Lumos Maxima!! Happiness can be found even in the darkest of times, if one only remembers to turn on the illuminate - Albus Dumbledore, Trisil's student
Selasa, 25 Desember 2012
That's All Cause Ify Part 21
-------------------------------------
From : Mr. Mario stevadit H
-------------------------------------
Fy, loe dimana?
Bisa krumah gw skrg?
Bian sakit, please usahain..
------------------------------------
Ify langsung meloncat dari tempat tidurnya setelah membaca pesan singkat dari Rio, dengan terburu-buru setelah menyambar cardigan putih dan kunci avanza birunya. Ify langsung berlari keluar rumah.
“Fy mau kemana? Udah malem?” Tanya Gabriel sambil mem-paused-kan game PS2 bersama Deva.
“Kerumah Rio. Bian sakit” Jawab Ify singkat sambil melangkah pergi.
“Hah? Bian siapa Dev?” Tanya Gabriel.
“Anaknya Kak Ify ama Kak Rio” Jawab Deva asal.
“Hah?” Gabriel Cengo
Deva cuek
Bukkk, lemparan mulus sebuah bantal mengenai muka Deva. “Serius beloooo” Ucap Iel gregetan.
Bukkk, ga mau kalah Deva balik membalas melempar kakaknya “Selaww kenapa kak? Itu tuh, anak kecil yang waktu itu lari pagi” Jelas Deva yang membuat Gabriel meng’o’kan mulutnya.
***
Avanza biru milik Ify memasuki halaman rumah Rio setelah gerbang yang dibukakan wanita setengah baya yang bekerja dirumah Rio. Saat keluar dari mobilnya sambutan hangat dari sang wanita setengah baya seperti tidak mengurangi tingkat kecemasannya.
“Malem mbak” Sapa Bik Nah –wanita setengah baya tadi-
“Malem Bik, Bian gimana?” Tanya Ify langsung.
“Ada dikamarnya sama yang lain dan Pak Dokter juga” Jawab Bik Nah cepat mengetahui gurat cemas Ify dihadapannya. “Ikut Mbak” Ajak Bik Nah kepada Ify.
Ify mengangguk dan mengikuti Bik Nah yang sudah masuk kedalam duluan.
@Kamar Bian
Ternyata keluarga Rio lengkap ada dirumah, bukan hanya Mama Manda tapi Papanya Rio juga ada. Ada juga Ray disana dan Pak Dokter yang berdiri membelakangi sehingga belum menyadari keberadaan Ify. Ify terkesiap sendiri melihat kondisi Bian yang tergolek lemah kini, wajah pucat dan bahkan tak ada senyum menggemaskan disana. Satu tangannya seperti meremas selimut yang digunakan sepertinya untuk mengurangi rasa sakit. Hingga lirih lemah dari Bian memanggil namanya dengan mata yang hampir terpejam.
“Kak Ify” Lirih Bian. Seperti diperintah, keluarga Rio langsung berbalik dan menatap Ify, ada gurat kelegaan dan dengan kespontanitasan yang sama langsung minggir untuk memberi jalan ke Ify menghampiri Bian, yang sepertinya menunggu dari tadi.
Ify tersadar dari lamunannya dan langsung berjalan menghampiri Bian. Dan duduk dipinggiran kasurnya. Dengan senyum getir Ify mulai mengusap lembut kepala Bian hingga senyum Bian kembali mengembang.
“Aku tunggu dari kemarin” Lirih Bian.
Ify menunduk, merasa bersalah karena kemarin dan siang tadi tidak menemui Bian.
Dengan senyum terpaksa Ify kembali mengusap kepala Bian. “Maaf ya” Lirih Ify. Hanya itu yang bisa dilakukannya sekarang, meminta maaf.
“Pak, Bu, Bisa kita bicara diluar?” Pinta Pak Dokter yang dijawab anggukan oleh Mama dan Papa Rio.
“Mari Dok” Ucap Papa Rio mempersilahkan Dokter berjalan duluan lalu diikuti dirinya dan istrinya.
Sedangkan Ray memilih untuk mendengar bagaimana perkembangan Bian bersama orang tuanya. Dan Rio memilih tetap ditempat bersama Ify dan Bian. Kini dirinya duduk disisi kanan Bian.
Rio masih memperhatikan Ify yang mengusap lembut kening Bian. Hingga senyuman-senyuman kecil itu kembali tercipta dibibir kecil Bian. Rio tersenyum tipis sambil ikut mengacak rambut Bian.
“Kak Rio ikut-ikut deh” Ucap Bian manyun.
“Bodo” Ucap Rio cuek.
“Kak Ifyyyy, kak Rio nya usirrrr” Rengek Bian.
Ify mengangkat sebelah alisnya memandang Rio dan Bian bergantian.
“Gak mauu” Gantian Rio yang manyun.
Ify memandang Rio galak. “Ngalah dikit kek” Dengusnya.
“Gak mau” Ucap Rio cuek.
“Iih pergi, bosen aku sama kak Rioo” Rengek Bian, tangan kecilnya memukul dada Rio.
“Iya-iya kakak kebawah” Ucap Rio mengalah sambil bangkit dari tempat tidur Bian. Berjalan kearah luar setelah sebelumnya mengacak puncak kepala Ify dan berbisik lirih “Makasih ya”
***
@Ruang Tamu
“Hanya dua pilihan Pak. Jantung Elektrik dan Transpaltasi jantung yang bisa dilakukan saat ini. Kondisi Bian terus menerus turun” Ucap Dokter Fadli berat.
“Tapi Dokter, bagaimana dengan seluruh Resikonya?” Tanya Papa Rio.
“Untuk jantung elektrik yang hanya bisa membantu dalam hitungan bulan akan mengganggu aktifitasnya, dan untuk transpaltasi jantung, resikonya sangat riskan jika gagal karena kekebalan tubuh Bian masih sangan rawan. Tapi sebaliknya, jika berhasil itu akan membuatnya bertahan hidup dan menjalani seluruh aktivitasnya secara normal.” Jelas Dokter Fadli
“Kalo kita tempuh transpaltasi ginjal berapa jaminan sehatnya?” Tanya Papa Rio lagi.
“Fifty fifty untuk anak seumuran Bian lagipula....” Kata-kata Dokter Fadli menggantung.
“Lagipula apa dok?” Samber Rio yang baru saja sampai Ruang tamu.
“Kamu pasti mengerti jumlah pendonor apalagi untuk jantung perbandingnnya masih 1 banding 100.000” Ucap Dokter Fadli ragu.
Keluarga Rio kompak menunduk.
“Berapaa...” Ucapan Ray menggantung.
Semua orang sontak menoleh padanya.
“Berapa lama waktu Bian dengan jantungnya yang sekarang?” Tanya Ray.
“Loe ngomong apasih Ray? Bian pasti sembuh ! walau kemungkinannya kecil, tapi masih ada kemungkinannya !” Ucap Rio yang langsung berdiri dan emosi.
“Rio” Ucap sang Mama sambil menariknya kembali duduk dan mengusap punggungnya. Ray menunduk.
“Saya ga bisa memastikan. Sekali lagi saya bukan Tuhan. Hanya bisa berusaha yang terbaik, untuk masalah waktu saya tidak berani membicarakannya.” Ucap Dokter Fadli putus asa.
Tanpa perkataan lagi Rio langsung bangkit dari duduknya dan berjalan tergesa ke lantai atas tempat kamar Bian berada.
@Kamar Bian
Dari pintu yang terbuka, Rio mengawasi Bian yang asyik bercanda dengan Ify. Walau sedikit pucat, tapi wajah menggemaskan itu lebih bersemangat dari pada tadi ditambah senyum sumringahnya. Rio masih tetap memperhatikan Bian dan Ify yang bercanda dan berusaha mendengar apa yang mereka bicarakan sambil bersender didinding kamar.
“Kak Ify masih inget keinginan aku yang waktu itu aku mau?” Tanya Bian.
Diam-diam Rio tertarik mendengar omongan Bian.
Ify memutar bola matanya, mencoba menflashback ingatannya. “Mau main piano?” Tanya Ify.
Bian menggeleng cepat. “Bukan, itu kan udah ama Kak Ify”
Ify mengerutkan keningnya. “Main basket?” Tanya Ify lagi.
Kembali Bian menggeleng cepat. “Kan waktu itu udah sama temen kakak”
“Kakak lupa” Ucap Ify menyerah.
“Ahh, kak Ify.. Aku mau liburan” Ucap Bian.
“Liburan?” Tanya Ify menegaskan
Bian mengangguk cepat. “Ke Dufan”
Ify dan Rio serta keluarganya yang tanpa disadari sudah ada didepan pintu juga sama diposisi Rio kompak membelalakan matanya. Dan secara kompak juga mereka membayangkan berbagai wahana di DuFan.
“Tapi Bian kan masih sakit” Ucap Ify.
Bian menggeleng. “Aku sehat kak. Besok kita kesana yuk” Ajak Bian.
“Tapi besok kakak kan sekolah” Jelas Ify.
“Tapi aku mau” Rengek Bian.
“Sama Om sama Tante mau?” Celetuk Papa Rio.
“Pah, tapi...” Ucap Mama Manda mengajukan protes.
“Ssst..” Dengan gerakan cepat Papa Rio menghentikan protes itu.
Bian menggeleng. “Maunya sama Kak Ify dan Kak Rio”
“Tapi kan Kak Ify sama Kak Rio sekolah, nanti diomelin bu guru” Ucap Papa Rio berusaha membujuk.
“GA MAU ! POKOKNYA KAK IFY SAMA KAK RIO” Tegas Bian.
“Tapi jangan besok yaa?” Kali ini Mama Rio ikut membujuk.
“MAUNYA BESOK” Teriak Bian.
Yang lain hanya menghela nafas.
Rio melangkah mendekati Bian. Mengusap kening yang agak menghangat itu.
“Kalo besok kita mau jalan-jalan. Sekarang Bian tidur ya. Biar besok Bian sehat. Kita berangkat oke?” Ucap Rio sambil menidurkan Bian dan menyelimutkannya. Bian menurut.
“Tapi besok janji ya?” Tanya Bian sambil menyodorkan kelingkingnya.
“Pasti, jagoan ! Kalo Bian Sehat kita berangkat” Ucap Rio sambil tersenyum manis menyambut kelingkin Bian dengan kelingkingnya, dan kembali mengusap-ngusap kepala Bian hingga Bian tertidur.
***
“Yo, kamu yakin besok mau ke Dufan?” Tanya sang Mama.
“Kalo emang itu yang buat dia seneng” Jawab Rio.
“Tapi Yo, Bian baru aja sakit, Kalo dia cape gimana?” Protes Ify.
“Capek apa Fy? Ga sehoror bayangan loe, dufan itu wahana yang bisa dimainin anak sekecil itu terbatas. Come On, Optimis seperti biasa.” Pinta Rio.
Ify mengacak rambutnya.
“Ekheeemm, Papa ga dikenalin Yo?” Tanya Papa Rio sambil mendelik Ify yang langsung tersenyum malu dengan tingkahnya barusan.
“Ini lagi si Papa. Lagi saat kayak gini juga” Keluh Rio.
“Yee, sapa tau calon mantu” Ucap Papa Rio seenaknya.
“Errr, kenalin Pa. Ini TEMEN Rio namanya Alyssa Saufika dipanggil Ify” Ucap Rio sok formal.
Ify mengulurkan tangannya yang langsung disambut Papa Rio.
“Ify Om” Ucap Ify,
“Zeth, Zeth Haling, Panggilnya Papa aja ya. Kamu kan manggil mama Rio Mama, masa manggil saya Om?” Ucap Papa Rio mencairkan suasana. Yang lain tersenyum tipis. Ify mengangguk setuju.
“Udah jam sebelas Fy, kamu nginep sini lagi aja ya? Besok pagi baru kerumah kamu. Oh ya kamu gak papa bolos sekolah?” Tanya Mama Manda.
“Anak pemilik yayasan bisa meliburkan diri semaunya Ma” Celetuk Rio.
“Ya Ampun, ga nyangka Mama.” Ucap Mama Manda. Ify nyengir.
“Yaudah kamu tidur aja sama Bian ya Fy, seperti biasa” Ucap Papa Rio. “Anter Yo” Titahnya.
“Sipp. Yuk Fy” Ucap Rio yang mendahului langkah Ify.
@Kamar Bian.
“Yo” Panggil Ify saat Rio ingin menutup Pintu kamar dari luar.
“Iya?” Tanya Rio menunggu kelanjutan kata-kata dari Ify. Bukan kelanjutan kata-kata, malah gurat kecemasan makin terlihat diwajah manis Ify.
“Loe masih khawatir untuk besok ya?” Tanya Rio sambil berjalan ke arah Ify.
Ify menunduk lagu mengangguk pelan.
“Liat gue” Kedua tangan Rio memegang kedua pipi Ify dan mengangkatnya. Mengarahkan tatapan Ify kepadanya. “Apa yang loe khawatirin...”
“Gue takut” Potong Ify.
“Apa yang loe takutin?” Tanya Rio lembut.
“Semua” Lirih Ify.
Rio menghela nafas. “Jujur, bukan hanya loe yang takut, gue juga. Gue ga tau apa yang akan terjadi nantinya” Gantian Rio yang menunduk. Tak perlu waktu lama, Rio kembali mengangkat wajahnya. “Gue Cuma masih mau ngeliat senyum Bian dan semangatnya. Please, bantu gue kali ini. Bantu gue untuk tetep optimis mempertahankan senyum itu.” Pinta Rio, kali ini menggengam erat tangan Ify.
Ify memejamkan matanya sejenak, dan mengangguk pelan.
“Kalaupun ini yang terakhir, minimal senyum yang akhiri semuanya” Ucap Rio sambil memandang kearah Bian yang tertidur nyenyak.
Ify mengikuti arah pandang Rio, dan menggeleng cepat. Dengan menggigit bibir bawahnya menahan kelenjar air mata yang sudah siap memproduksi isinya Ify memejamkan matanya dan menengadahkan kepalanya menahan laju sebuah butiran dari kelenjar air mata yang sia membentuk sungai kecil dipipinya. “Gue belum siap” Ucapnya serak.
“Ga akan ada yang pernah siap. Good Night” Ucap Rio sambil mengacak puncak kepala Ify, dan langsung keluar dari kamar Bian, menuju kamarnya.
***
Pagi ini tidak seperti biasanya. Keluarga ini jauh lebih sibuk dari biasanya, hilir mudik berja;an dari arah dapur ke arah ruang tamu sambil sesekali memastikan tidak ada yang ketinggalan. Seperti gadis ini yang sibuk dengan kornet dagingnya. Hingga dering telepon dari I-Phone miliknya memecah pikiran.
“Gabriel’s Calling”
Begitu melihat nama yang tertera discreennya gadis itu –Ify- langsung menepuk jidatnya, lupa memberi kabar. Ditekan tombol disudut kiri.
“Halo”
“Halo, Fy, loe sekolah ga? 15 menit lagi masuk. Loe dan Rio dimana? Loe semalem ga pulang ya?” Pertanyaan bertubi-tubi langsung beruntut masuk ke telinga Ify.
‘Ck, masih sama protektifnya’ Bathin Ify.
“Halo Fy? Loe masih disana kan?” Suara Gabriel kembali memecah kebisuan.
“Hah? Iya kak, masih kok. Gue dan Rio hari ini izin ya? Surat gue titip di Ray” Ucap Ify.
“Kenapa? Loe sakit atau Rio..”
“Ga ada yang sakit kak, hari ini gue pergi, nanti deh kalo ketemu gue cerita. Salam buat yang lain sampai nanti” Ucap Ify langsung mengakhiri pembicaraan. Dengan langsung mematikan I-Phone nya. Karena dia pikir, hari ini dia tak mau diganggu, apalagi dengan ocehan Gabriel sana-sini, atau nasehat Deva yang selalu mengingatkannya makan.
“Kok dimatiin Fy I-Phone loe? Yang nelfon siapa? Rame amat.” Komentar Rio yang baru masuk ke dapur.
“Ck, Gabriel ke dua deh nih anak” Desah Ify sambil membolakbalikkan kornet.
“Apa Fy?” Tanya Rio.
“Gak, gak jadi. Hmm, tadi loe tanya apa? Oh I-Phone ya? Gapapa kok, Cuma lagi gak mau diganggu aja hari ini” Jawab Ify singkat.
“Oh, kalo tadi yang nelfon siapa?” Tanya Rio lagi.
“Gabriel, nanya kita sekolah apa ga. Gue lupa kabari dia atau Deva, Hehe” Jawab Ify.
Rio hanya meng’o’kan mulutnya tanpa suara. ‘Segitu ribetnya si Iel, eh gue mikir apa sih? Wajarlah. Ortu Ify kan nitip si Ify dan Deva ke Iel, ckckck’ Bathin Rio yang tanpa sadar menggelengkan kepalanya.
Ify berjengit melihat tingkah Rio yang kayak ayam senewen, geleng-geleng kepala -__-
“Loe kenapa Yo? Sakit?” Tanya Ify sambil menempelkan tangannya ke kening Rio.
Rio menghela napas, jantungnya mulai kembali bekerja ekstra melihat jarak kedekatan dengan gadis dihadapannya saat ini.
“Ga kok” Jawa Rio singkat sambil menurunkan tangan Ify. Ify tersenyum.
“Sipp, makan udah siap. Gue mandi disini ya? Dirumah tinggal ganti baju” Ucap Ify sambil meletakkan kornet di tupperware.
“Nyeh, elo belum mandi gitu?” Tanya Rio.
“Enak aja, udahlah. Tapi kan keringetan lagi” Ucap Ify sambil ngacir keatas.
Rio tersenyum sendiri melihat tingkah Ify. “Aneh” Gumamnya, sambil melangkah kekamarnya unuk berganti baju.
***
“Cakka” Panggil Shilla dari pintu kelas XI IPA 2.
Cakka yang sedang asyik bercanda dengan Gabriel dan Alvin langsung menengok kearah pintu. “Oy Shill. Sini” Ucap Cakka sambil mengisyaratkan agar Shilla menghampirinya. “Kenapa?” Tanya Cakka setelah Shilla mendekat.
“Rio belum dateng ya?” Tanya Shilla.
“Rio doang nih Shill, Ify juga belum dateng lhooo” Goda Gabriel.
“Eh” Shilla langsung salah tingkah sendiri. “Emm.. Eh.. gue kan ga tau Yel, Engg, gue kan baru ke kelas ini sekarang, Enggg..” Shilla jadi bingung sendiri melanjutkan perkataannya.
“Wah elo dikelas dari tadi nunggu Rio ya?” Delik Cakka.
“Hah.. ngga kok, tadi gue belum selesai tugas.. iya tugas.. tugas Fisika kemaren” Jawab Shilla repot (?)
“Bukannya buku fisika kita kekumpul ya? Tadi gue cari dirumah ngga ada” Tanya Cakka Polos.
“Bukan, ituloh tugas Fisika, tugas Fisika Pak Rohman buat gue, maksud gue khusus gue waktu gue ga masuk waktu itu. Iya itu..” Jawab Shilla.
“Rileks Shill jawabnya” Ucap Acha yang sudah bangkit dan berdiri disamping Shilla sambil mengurut punggung Shilla. Shilla hanya tersenyum paksa.
“Mmm, jadi Ify belum dateng?” Tanya Shilla ragu.
“Mereka berdua ga masuk” Ucap Gabriel.
“Kenapa?” Tanya Agni.
“Sivia!!” Panggil seorang teman sekelas mereka, Irva.
“Iya, kenapa Va?” Tanya Sivia.
“Nih tadi ada anak kelas satu, kalo ga salah adeknya Rio, nganter surat izin buat Ify. Dan loe Kka..” Ucap Irva berpaling ke Cakka. “Nih surat izin Rio, gue titip ya. Dari adeknya Rio juga” Jelas Irva sambil mengulurkan surat ke Cakka dan Sivia.
“Makasih ya Va” Ucap Sivia dan Cakka kompak.
“Sipp, gue duluan ya” Pamit Irva.
Yang lain hanya mengangguk.
“Udah dapet kan jawabannya” Tanya Gabriel
“Kok bareng ya?” Tanya Alvin.
“Yah, itu sih tinggal denger kisahnya dari mereka kalo besok masuk” Ucap Gabriel santai.
Melihat kenyataan yang baru saja dihadapannya, seperti ada yang menghantam kepala Shilla saat itu juga. Shilla menunduk mencoba menetralkan perasaannya saat ini. Orang yang disuka, ralat, bahkan dicintainya sekarang sedang bersama sahabat baiknya. Shilla terdiam, tak ada alasan untuk bertanya lebih banyak saat ini.
“Yang penting sekarang itu...” Ucap Gabriel menggantung kalimatnya.
“Apa?” Tanya yang lain.
Gabriel mendelik Alvin. “Ekhemm, kapan ya PJ nyaa?” Sindir Gabriel.
“Hah emang siapa yang jadian Yel?” Tanya Cakka.
“Jadul banget loe Kka. Tadi pagi tuh. Pagiii banget, ada yang berangkat bareng. Rangkulan juga, trus nih pake manggil sayang-sayangan...”
BUKKK. Sebuah buku menghantam muka Gabriel *aaaaa, kasian -.-*
“Sakit nyongg” Ucap Gabriel menoyor Alvin yang menghantam buku tadi.
“Gapake umbar coy. Banyak gosip woy..” Ucap Alvin rusuh.
“Ciiee.. jadi koko Alvin udah nyusul gue nih.” Ledek Ozy.
“Biar gue tebak Pin. Pasti yang mukanya merah sekarang” Ucap Cakka.
Semua kompak menoleh ke Sivia sekarang, kecuali Shilla yang masih menunduk. Rona merah sudah tidak bisa disembunyikan lagi dari pipi putih Sivia.
“CIEEEE” Koor Semuanya.
“PJ.. PJ...” Ucap Ozy heboh.
“Yang banyak.. yang banyak..” Ucap Cakka.
“Di Hanamasa ya Pin” Pinta Agni.
“Bisa gadai cagiva Alvin kalo kita makan di Hanamasa” Celetuk Acha.
“Gapapa Cha, itung-itung bales dendam” Ucap Ozy.
Shilla, seperti tidak terpengaruh ributnya teman-temannya saat ini, hingga ada pergelangan tangan yang menariknya manjauhi kerumunan orang-orang kurang obat -__-
“Shill, temenin gue sarapan yuk. Guys gue kekantin ya” Ucap Gabriel dari ujung pintu kelas setelah berhasil menarik Shilla tanpa persetujuan. Yang lain hanya memandang aneh.
***
Rio sudah siap dengan jeans hitam, dan jaket kulit coklat serta kaus abu-abu didalamnya. Serta Bian dengan baju dan celana satu pasang bergambar tokoh Ben10 favoritenya. Sedangkan Ify, masih memakai baju santai seadanya yang dibawa semalam. Kini mereka sudah memasuki halaman parkir rumah Ify yang terbilang luas.
“Gue keatas dulu ya Yo. Loe berdua bisa tunggu digazebo atau ruang tamu atau terserah mau dimana. Loe hapal kan seluk beluk rumah gue. Gue ganti baju dulu sebentar” Pesan Ify sambil ngacir duluan ke dalam rumahnya, sementara Rio memasukkan mobil ke garasi, karena Ify bilang mereka memakai mobil lain. Selesai memarkir, Rio dan Bian langsung masuk kedalam rumah Ify yang pasti tidak akan ada penghuninya kecuali Ify, karena yang lain bersekolah.
“Rumah kak Ify gede banget” Ucap Bian polos.
Rio mengacak puncak kepala Bian.
“Kamar kak Ify dimana?” Tanya Bian.
“Diatas. Emang kenapa?” Tanya Rio.
“Kak Ify cerita, dikamar dia ada pianonya sendiri.” Jawab Bian.
Rio tersenyum manis. “Bian mau main?” Tanya Rio.
Bian mengangguk semangat.
“Kita tunggu kak Ify turun dulu, baru kita minta main piano” Ucap Rio.
Bian mengangguk mengerti.
15 menit kemudian, Ify turun dari tangga dengan sedikit berlari. Rio dan Bian yang mendengar suara langkah dari tangga langsung menengok kearah tangga. Tampak Ify dengan setelah dress simple abu-abu selutut dengan legging hitam membalut kakinya, sepasang flat shoes senada dengan dress yang dipakainya dan yang terakhir, yang paling menarik bagi Rio ataupun orang lain yang melihatnya adalah, rambut Ify yang biasa digerai kini dikuncir ekor kuda. Membuatnya terlihat lebih dewasa, fresh dannn.... keibuan. Ify jarang dikuncir kecuali saat bermain basket, itupun kuncir asal dan seadanya.
‘Cantik’ Bathin Rio berteriak.
“KAK IFY CAKEP SEKALI” Teriak Bian.
Rio hanya mengangguk setuju. Ify hanya tersenyum malu-malu.
“Kak Ify, boleh maen piano dikamar kakak?” Pinta Bian.
Ify melihat jam tangan swiss elegan dipergelangan tangan kirinya.
“Kenapa ngga. Ayo” Ajak Ify sambil mengulurkan tangan yang disambut Bian. Diikuti Rio dibelakang, mereka bertiga melangkah ke atas kekamar Ify.
@Kamar Ify.
“Wiiiihh, mantep” Ucap Bian setengah berlari ketika pintu kamar Ify baru terbuka. Sementara Ify yang langsung melangkah ke arah meja rias, mencari bandoya, Bian melangkah ke arah Piano dan menekan tuts-tuts yang pernah diajarkan Ify kepadanya.
Ify masih saja sibuk mencari bando yang cocok dengan busananya saat ini.
“Yang ini aja Fy” Ucap Rio sambil mengambil bando hitam simpel dangan bunga besar dengan beberapa intan hiasan putih berhias diatasnya.
“Nih gue pakein” Izin Rio sambil mendekat kearah Ify dan memasang bando tadi.
Ify menahan napas, yang entah mengapa menjadi sesak jika berdekatan dengan Rio seperti sekarang ini. Pipinya memanas saat ini, aroma parfum musk dan alaminya kini sudah menjadi satu di indera penciumannya.
“Makin cantik kan?” Ucap Rio, yang mundur selangkah sambil menunjuk ke arah kaca.
Ify mengangguk dan menoleh ke arah kaca.
“Apalagi kalo pipinya merah” Goda Rio kalem.
“Idih, apaan sih” Ucap Ify sambil memukul pundak Rio. Rio terkekeh puas.
“Ya Tuhan, aku dicuekkin” Ucap Bian manyun memecah keasyikan RiFy.
“Hehe, maap sayang. Udah puas maennya? Kita berangkat?” Tanya Rio sambil mengulurkan tangannya yang langsung disambut hangat oleh Bian.
“Ayo Fy. Malah bengong. Mau gue gandeng juga?” Goda Rio lagi.
“Engga, makasih Tuan Mario” Ucap Ify yang ngacir duluan menyembunyikan rona merah yang sepertinya kembali dipipinya.
***
Bukannya Kekantin, Gabriel malah membawa Shilla ke taman belakang.
“Kita ngapain kesini?” Tanya Shilla, setelah genggaman Gabriel lepas dari tangannya.
“Gimana kalo pertanyaan loe diganti. Kenapa gue ga jadi kekantin buat sarapan?” Ucap Gabriel santai.
“Emang tadi loe ngajak ke kantin? Gue udah sarapan kok” Jawab Shilla polos.
Gabriel menghela napas.
“Loe mau sarapan? Yuk kita ke kantin ucap Shilla yang lalu menarik tangan Gabriel. Tapi Gabriel menahannya.
“Loe yakin mau kekantin dengan keadaan kayak gitu? Kalo tadi pagi berita heboh Alvin-Sivia jadian sih keren. Nah sekarang kalo loe dan gue kekantin, teman yang lain ga tau masalahnya apa. Disangka kita berantem hebat pasti” Ucap Gabriel kalem.
“Alvin-Via jadian?” Tanya Shilla sambil membelalakan matanya.
“Astaga Shill. Setoa-toa (?) nya suara cempreng temen-temen loe ga ada yang masuk ke kuping loe ya selain kabar tentang Rio dan Ify?” Ucap Gabriel tajam.
Shilla menunduk ‘ngapain diingetin lagi sih’ keluhnya. Shilla membuang nafasnya kasar. “Kita ke mereka yuk. Gue mau minta PJ nih” Ucap Shilla dengan nada yang dibuat semangat.
Gabriel melengos. “Terserah loe deh. Yang pasti gue tau saat loe baik-baik saja dan tidak baik” Ucap Gabriel yang langsung meninggalkan Shilla yang terpaku.
Cheers (;!!!
Trisil {}
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar