunya itu.” Rengek Bian.
“Gak boleh”
“Boleh”
“Biann”
“Kak Ify”
“Kak Rio, aku boleh naik itu ya?” Pinta Bian dengan wajah memelas.
Rio sedikit menimbang. Lalu mengangguk setuju.
Tampak kesemangatan besar dari Bian yang langsung memeluk Rio.
“Tapi Yo!” Protes Ify.
“Apa?” Tanya Rio.
Ify tidak bisa berkata apa-apa, terlalu banyak protes dalam dirinya saat ini hingga tak ada satupun kata yang keluar.
“Kita kembali ke tujuan awal” Ucap Rio.
“Men.. menjaga senyum itu.. se.. semangat itu..” Ucap Ify tersendat.
“Sampai akhir” Lanjut Rio.
Ify menunduk lemah saat ini.
“Ayo Fy” Ajak Rio yang langsung merangkul Ify dan sedikit meremas bahunya. Mencoba memberi sedikit kekuatan serta menggandeng Bian.

***

“Duluan ya Shill”
“Sampai besok Shill”
“Sore Shill”
“Bye Shill”
“Gue cabut ya Shill”
“Kami pulang dulu kak Shilla”
Satu persatu anggota ekskul team cheers meninggalkan lapangan setelah berganti baju dan briefing singkat bersama Shilla. Shilla baru saja akan bangkit dari tempat duduknya, hingga di kiri bagian pinggangnya mengalami serangan sakit yang melilit. Shilla menahan nafas mengikat rasa sakit itu dan terduduk kembali.
“Gue bisa, Ayo Shill loe bisa” Gumam Shilla memberi semangat.
Shilla mencoba bangkit berdiri. Berhasil, dan dengan menyeret langkahnya dan sedikit meringis. Shilla berjalan kearah parkir tempat Obiet menunggu saat ini. Baru saja setengah jalan, sakit yang menderanya sudah tidak dapat ditahan hingga Shilla pun hilang keseimbangan namun disaat bersamaan ada tangan yang merengkuhnya erat. Detik terakhir kesadarannya menurun Shilla sempat menggumam menyebut nama orang yang menolongnya. “Iel” dan lalu semua gelap.

***

Ify terus saja berusaha menenangkan diri sambil menunggu Rio dan Bian bermain di wahana halilintar kecil atau Alap-alap. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Nyatanya? Hati kecilnya masih terus menolak, seakan sebentar lagi ada yang akan terjadi. Kegelisahan yang telah memuncak seakan sirna melihat senyum Rio dan tawa Bian yang ada disampingnya.
“Ah, sayang banget Kak Ify ga ikut” Ucap Bian masih saja bersemangat.
“Maaf ya? Lain kali ikut deh” Ucap Ify sambil menepuk puncak kepala Bian.
“Foto Mas?” Ada seorang badut yang mencolek Rio dan disampingnya ada serang fotografer.
“Bian mau foto?” Tawar Rio.
“Mau kak” Ucap Bian sambil berlari dan melompat kepelukan Rio, hingga Rio menggendongnya.
“Sini Fy” Ajak Rio
Akhirnya mereka berfoto dengan posisi, Bian digendong Rio diposisi sebelah Kiri bersandar dengan Badut Dufan, dan tangan kanan Rio merangkul Ify disisi kanannya. (Gue berharap ini ada fotonya >,
Selesai berfoto, Rio menurunkan Bian dari gendongannya dan menggandengnya. Mereka kembali berjalan, waktu telah menunjukkan pukul 7 malam.
Saat sedang berjalan. Tiba-tiba Bian berhenti mendadak sambil menarik tangan Rio dan Ify. Mau tidak mau Rio dan Ify menghentikan langkah mereka, dan berjongkok mensejajarkan diri mereka dengan Bian.
“Kenapa ?” Tanya Rio.
“Makasih” Ucap Bian singkat.
“Untuk?” Kali ini Ify yang bertanya.
“Hari ini dan semua” Ucap Bian lagi. “Aku.. aku.. seneng banget. Sangat seneng, dalam hidup aku ada kalian” Ucap Bian.
Rio menepuk lembut puncak kepala Bian, sedangkan Ify mengusap pipinya.
“Kalian jadi kakak aku, pengganti orang tua aku. Aku... hhh..hhh.. ga akan lupa... hhh.. in... ini semua.. hhh... hhh...”
“Berhenti bicara” Pinta Ify sambil meletakkan telunjuknya.
“Aku.. Aku.. sayang.. kali.. an” Nafas Bian kembali memburu, kini bahkan posisinya tidak berdiri lagi. Hingga Rio langsung merengkuhnya, dan pergi dengan langkah cepat diikuti Ify dibelakangnya.

***

@RS. Gabshivers

Gabriel masih saja mondar-mandir tidak tenang didepan pintu UGD. Karena Obiet yang tadi menemaninya sedang menjemput Mamanya. Tak lama, derap langkah berburu memenuhi koridor rumah sakit.
“Yel, gimana Shilla?” Tanya Agni langsung.
Gabriel menggeleng lemah “Belum ada kabar” Jawabnya
“Rio dan Ify gimana?” Tanya Sivia melihat sekeliling yang ada hanya dirinya, Alvin, Agni, Cakka, Acha dan Ozy.
“Ify ga aktif, Rio ga diangkat” Ucap Gabriel.
“Ck, saat gini juga” Ucap Agni.
“Sabar Ag” Ucap Acha.
Tak lama pintu UGD terbuka. Seorang ber jas putih keluar dengan raut muka tegang.
“Ada keluarganya?” Tanya sang dokter.
“Saya dok” Seseorang berlari dar ujung koridor diikuti remaja laki-laki dibelakangnya.
“Saya mamanya” Ucapnya lagi.
“Ikut saya Bu” Ucap sang dokter sambil berjalan mendahului.
Yang lain hanya dapat menunggu.

***

@RS. Mitra Nusantara

Tidak jauh berbeda dengan tempat teman-temannya berkumpul. Rio dan Ify juga dengan raut tegang dan kecemasan tingkat akhir menyelimuti mereka berdua. Yang berbeda. Jika teman yang lain menunggu sambil mengobrol untuk mengurangi kecemasan. Rio dan Ify malah diselimuti keheningan. Ify menyembunyikan keheningannya dengan menunduk dalam. Sedang Rio disampingnya hanya sesekali terdengar helaan nafas berat.
“Kabarin ortu loe dan ortu Bian Yo” Ucap Ify memecah keheningan sambil kembali menyalakan I-Phonenya.
Rio mengangguk dan mulai menjauh untuk menelepon.
Baru saja I-Phone dinyalakan panggilan masuk dari Sivia langsung memenuhi layarnya.
“d’V-MiLe_Sivia’s Calling”
“Halo Vi?”
“Loe dimana Fy?”
“Rumah sakit”
“Hah? Siapa yang sakit”
“Bian drop, tekanan jantungnya tadi turun”
“Emang Bian sakit apa?”
“Jantung koroner”
Tak ada suara balasan dari Sivia, tapi Ify seperti tidak peduli.
“Loe di RS mana sekarang?”
“Mitra Nusantara”
“Gue kesana”
Sambungan telepon terputus. Tanpa sempat Ify mengucapkan apapun.
“Dari mana Fy?” Tanya Rio yang baru datang.
“Sivia” Jawab Ify singkat.
“Kenapa?” Tanya Rio.
“Mau kesini”
Ruangan UGD terbuka, tampak Dokter Fadli keluar dari pintu tersebut.
“Gimana Bian Dok?” Tanya Rio langsung.
“Dengan sangat menyesal, saya katakan keadaannya menurun. Dan dari tadi dia selalu menyebut 2 nama” Ucap sang dokter.
“Siapa dok?” Tanya Ify.
“Kak Ify dan Kak Rio” Jawab sang dokter.
“Boleh kami masuk?” Tanya Rio.
“Hanya 5 menit. Setelah itu saya akan mencoba melakukan hal yang lebih serius.” Ucap sang Dokter.
“Terimakasih Dok” Ucap Rio sambil menarik tangan Ify mereka masuk kedalam ruangan.

***

@Koridor Ruang Tunggu RS Gabshivers

“Gue kesana”
Ucap Sivia mengakhiri sambungan teleponnya dengan Ify.
“Kemana Vi?” Tanya Alvin disebelah Sivia yang agak mendengar pembicaraan Sivia.
“Bian katanya drop. Vin, aku khawatir banget. Ify sama sekali ga ada suaranya bahkan... bahkan...” Penjelasan Sivia terputus dengan kepanikannya.
“Tenang dulu Vi” Ucap Alvin sambil memegang bahu Sivia.
“Ify kenapa Vi?” Samber Gabriel yang sedikit menguping pembicaraan Alvia.
“Gini Yel, Intinya Ify ga bisa kesini. Rio juga, Katanya Bian sepupunya drop.” Jelas Alvin.
“Tapi kan sahabatnya snediri juga lagi kritis” Protes Acha.
“Aduh Cha. Asal loe tau, Bian itu kena jantung koroner. Dan loe seharusnya tau gimana perhatiannya Ify dan Rio sama anak itu” Jelas Sivia.
“Shilla juga, dia hampir gagal ginjal” Ucap Acha masih tak terima.
“Terus Ify mau dibagi dua gitu?” Sinis Sivia.
“Udah berhenti, kenapa kalian yang berantem sih? Gue tau kalian kalut. Vi, Vin, loe sekarang ketempat Ify dan Rio. Temenin mereka. Dan Shilla biar kita semua yang jagain, kirim kabar terus ya” Ucap Agni. Sivia mengangguk. “Dan elo Cha, udah ga perlu ngotot lagi. Mungkin buat elo Bian Cuma anak kecil biasa, tapi buat Ify dan Rio pasti udah jadi bagian dari mereka. Sama kayak Shilla buat Ify, toh kalo keadaan membaik pasti Ify kesini” Ucap Agni yang sudah cukup mengenal Bian.
“Satu lagi Vi, jangan cerita dulu Shilla masuk rumah sakit ampe keadaan membaik. Karena itu Cuma nambah beban pikiran Ify dan Rio” Pesan Cakka.
Sivia dan Alvin mengangguk mengerti dan dengan sedikit berlari mereka meninggalkan koridor RS Gabshivers.

@Ruang Dokter

Nuansa putih yang memenuhi ruangan ini yang seharusnya memberikan euphoria ketenangan malah membuat efek sebaliknya. Aroma obat yang menusuk indera penciuman justru mendominasi dari pada aroma therapy lavender dari pengharum ruangan. Seorang wanita setengah baya duduk ditemani seorang remaja laki-laki disebelahnya berhadapan sosok berwibawa berjas putih yang tampak sesekali menghela nafas berat.
“Jadi... bagaimana keadaan anak saya dok?” Tanya Sang wanita setengah baya tadi memecah keheningan.
“Terjadi penurunan drastis pada tubuhnya. Mungkin efek kegiatan atau beban pikiran yang membuat seperti ini” Jawab sang dokter hati-hati.
Bahu Mama Shilla –wanita setengah baya tadi- melemas.
“Kalo kegiatan sepertinya tidak dok. Tadi pun Kak Shilla Cuma duduk mengawas, dia mengikuti ekskul ataupun melatih” Ucap Obiet.
“Bagaimana dengan beban pikiran?” Tanya Sang Dokter.
“Apa Shilla masih...” Mama Shilla menggantungkan kata-katanya dengan pikiran akibat perceraian dirinya dan Papa Shilla.
“Bukan Ma. Kak Shilla lebih kuat dari itu. Pasti ada masalah lain” Potong Obiet.
“Lalu apa lagi Biet? Masalah itu yang sudah bertahun-tahun pasti mengganggu benaknya” Ucap sang Mama.
Obiet menggeleng tegas. “Kalo memang itu, pasti Kak Shilla udah drop dari dulu. Karena efek terdahsyat adalah saat itu, bukan sekarang” Jelas Obiet.
Mama Shilla terdiam, membenarkan ucapan putra bungsunya.
“Nanti aku minta tolong sama temen Kak Shilla yang lain” Ucap Obiet.
“Tapi kita tidak bisa mengulur waktu nak. Kondisi psikologis justru paling mempengaruhi kondisi kesehatan Shilla” Jelas Dokter.
“Resikonya apa dok?” Tanya Obiet langsung.
“Kondisinya turun, dan...” Ucapan Dokter Janet menggantung.
“Dan apa dok? Terangkan semua secara jelas” Ucap Mama Shilla menggebu.
“Saya harap kalian kuat. Kondisi salah satu ginjal Shilla sudah rusak parah. Dan yang satunya lagi masih sedikit bisa menopang, entah berapa, belum ada pemeriksaan lanjut. Tapi kalo keadaannya terus menurun mau tidak mau harus ada transpaltasi ginjal. Jalan terakhir yang kita lakukan” Jelas Dokter Janet yang membuat Mama Shilla tidak dapat menahan kerja kelenjar produksi air matanya. Obiet menunduk dalam.
“Secepatnya Dok......” Ucapan Obiet menggantung.
Tatapan Dokter Janet dan Mamanya mengarah padanya. Obiet menghela nafas.
“Secepatnya saya berusaha yang terbaik untuk kakak saya” Janji Obiet.
Dokter Janet mengangguk puas.

***

Sosok kecil itu masih terbaring dengan mata tertutup dan seluruh alat medis yang terpasang ditubuhnya. Selang oksigen pun menutupi hampir sebagian wajah kecil dengan pipi yang menggemaskan. Sementara alat pendeteksi jantung disebelah ranjang tempat sosok itu tidur, bergerak lemah tanpa kepastian. Dua pasang mata milik Rio dan Ify telah memandang nanar sosok tubuh kecil itu. Sosok yang kurang dari satu jam yang lalu masih bercanda dengan mereka. Terlalu cepat, bahkan sangat terlalu cepat untuk hari itu cepat berlalu. Canda tawa hari ini bahkan ditutup dengan tidak seharusnya. Diakhiri diluar rencana yang sudah digariskan manusia biasa. Hanya Tuhan yang tau dan mengerti, mengapa harus diakhiri dengan cara seperti ini. Sosok kecil itu masih saja terbaring, damai seperti tidak memahami bahwa ada dua sosok yang tengah menantikannya membuka mata, atau bahkan seedar menggerakkan jari kecilnya.
Tangan Ify mulai menggenggam tangan kanan Bian, sedangkan Rio tangan kiri Bian. Tak ada suara. Keheningan masih menyelimuti mereka. Tetapi hati masing-masing tidak berhenti bicara. Berharap keajaiban, walau sedikit suara kecil menyapa telinga mereka saat ini.

“... tttttiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttttttttttttttttttttt.................”
Oh Tuhan, berani bertaruh bukanlah suara ini yang mereka harapkan saat ini.
Dengan cepat Rio langsung menekan bel darurat pemanggil dokter. Ify mengeratkan genggaman tangannya pada tangan kecil Bian, berharap ada gerakan kecil yang membalasnya. Dengan usaha menahan isak dan sesak didadanya saat ini Ify masih terus mengeratkan genggamannya hingga Rio juga ikut menggenggam tangannya berharap memberikan kekuatan melalui tindakan.

Tidak lama suara agak gaduh mmenuhi koridor luar. Dan Pintu UGD dibuka dengan cepat. Dokter Fadli memimpin diawal dan langsung mempersiapkan alat dibantu perawat lain. Sedang Rio langsung menarik Ify dan menjauhkannya dari Bian agar dokter Fadli dan yang lain bisa bergerak leluasa.

“Silahkan tunggu diluar” Perintah sang suster secara cepat yang membuat Rio dan Ify terpaksa melangkah keluar.

@Koridor RS Mitra Nusantara.

Ternyata sudah ada Ray dan kedua orang tua Rio disana.
“Ify, Rio” Ucap sang Mama Manda yang langsung memeluk Ify. Ify hanya pasrah, karena jiwanya sepertinya tidak berada ditempat.
Mama Manda menangis terisak sambil memeluk Ify. Tak ada gerak balasan. Ify hanya terdiam. Rio sendiri hanya langsung menghindar dengan terduduk menjauh. Melihat keadaan dihadapannya Papa Rio langsung berinisiatif menarik Mama Manda dan mendudukannya sedangkan Ray membantu Ify duduk di ruang tunggu tanpa bicara satu kata apapun.
Keadaan kembali hening.
“Ify!” Panggil seseorang dari ujung koridor ruang tunggu memecah keheningan. Sontak semua menoleh. Tampak Sivia dan Alvin yang berjalan setengah berlari.
Saat Sivia sudah dekat dengan Ify. Ify langsung menubrukkan tubuhnya kepada Sivia, hingga Sivia sendiri agak terdorong kebelakang dan menumpahkan segala emosinya disana.

Cheers (;!!!

Trisil {}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar