Gomenasai Anime Smiley trisillumination: That's All Cause Ify Part 33

Selasa, 25 Desember 2012

That's All Cause Ify Part 33


***

“GUE BISA BANTU SHILLA!!!” Seru Ify.
“Ssttttttttttttt” seketika bisikan protes meredam teriakkan Ify. Ify menunduk malu.
Mata Gabriel terbelalak maksimal menunjukkan protes.
“No Comment My Bro, hasil test lab kecocokan gue 63%. Dan kita udah buat perjanjian diawal kalo yang paling cocok boleh mendonor tanpa larangan” Ucap Ify.
“Shit!!” Umpat Gabriel.
“Emang loe Yel?” Tanya Alvin.
“Cuma 37%” Jawab Gabriel ketus.
“Gue Cuma 13%. Jauh kan?” Sahut Alvin.
“Vin, Yel, Fy. Diantara kalian semua, gue yang paling cocok. Gue 80%. Jauh diatas kalian kan?” Ucap Sivia yang sedari tadi diam saja sambil menunjukkan kertas hasil test labnya kearah Ify, Gabriel dan Alvin yang menatap tak percaya.
 “Aku gak setuju Vi” Tentangnya keras.
Sivia menggeleng. “Setuju gak setuju. Aku bakal tetep donorin Vin. Shilla temen aku bahkan sahabat aku dan dia.........”
“Dan dia belum tentu nganggep kamu sahabat Vi!” Tegas Alvin.
Sivia menggeleng cepat.
“Kita selesaikan ditaman luar, disini takut ngeganggu pasien lain” Saran Gabriel, yang lain mengangguk setuju.

***

Sementara Mama Shilla dan Obiet yang sudah kembali ketempat Kamar Shilla sudah dipindahkan berterimakasih pada Rio dan Anggota The Days Ever lain yang membantu menjaga Shilla selama ia menemui dokter.
“Oh iya Yo, bukannya temen loe yang lain mau pada kesini ya?” Tanya Angel dengan nada sinis tanpa bisa disembunyikannya.
Rio mengangkat bahunya, mencoba ingin mengontak Ify dan yang lain.
Sedangkan Obiet yang tidak begitu senang dengan nada yang dilontarkan Angel langsung menyahut dingin. “Mereka udah dateng”
“Kok gak kesini?” Tanya Rio yang langsung menghentikan kegiatannya.
Obiet memutar otaknya cepat. “Mereka lagi cari makanan buat yang disini” dustanya.
“Cihh, temennya sakit juga” Dea mencibir.
Obiet memandang Dea dengan tatapan tidak suka. “Justru mereka lagi mempermudah yang jenguk dan cari makanan kesukaan kak Shilla” Ketus Obiet.
Keheningan melanda hingga dering ponsel disaku seragam Cagvairs milik Obiet memecah suasana.
“Iyaa gue disini......... cari aja Paviliun Mawar No. 105............ Hah? Manja banget sih, tinggal kesini juga.......... Iya gue kesana........... Berisik” Ucap Obiet ketus mengakhiri pembicaraan via telepon.
“Siapa sih Biet?” Tanya Mama Obiet.
“Si Deva sama Ray, manja  banget kesini aja minta dijemput dilobby. Males nyari katanya” Ucap Obiet yang masih terbawa suasana.
“Ray sama Deva emang suka gitu Biet. Biar gue yang jemput mereka deh” Tawar Rio.
“Gak kak. Gak usah, biar gue aja. Sekalian mau cari udara seger. Kayaknya ruangan ini kelebihan muatan” Ucap Obiet dengan nada sarkatis dengan ekor mata yang jelas-jelas mengarah pada Dea dkk. Tanpa berbicara lagi Obiet meninggalkan ruangan Shilla.

***

“Kelewatan deh lo berdua. Kalo kayak gini meja receptionist bisa makan gaji buta. Karena gak ada yang nanya mereka dimana letak kamar” Keluh Obiet sambil berjalan lebih dulu diikuti Ray dan Deva.
“Loe kenapa sih Biet, dateng-dateng marah-marah” Tanya Ray.
“Loe PMS ya?” Ledek Deva.
Obiet mendengus kesal. “Sorry-sorry, kebawa suasana. Cuaca panas banget sih” Ucap Obiet berkelit.
Rau dan Deva hanya mengangguk sepaham.
“Eh bentar-bentar” Ucap Deva menghentikkan langkah kaki mereka bertiga.
“Apasih?” Tanya Ray.
“Itu kak Ify, Kak Iyel, Kak Alvin ama kak Sivia kan? Sama dokter juga kayaknya” Tanya Deva memastikan sambil menunjuk ke arah taman rumah sakit.
Obiet melirik jam tangannya lalu memicingkan matanya mencoba meneliti. “Ternyata hasil lab udah keluar” Gumam Obiet pelan tapi cukup didengar oleh Ray dan Deva.
“Hah? Test Lab? Untuk apa?” Tanya Deva, gurat panik dan kecemasan langsung menyergap dirinya merasa ada yang tidak beres.
“Biar nanti dijelasin disana. Ayo kesana” Ajak Obiet yang langsung berlari tanpa suara kearah Ify dkk berunding.

***

Gurat tegang dan tatapan tajam sudah tidak lagi dapat disembunyikan yang dipadukan dengan tatapan melas dari masing-masing orang.
“Gue yakin ada kesalahan” Ucap Gabriel ngotot. “Mungkin hasil elo, itu punya gue Vi” Sambung Gabriel.
“Namanya jelas-jelas gue Yel. SI-VI-A A-ZI-ZAH!” Ucap Sivia tegas.
“Tapi gak mungkin. Gue sama Ify itu saudara satu rahim. Masa perbedaannya 1 : 2??!” Ucap Gabriel.
“Kembar belum tentu sama bentuk dan jenis gen” Ucap seseorang dibelakang Gabriel tiba-tiba. Seorang Dokter Muda yang tidak dikenal mereka.
Yang lain berbalik. “Dokter?” Gumam yang lain.
“Perkenalkan, saya Evan. Specialis bedah disini. Maaf, saya menguntit pembicaraan kalian. Tapi saya begitu antusias tiba-tiba dikabarkan ada 4 orang anak SMA kompak untuk test lab demi mendonorkan ginjalnya untuk menolong salah satu sahabat mereka. Dan bisa dibilang sebuah keputusan mendadak dan tanpa pertimbangan......”
“Saya sudah mempertimbangkannya secara matang Dok” Sahut Ify.
“Bukan dia, tapi kami” Sahut Gabriel.
Dokter Evan tergelak pelan. Lalu menatap Gabriel dan Ify bergantian.
“Tentu saja saya bisa melihat kalian sungguh-sungguh. Saya Cuma ngetes kok” Ucap Dokter Evan
Gabriel mendengus kesal, berasa dipermainkan disaat genting seperti ini.
“Boleh liat hasil test lab kalian semua?” Tanya Dokter Evan.
Yang lain mengangguk dan menyerahkan kertas hasil test lab masing-masing. Dokter Evan menerima dan mulai menelitinya.
“Kak, gimana?” Tanya Obiet langsung.
“Gue sama Gabriel gak cocok. Ify sama Sivia yang cocok” Jawab Alvin singkat.
“Dan gue yang paling cocok” Ucap Sivia. “80%” Sambungnya.
Mata Obiet terbelalak maksimal.
“Tunggu sebentar” Ucap Dokter Evan tiba-tiba. Memutuskan keinginan Obiet untuk berbicara. Semua tatapan mengarah ke dokter muda specialis bedah tersebut.
“Dari test lab ini, Gabriel dan Alvin tentunya sudah dipastikan tidak bisa berpartisipasi” Ucap Sang Dokter.
Gabriel dan Alvin sama-sama menghela nafas.
“Dan untuk Sivia Azizah..” Ucapan Dokter Evan menggantung.
“Iya Dok?” Tanya Sivia menuntut kejelasan.
“Walaupun test lab kamu menunjukkan kecocokkan tertinggi dibanding teman kamu yang lain yaitu 80%. Sayang kamu tidak bisa mendonorkan satu ginjal kamu” Ucap Dokter Evan tegas.
“APAAA??” Koor serempak ditujukan dari Ify dkk, dan Obiet serta Ray dan Deva yang sudah mulai mengerti alur ceritanya.
Dokter Evan mendesah pelan lalu mengulurkan kertas hasil test lab Sivia kehadapan para remaja dihadapannya yang menampakkan ekspresi bingung.
“Disini memang dikatakan, kecocok ginjal kamu dengan sahabat kamu itu 80%, tapi dibagian ini..” Dokter Evan menunjukkan sebuah nama istilah kedokteran yang tercetak diatas kertas tersebut. “Mengatakan darah kamu bertolak belakang dengan darah sahabat kamu” Dokter Evan menghela nafas pelan kembali sebelum meneruskan ucapannya. “Jika kamu tetap mendonor, dipastikan bukan hanya pencangkokan ginjal yang akan dilakukan, melainkan juga pencangkokkan sum-sum untuk menetralkan darahnya” Ucap Dokter Evan tegas.
Dan dapat lagi sebuah keterkejutan tersimpan. Wajah tercengan sudah dapat menghiasi wajah Ify dkk dan Deva dkk.
“Tapi malaikat kecil kita belum habis” Tatapan Dokter Evan mengarah pada sosok Ify. “Alyssa Saufika Umari?” Tanya Dokter Evan memastikan setelah mengeja nama diatas hasil test lab.
Ify mengangguk.
“Jika kamu mau, kamu yakin, kamu bisa berbagi ginjal dengan sahabatmu itu” Ucap Dokter Evan pelan. “Semua data kamu disini sangat cocok dengan data sahabatmu”
“Dokter serius?” Ucap Ify tak percaya.
“Buat apa membohongi orang yang mau beramal?” Ucap Dokter Evan ringan.
“Gue gak setuju kak” Ucap Deva buka suara. Bukannya apa, dari tadi firasat dia sudah ditekan rasa cemas yang luar biasa.
“Sayangnya loe gak bisa ngelarang gue Dev, tadi kita udah buat perjanjian. Siapa hasil lab paling cocok dia boleh mendonorkan ginjal tanpa larangan” Ucap Ify.
“Tapi gue gak masuk kedalam kategori ‘kita’ yang loe maksud kak” Sahut Deva.
“Gue juga kak, gue gak setuju” Kali ini Ray mengungkapkan pendapatnya.
Ify tersenyum kearah Ray, mendadak teringat sesuatu. “Dan abang loe gak boleh tau” Ucap Ify tanpa mempedulikan protesan Ray.
“Kita batalin perjanjian tadi” Ucap Sivia tiba-tiba. Entah memang karena feeling antara Ify dan Sivia kuat sehingga takut mengetahui kedepannya atau bagaimana. Sivia bersikeras untuk melarang Ify.
“Gak bisa Vi” Ucap Ify.
“Bisa Fy” Kali ini Gabriel yang berbicara.
“Yel, loe seharusnya..............”
“Gue gak mungkin ngebiarin orang yang satu dinding rahim sama gue, kehilangan organnya” Potong gabriel terhadap ucapan Ify.
“Kita bisa cari orang lain lagi Fy” Ucap Alvin.
“Gak untuk sekarang Vin. Ini mepet banget.” Bantah Ify.
“Masih satu minggu untuk berpikir lebih matang. Maaf saya harus melihat pasien, kalian bisa mempertimbangan lebih lanjut” Ucap Dokter Evan bijak.
“Terimakasih sarannya Dok. Selamat bekerja” Ucap Sivia yang lain mengangguk.
“Fy, masih ada waktu seminggu, kita masih bisa........”
“Intinya kita masih bisa membela Varaway dipertandingan minggu depan” Potong Ify.
“IFY SERIUS” Bentak Gabriel.
“GUE JUGA SERIUS YEL” Seru Ify
Gabriel menghembuskan nafasnya dan berusaha merendahkan suaranya. “Gue cemas sama elo Fy. Please, kita cari orang lain” Pinta Gabriel.
Ify menggeleng. “Cuma seminggu Yel, belum tentu orang yang kita cari udah siap di hari H nya. Dan yang paling belum tentu adalah kita mendapatkannya. Shilla sahabat gue Yel, gak mungkin gue diem aja liat dia begitu.”
Gabriel terdiam.
“Fy” Ucap Alvia berbarengan, pandangan mereka sama seperti malam itu. Malam ketika Rio dan Ify bersikeras mendonorkan jantung mereka untuk menyelamatkan nyawa Bian. Mengingatnya, ada suatu hantaman tersendiri bagi Ify, tapi berusaha dikendalikannya.
“Loe berdua inget? Saat gue Cuma bisa diem ngeliat anak kecil yang menahan sakit dijantungnya malem itu? Gue Cuma bisa nangis tanpa berbuat apapun malem itu. Dan saat anak itu pergi, yang gue lakuin tetep sama! Nangis! Gue............”
“Berhenti kak!” Tegas Ray yang langsung berpindah tempat ke depan Ify.
“Gak ada yang salah malem itu. Bian pergi untuk melepas rasa sakitnya. Dan loe harus tau, seandainya elo ngasih jantung elo malem itu. Loe gak akan disini dan bersikeras untuk memberikan organ loe yang lain buat orang yang loe anggep sahabat itu” Ucap Ray dengan nada meninggi.
“Jangan diungkit lagi” Ucap Alvin  menarik Ray kebelakang.
Ify memejamkan matanya kuat-kuat menahan perih yang kembali menguasai hatinya.
“Itu Ray, itu sebabnya. Gue gak mau ngebuang kesempatan lagi..........” Ucapan Ify menggantung. “Vi, Vin. Malem itu loe berdua ngelarang keras karena jantung gue Cuma satu. Saat ini, ginjal gue ada 2 dan gue berbagi salah satunya ke sahabat gue. Apa itu salah?”
Telak. Tidak ada sangkalan dari Alvia.
“Gue mau tau pendapat elo Biet” Ucap Ify tiba-tiba kepada seseorang yang sebenarnya pemeran utama yang memilih sebagai tokoh pasif.
Obiet membuang muka. “Gue gak tau kak. Gueee.......”
“Gak usah diterusin. Loe cukup jadi tokoh tengah dan liat keputusan final” Potong Ify seenaknya.
Obiet langsung bungkam.
“Kak” Lirih Deva pelan.
“Apa?” Tanya Ify.
“Apa bisa kali ini kita sependapat?” Tanya Deva.
“Tentu aja bisa” Jawab Ify mantap. Sinar lega menyelubungi wajah Deva. “Tapi kalo pun gak, gue rasa pendapat kita berdua. Bisa dijadiin satu” Ucap Ify santai, yang membuat wajah Deva mengelam.
“Gue takut kak” Ucap Deva jujur dan lirih.
Ify terenyuh mendengar pengakuan Deva. Tapi tekatnya sudah bulat. Lalu tiba-tiba tertawa mencairkan suasana. “Dev.. Dev.. gue tuh Cuma mau beramal, bukan berangkat perang atau jadi teroris selundupan” Ucap Ify kembali terkekeh. “Lagian gue udah searching-searching gitu kok, hidup dengan satu ginjal gak ada bedanya sama dua ginjal. Bedanya ya jumlah ginjal loe loe kurang satu dari orang lain” Ucap Ify mencoba bercanda.
Sedangkan yang lain hanya sanggup menatap Ify dengan mata yang terbelalak maksimal mendengar penjelasan gadis itu.
“Loe udah se-prepare itu?” Ucap Obiet kaget.
Ify mengangguk bangga.
Yang lain berpandangan.
“Gini deh, gue buat penawaran final. Loe semua ijinin gue, dan gue janji gue akan tetep baik-baik aja dan beraktivitas normal kayak kalian seperti biasa. Dengan persyaratan jangan ada orang lain tau selain yang ada disini sekarang” Ucap Ify.
Baru saja yang lain serempak ingin menolak. Tapi keburu Ify sudah pergi dengan alibi kekamar kecil. Dan keputusannya telah ditentukan. FINAL!

***

“Soreee” Sapa Ify semangat memasuki ruang rawat Shilla. Yang lain hanya mengikuti tanpa semangat karena Gabriel, Alvin, Sivia, Ray, Deva kalah adu argumen soal masalah tadi. 5 orang dikalahkan 1 orang keras kepala jaman reformasi saat ini.
Rio yang sedang asyik dengan game di BBnya langsung mengangkat kepala begitu mendengar suara yang begitu akrab menyapa telinganya.
“Loe shopping dulu ya Fy? Lama banget” Sindir Zahra.
Ify tidak begitu peduli dengan nada pertanyaan yang dilempar Zahra. “Iya, shopping makanan buat loe-loe pada nih.” Ucap Ify sambil menyerahkan makanan ke Mama Shilla dengan sopan.
“Lama banget Fy?” Tanya Rio.
“Emmm, itu-itu... Enggg... Gue... Gue tadi nganter Gabriel check up. Sekalian mumpung disini. Terus nunggu AlVia yang tadi sempet dipanggil Pak Duta, yah paling buat persiapan pensi. Terus cari makanan, eh ternyata jadi bareng sama Deva dan Ray” Cerocos Ify tanpa jeda.
Yang dibelakang Ify. Komplotan Diskusi dadakan, Gabriel, Alvin, Sivia, Ray, Deva dan Obiet memandang Ify dan dalam hati mereka serempak berteriak “NGARANG BANGET!!!”
“Nah elo kenapa lama Biet, jemput Ray sama Deva di lobby atau rumah masing-masing?” Tanya Zevana.
Obiet dan Sivia kompak melempar pandangan tidak suka.
“Gue jemput mereka di lobby. Tapi berhubung Deva mendadak pengen kurma jadi gue harus ke Arab dulu. Terus pas udah kesini mendadak Ray ngidam Spaggethi, jadi mau gak mau gue berangkat ke Italia dulu, jadi baru kesini” Cerocos Obiet asal.
Seketika tawa didalam ruang inap Shilla meledak, tapi sedikit tertahan karena tidak ingin menganggu Shilla
“Loe kebanyakan gaul sama Ify kayaknya Biet. Jadi kalo nyerocos gak mikir” Ledek Rio.
“Kenapa gue?” Tanya Ify yang sudah memindahkan posisinya disamping Mama Shilla, yang memang belum mengetahui niatnya. Berlindung sekaligus menghindar intimidasi komplotan diskusi tadi yang melarangnya mendonor. Dan satu-satunya cara adalah pura-pura berbicara riang bersama Rio untuk mengalihkan suasana mencekam yang dikirkan kakak, adik, serta teman-temannya.
“Gak deh, gue takut kena timpuk” Ucap Rio sambil melirik buah apel dalam genggaman Ify.
Ify nyengir.
Namun disela-sela keributan itu, ada sosok yang tengah memandang prihatin kearah ranjang tempat Shilla berbaring dengan peralatan yang menopangnya.

***

“Gak ada cara lain Ray, kasih tau abang loe” Ucap Deva.
Ray hanya bergeming. Saat ini mereka semua ada di ruang tunggu diluar kamar inap Shilla. Kembali membentuk komplotan diskusi. Tetapi berbeda dengan tadi, salah satu anggotanya. Gabriel, memilih untuk larut dalam pikirannya sendiri. Dan Obiet memilih tetap didalam menunggu Shilla bersama Mamanya ditemani Rio dan Ify yang tetap memilih berkelit dari mereka didalam. Sementara The Days Ever sudah pulang kerumahnya masing-masing. Dengan Agni dan Acha yang dijemput Cakka dan Ozy sepulang latihan basket yang tertunda. Lagipula diskusi sekarang mengandalkan suara yang teramat pelan. Seperti tadi, hingga tarik urat.
“Ray” Panggil Deva sambil menggoncang bahu Ray.
“Loe kan tau sendiri. Mereka berdua lagi jauh minggu-minggu terakhir ini. Gue bingung jelasin dari mana. Apalagi udah nyampe klimaks gini” Ucap Ray.
“Gak bisa pakai cara begitu Ray, Dev. Jalan terakhir, percaya omongan Ify. Dia gak pernah ngelanggar janji kan?” Ucap Alvin memberi perngertian.
“Iya, percaya. Ify belum pernah mengecewakan kita kan?” Sahut Sivia.
“Dia emang gak pernah ngelanggar janji kak. Tapi kita gak pernah tau takdir yang udah kita rencanakan sejalan gak sama kenyataan?!” Ucap Deva, pelan tapi tegas.
Alvin dan Sivia tersenyum maklum mendengar bantahan Deva. Dimakluminya kecemasan yang benar-benar terpancar dari dua bola mata Deva saat ini.
Entah memang karena mendengar ucapan Deva atau karena memang niat awalnya untuk beranjak dari tempatnya. Gabriel langsung melangkah pergi tanpa pamit.
“Vi, kamu disini ya. Usahain biar mereka berdua gak nekat. Aku ke Gabriel” Bisik Alvin pelan sambil melirik Deva dan Ray sesaat.
Sivia mengangguk paham. Setelah melihat jawaban Sivia, Alvin langsung berlari tanpa suara mengejar Gabriel.

***

“Bukan loe doang Yel yang ada diposisi tempat loe sekarang” Ucap Alvin setelah Gabriel berhenti cukup lama ditaman rumah sakit sambil memandang gradasi cantik warna kemerahan langit yang berganti menjadi kelabu.
Gabriel hanya menurunkan pandangannya. Tidak berniat menoleh sedikitpun.
Alvin melangkahkan kakinya hingga sejajar dengan Gabriel.
“Obiet juga ngerasain hal yang sama” Ucap Alvin.
Gabriel berusaha tidak mengacuhkannya.
“Bedanya dia lebih berat ke Shilla. Shilla kakak semata wayangnya, perempuan pula. Apalagi mereka Cuma hidup bertiga. Walau jarang ngobrol kayak elo sama Ify, Ify sama Deva. Kedekatan emosional pasti masih tetap ada. Disisi lain, dia juga gak mau Ify yang berkorban. Ify dikenal dia sebagai jalur dia lebih terbuka sama temen-temen deketnya sekarang, Oliv yang cerita, kalo dulu Obiet lebih pendiem, akut dan lebih parah dari gue malah. Tapi katanya semenjak SMA dan sering bercanda sama Ify, dia jadi ikut ketularan sifat ‘gila’nya Ify.” Alvin menghela nafas. “Obiet sama kayak loe, makanya dia lebih milih gak jawab apapun saat ditanya.”
“Vin, apa yang loe rasain. Seandainya loe jadi gue. Seandainya loe punya saudara kembar. Terlahir dengan fisik yang beda, tapi memiliki organ tubuh yang sama” Gabriel menghela napas berat. Dan Alvin membiarkan Gabriel menyelesaikan kata-katanya.
“Dan suatu saat kembar loe itu harus kehilangan salah satu organnya. Ibarat perbandingan, loe terlahir sama kembar loe dengan 5 : 5 . Loe dan kembar loe seimbang, terus tiba-tiba kembar loe harus menyerahkan 1 bagiannya ke orang lain, sehingga loe sama dia jadi 5 : 4 . Pincang Vin” Ucap Gabriel pelan.
Alvin menghela nafas sama beratnya. Seakan pasokan oksigen diudara terbuka seperti ini sudah menipis. “Darah selalu lebih kental dari pada air Bro” Ucap Alvin sambil menepuk pundak Gabriel. “Kalo dulu loe pake perumpaan bola basket untuk Rio dan Ify tentang kematian. Sekarang kita pake perumpaan ketika kaki loe patah kemaren” Ucap Alvin.
“Ibaratkan kaki loe adalah saudara kembar. Saat kaki loe patah dan loe gak bisa jalan normal seperti sekarang ini bahkan berdiri pun susah. Terus, kaki loe yang satu, yang masih normal tetap bantu menyangga kan agar loe bisa berdiri? Disisi lain loe butuh tongkat untuk ngebantu loe jalan kemanapun. Sekarang kita praktekkan itu kedunia depan kita saat ini. Ibaratkan Ify adalah kaki loe yang patah, dan kaki loe yang norma adalah elo sendiri. Loe gak mungkin kan ninggalin Ify sendiri? Dan tongkat, ibaratkan itu sebagai gue, sebagai Sivia, sebagai Deva atau yang lain. Kita semua akan bantu agar loe berdua tetap melangkah kemanapun elo mau. Dan kita akan bantu loe, dan melengkapi kepincangan yang elo maksud” Nasihat Alvin panjang lebar.
Gabriel menghela nafas kuat-kuat, berusaha mengisi paru-parunya yang kosong dengan oksigen disekitarnya. “Thanks Vin. Gue jadi lebih baik sekarang” Ucap Gabriel tersenyum santai berusaha rileks.
“Ify akan tetep baik-baik aja” Ucap Alvin menepuk pundak Gabriel.
“Harapan gue begitu” Ucap Gabriel kembali memandang lurus.
“Untuk Shilla, loe gak perlu takut. Gue yakin dia bisa sembuh kok” Ucap Alvin tiba-tiba. Karena sebenernya kata-kata inilah yang mengganjal benaknya.
Gabriel langsung menatap kearah Alvin. “Maksud loe?”
“Loe cowok, dan gue juga cowok Yel. Semua sikap loe, tindakan loe, kata-kata loe, bahkan sampai tatapan elo yang begitu ngotot diluar dugaan gak seperti biasanya kayak tadi tuh membuktikan elo.........” Kata-kata Alvin menggantung.
“Loe jangan ngarang Vin. Gue murni khawatir sebagai temen tau” Sergah Gabriel.
“Tapi emosi loe tadi bener-bener berantakkan. Itu agak over dan berbanding terbalik sama sifat asli loe. Tenang” Ucap Alvin Telak.
Gabriel memilih untuk tidak mempedulikkannya dan kembali memandang lurus.
Tapi Alvin yang belum puas tetap mengejar.
“Kalau kayak gini terus, bakal banyak yang sakit gue yakin akhirnya” Ucap Alvin serius.
Gabriel kembali menoleh ke Alvin kali ini dengan ekspresi heran. “Loe bicara tentang apa?” Tanya Gabriel.
“Semua. Rahasia loe sama Ify, Perasaan Shilla ke Rio, Rio ke Ify, Ify ke Rio dan terakhir elo ke Sh....”
“Yang terakhir, tolong gak usah dibawa” Potong Gabriel.
“Loe munafik kalo gitu” Ucap Alvin enteng.
“Terserah loe mau bilang gue apa” Ucap Gabriel tidak peduli.
“Fine!” Ucap Alvin menekankan ucapannya. “Elo munafik! Elo Egois!” Ucap Alvin tenang. Tapi setiap katanya penuh penekanan.
“Keuntungan penuh diraih Shilla, dan kemalangan penuh diterima adek loe, Ify!” Ucap Alvin sinis.
Mendengar itu Gabriel langsung hilang ketenangannya. Dengan tubuh yang langsung dihadapkan kearah Alvin, gabriel langsung mencengkram sweater yang dikenakan Alvin bahkan mendorongnya ke belakang hingga beberapa langkah. Meskipun begitu, Alvin tidak kehilangan ketenangannya. Inilah yang ditunggu, sudah saatnya Gabriel, New Comer dalam hidupnya yang menjelma sebagai salah satu sahabatnya harus membuka diri.
“Alvin! Gabriel!” Jerit seseorang. Alvin dan Gabriel menoleh ke sumber suara. Dilihatnya Sivia langsung berlari menghampiri kearah mereka diikuti Ray dan Deva. Sivia kearah Alvin, Ray dan Deva ke arah Gabriel.
“Loe kenapa sih kak” Tanya Deva sambil memegang bahu Gabriel.
Gabriel membuang nafas keras berusaha membuang seluruh emosinya. Karena bertengkar dengan Alvin bukan sebuah ide yang baik untuk saat ini.
“Gue bukannya ngedoain yang gak baik untuk adik loe saat ini. Adik loe sahabat gue, udah gue anggep adek gue juga. Sahabat baik dari pacar gue. Dan kalo sampai akibat yang ditimbulkan separah yang gue bayangkan. Loe orang pertama yang gue cari dengan souvenir pertemuan colekan kepalan tangan dimuka loe” Ancam Alvin dengan penuh nada tegas dan penekanan.
“Pulang yuk Vi” Bisiknya pada Via. Dengan suara yang mendadak lembut. Sivia yang tercengang dengan keadaan didepannya hanya dapat mengangguk bingung.
Karena Sivia masih tetap diam ditempatnya. Alvin terkekeh pelan, “Nanti aku cerita dirumah kamu” bisiknya, lebih pelan dari yang tadi.
Sivia langsung menyadari dan menarik Alvin dari tempat tersebut dengan sorotan mata permintaan maaf kepada Gabriel.

Setelah Alvia menghilang dari pandangan.
“Kita sebaiknya juga pulang kak. Kayaknya kejadian hari ini beneran nguras tenaga dan pikiran” Usul Deva.
“Ify juga?” Tanya Gabriel.
“Kak Ify nanti pulang sama kak Rio. Deva yang nyetir” Kali ini Ray yang menjawab.
Gabriel hanya meng’o’kan mulutnya. Dan bersyukur, Ify tidak pulang bersamanya kali ini. Karena Gabriel membutuhkan waktu berpikir dan mencerna setiap perkataan Alvin.

***

“Berhubung masih jam setengah 7 lewat, kita pamit buat mandi dan ganti baju dulu ya Tan” Pamit Rio terhadap Mama Shilla.
“Iya, nanti kita kesini lagi kok. Besok kan libur, jadi bisa sampai malem” Ucap Ify semangat.
“Yah, gausah. Kalian kan juga cape. Abis latihan juga. Gausah kesini gapapa kok” Ucap Mama Shilla menenangkan.
“Gapapa tante. Refreshing dikit. Dirumah kan bosen” Ucap Rio.
“Refreshing kerumah sakit? Kayak tempat hiburan udah pada tutup aja” Ledek Obiet.
“Emang ditutup. Kan takut dibom teroris tak dikenal macem loe Biet” Ledek Ify balik.
Obiet cemberut.
“Udah, jelek loe begitu. Ntar gue juga kesini lagi. Jangan kangen ya! Pulang sementara tante” Ucap Ify sambil menyalami punggung tangan Mama Shilla. Diikuti Rio.
“Hati-hati ya. Jangan ngebut bawa motornya” Pesan Mama Shilla.
Rio hanya mengacungkan jempolnya. Perwakilan kata ‘beres deh’

***

Perjalanan sepanjang koridor ke tempat parkir seperti lambat. Begitu lama dan hening. Ify sudah melepas topeng semangatnya. Sudah lelah menutupi jadi memilih diam sepanjang jalan.
Rio tengah merapikan sweater yang dibawakan Ray untuknya. Sesaat memandang Ify yang dari tadi terdiam.
“Loe cape ya Fy?” Tanya Rio.
Ify tersenyum. Lalu menggeleng tanpa suara.
“Loe mau mandi dirumah atau dirumah gue aja? Pakaian loe beberapa kayaknya masih dirumah gue. Lagipula lagi ada nyokap nih. Dia kangen elo katanya” Tawar Rio.
Ify tersenyum. Lebih hangat dari sebelumnya. Cowok dihadapannya ini memang selalu membuatnya lebih baik dengan caranya sendiri.
“Dirumah loe aja deh, gue juga kangen nyokap loe” Jawab Ify.
“Kangen gue juga gak? Kita udah gak ngobrol berapa abad ya?” Sindir Rio, tapi tidak bermaksud memojokkan Ify. Baginya, Ify sudah kembali menyapa dan berbicara dengannya, sudah lebih dari cukup.
Ify mengingat peristiwa berminggu-minggu lalu tanpa menjawab pertanyaan Rio.
“Kapan ya terakhir gue bonceng loe naik motor ini?” Tanya Rio lagi. “pastinya sebelum loe nyuekkin dan menghindar ari gue” Jawabnya sendiri.
Mendadak Ify salah tingkah. “Apasih” Ucap Ify sambil memukul lengan Rio. Rio terkekeh, puas menggoda gadis dihadapannya.
“Ayo naik” Ucap Rio dari atas Cagivanya, diulurkan satu tangan untuk membantu Ify naik.
“Udah?” Tanya Rio memastikan.
Ify mengangguk. Rio memang melihatnya dari kaca spion, tapi......
“Kalo ngangguk doang gue gak tau Ipyyy” Ucap Rio semakin gemas menggoda.
Ify memukul helm Rio dengan sadisnya. “Iya udah” Ucapnya.
“Abis elo jadi pendiem gitu sih, ditanya ngangguk doang.” Ucap Rio sambil melepas helm fullfacenya.
“Nanti kita keburu malem Yo” Ucap Ify mengalihkan pembicaraan.
Sadar pembicaraan dialihkan, tapi membenarkan ucapan Ify mau tak mau Rio kembali menggunakan helm full facenya dan mulai menstarter cagivanya untuk pulang kerumahnya.

***


Ify bercermin sambil mengeringkan rambut basahnya seusai mandi. Seperti biasa, kedatangan dirumah ini selalu disambut baik oleh Nyonya Rumah yang telah dipanggilnya Mama. Pandangan Ify berputar kesekeliling kamar penuh kenangan tersebut. Hingga jatuh disatu titik, dimana Fotonya, Bian dan Rio busa dibilang foto terakhirnya bersama anak istimewa yang merebut hatinya sejak pandangan pertama. Ify meraih bingkainya, matanya memejam mengingat segala memori yang masih tertanam baik dalam otaknya. Memori pertama kali ketika mengenal Bian, mengajarkan bermain piano, bermain bersama, hingga di akhir hidup Bian yang ditutup dengan liburannya bersamanya dan Rio.

Keasyikan bernostalgianya terganggu dengan ketukan pelan dari arah pintu. Tanpa sempat menaruh kembali bingkainya Ify membuka pintu kamar. Rio dengan jeans hitam dan polo t-shirt berwarna abu-abu serta jaket kulit coklatnya dengan rambut yang juga masih agak basah menyambutnya dipintu kamar.
“Udah selesai?” Tanya Rio.
“Rapi-rapi sedikit lagi ya?” Pinta Ify.
Rio tersenyum menggoda. “Udah cantik kok, mau dirapiin apanya?”
Pipi Ify bersemu merah dan melempar pandangannya kearah lain. Ini saat yang dirindukannya, meski kesal selalu digoda tapi selalu seperti ada kupu-kupu yang menggeletik perut jika laki-laki dihadapannya ini sudah memuji atau gombal lainnya.
Rio setengah mati menahan agar tawanya tidak meledak melihat reaksi Ify. Tetapi perhatiannya langsung terambil oleh benda yang ada ditangan Ify. Bingkai Foto, Dirinya, Ify dan Bian tepat difoto terakhirnya! Ya, Rio memang sengaja memajang seluruh foto yang diperoleh dari X-Shoot di Dufan dikamar itu. Biar menjadi kenangan, menurutnya.
Sadar Rio tidak melanjutkan godaanya Ify mulai menatap Rio yang tengah menatap kearah benda ditangannya.
“Gue kangen” Ucap Rio dan Ify serempak dengan kegiatan yang sama pula, mengangkat kepala dan saling menatap. Sadar dengan kegiatan spontan yang sama membuat keduanya tergelak.
“Gue kangen sama dia, celotehannya, sikap manjanya, sok tau nya, semuaaa” Cerocos Ify lebih dahulu.
Rio tersenyum menatap gadis didepannya. “Ikut gue yuk” Ajak Rio yang langsung tanpa permisi menggandeng tangan Ify.
Rio ternyata mengajak Ify kekamarnya, sesaat Ify berhenti didepan kamar Rio. Matanya menyipit curiga. “Mau ngapain loe?” Tanya Ify waspada.
“Gak ngapa-ngapain. Mana berani sih gue, lagian ada nyokap dibawah” Ucap Rio santai.
Ify cemberut kesal.
“Lagian loe pikir kita mau ngapain? Cuma masuk kamar gue kok” Goda Rio.
Ify terdiam, tanpa membantah.
“Gue ganti pertanyaannya deh. Lagian elo maunya gue apain? Tenang gue orangnya tanggung jawab kok, lagian nyokap gue kayaknya udah sreg sama loe” Goda Rio makin jadi.
Ify memukul lengan Rio dengan sadisnya, hingga Rio memekik tertahan.
“Gak ngobrol berminggu-minggu sama loe, ngebuat loe makin ganas ya” Ringis Rio.
“Lagian elonyaaa” Elak Ify.
Rio mengangkat sebelah alisnya, selintas ide jahil menari dibenaknya. “Guenya kenapa?” Tanya Rio menundukkan wajahnya kewajah Ify, hingga berjarak hanya beberapa centi meter.
Sudah tidak dapat ditolak dan disembunyikan, dengan jarak sedekat ini Rio pasti sudah mengetahui wajahnya yang memerah.
“Apadeh loe” Ucap Ify sambil mundur satu langkah dan mendorong dada Rio kebelakang, lalu membuang pandangannya.
Rio tersenyum manis mengingat rona merah yang menjalari wajah yang tadi hanya beberapa centi meter dengan wajahnya.
“Ayo masuk, keburu malem nanti. I’m Promise I’ll Keep You” Ucap Rio
Ify tersenyum senang mendengar ucapan Rio yang terakhir. Lalu melangkah masuk lebih dulu setelah Rio membukakan pintu untuknya tanpa mengetahui jika bagi Rio, kata terakhirnya tadi bukan hanya sekedar ucapan untuk hari ini, melainkan esok dan akan seterusnya.

“So, apa yang mau loe tunjukkin?” Tanya Ify begitu Rio suda disampingnya.
“Gak sabar banget ya?” Goda Rio.
“Please berhenti godain gue kenapa sih” Rengut Ify.
Tawa Rio meledak seketika.
“Pesek reseeeeee” Maki Ify sambil berusaha meng-agresi Rio. Rio sendiri juga tidak mau kalah mencoba untuk menahan agresi dari Ify. Ify yang begitu semangat membully dan Rio yang bersemangat untuk tetap menggoda meski sudah di-agresi oleh Ify. Hingga akhirnya terhenti karena ketidak seimbangan keduanya karena bercanda dekat dengan pinggiran tempat tidur Rio mau tidak mau kedua terjatuh ke tempat tidur Rio dengan posisi Rio diatas Ify dengan tumpuan sikunya disamping tubuh Ify.

Keduanya sama-sama terdiam. Dengan saling menatap. Wangi yang menguar dari rambut Ify yang baru dikeramas memenuhi indera penciumannya saat ini. Menawarkan kerinduan darinya satu-satunya untuk gadis ini. Sama seperti Rio, wangi parfum musk milik Rio juga memenuhi indera penciuman Ify saat ini. Membuat keduanya merasa seperti tidak ada lagi sekelebat udara diantara mereka.
Tidak bisa terlalu lama menatap kedua mata hitam yang tajam bak elang dihadapannya, Ify memutuskan memejamkan matanya kuat-kuat. Ekspresi takut tergambar disana. Rio masih sempat tersenyum kecil melihat pemandangan dihadapannya.
“Gue gak ngapa-ngapain kok Fy” Ucap Rio memecah suara pertama sambil bangkit berdiri.
Ify membuka matanya perlahan. Kecemasan benar-benar tergambar diwajahnya, membuat Rio sedikit merasa bersalah pernah senang atas ekspresi tersebut.
Rio membantu Ify berdiri. “Maaf ya, kan tadi gue bilang gak mau ngapa-ngapain. Dan janji jaga elo” Ucap Rio yang merasa tidak enak.
Suasana menjadi canggung diantara keduanya. Ini bukan untuk pertama kalinya, tapi sudah kedua kali. Pertama ketika malam Rio mencium Ify tanpa sengaja dan yang kedua adalah yang ini. Memang terlihat biasa untuk seukuran anak SMA, tapi kalo tidak memiliki hubungan istimewa? Bahkan hubungan tersebut sudah ada label “PERSAHABATAN”?
Melihat Ify tetap bergeming. Rio semakin merasa bersalah. Ify terdiam, memang benar karena shock, yang kedua karena ini kejadian diluar batas persahabatan antara dirinya dan Rio tanpa sebuah kesengajaan! Dan parahnya tanpa sebuah hubungan special.
“Fy, Maaf Ya” Ucap Rio lagi sambil mengguncang lengan Ify.
Ify mulai bereaksi. “Iya gapapa. Gak sengaja juga. Sorry, juga tadi mukulin elo. Ada yang sakit gak?” Tanya Ify berusaha rileks. Meski jantungnya sudah tidak lagi bisa diajak kompromi.
Rio menggeleng. “Rencana gue tadi kita pindahin diluar aja ya” Tawar Rio.
Ify mengangguk walau tidak sepenuhnya mengerti apa rencana Rio.
“Nanti pulang dari rumah sakit, Ayo” Ucap Rio sambil kembali menggandeng tangan Ify.

***

“Kalian lebih balik pulang aja, kelewat larut. Besok kan masih bisa kesini” Bujuk Mama Shilla, sedangkan Obiet sudah terlanjur tidur disofa disudut ruangan.
“Kamu juga Yo, bawa anak gadis udah malem gini. Mending kalian pulang deh, udah cape banget kayaknya. Makasih ya atas hari ini” Ucap Mama Shilla lagi.
Rio mengangguk, melirik jam dipergelangan tangannya sudah menunjuk angka 10. “Oke kayaknya kita balik dulu Tan, besok kesini lagi” Pamit Rio yang diangguki Ify.
“Kita pulang ya Tante, kalo ada apa-apa kabarin” Pesan Ify sambil menyalami punggung tangan Mama Shilla diikuti Rio.
“Kalian hati-hati ya. Yo, jaga Ify ya” Pesan Mama Shilla.
Rio hanya mengacungkan ibu jarinya sambil melangkah keluar kamar inap Shilla bersama Ify.

***

“Masihh mau tau apa yang mau gue tunjukkin sama elo?” Tanya Rio.
Ify yang masih agak canggung jika berdua saja dengan Rio tidak langsung menyahut.
“Fy” Panggil Rio lembut sambil mencolek lengan Ify.
Ify tersadar. “Hah? Apa Yo? Sorry” Ucap ify malu.
Rio terkekeh sambil menggelengkan kepalanya lalu mengakhirinya dengan senyum terbaiknya. “Masih mau tau apa yang mau gue tunjukkin ke elo?” Ucapnya mengulangi pertanyaan sebelumnya.
Ify mencoba berpikir sebentar, lalu mengangguk.
Rio tersenyum puas. “Ayok” diulurkan tangannya ke Ify setelah memakai helm fullface dikepalanya.
Ify menyambut uluran tangan Rio dan mulai naik keatas cagiva dengan bantuan Rio. Hingga akhirnya mereka melesat meninggalkan hall parkir rumah sakit. Menuju sebuah tempat.

***

Ternyata Rio mengajak Ify kepinggiran pantai lepas. Setelah memarkirkan motornya secara benar. Baru saja Rio menggenggam tangan Ify, langsung dilepaskannya kembali.
“Loe kedinginan ya? Tangan loe ampe dingin gitu?” Tanya Rio cemas, sambil membuka jaket kulitnya.
‘Gue bukan kedinginan tapi nervous!!’ Bathin Ify. Tapi kemudian “Iya, tadi gue lupa bawa jaket” Jawab Ify sambil nyengir.
“Pake nih” Perintah Rio sambil menyamparkan jaketnya kebahu Ify, dan menunggu Ify untuk memakainya.
Sadar, Rio menyerahkan jaket itu dengan tatapan tak ingin ditolak membuat Ify langsung mengenakan jaket kulit Rio tanpa protes.
Rio kembali tersenyum, kali ini bukan hanya menggandeng tangan Ify seperti tadi, ganti Rio kini merangkulnya dan melangkah lebih dekat kearah pinggir dermaga.
“Loe bisa masuk angin Yo” Ucap Ify sambil merapatkan jaket milik Rio karena angin yang berhembus memang sedang kencang-kencangnya.
Rio menggedikkan bahunya. “Santai aja kali Fy” Ucap Rio karena menangkap gerakan Ify yang canggung dihadapannya.
Sejujurnya bukan hanya Ify yang merasakan, Rio pun merasakan hal yang sama. Tapi berusaha disembunyikannya melalui sifat dasarnya yang memang selalu tenang.
“Yo/ Fy” Panggil Rio dan Ify berbarengan.
“Ladies first” Ucap Rio santai.
“Tadi apaan yang mau........”
“Liat keatas deh” Potong Rio sambil menunjuk keatas.
Ify mengikuti tangan rio yang menunjuk.
“Bintang kecil kita ada disana lhoo” Ucap Rio.
Ify langsung kembali menengok kearah Rio. Dan tersenyum senang dan kembali melihat keatas langit dengan senyum yang tidak terlepas dari wajahnya. Seakan menemukan sesuatu yang telah lama hilang.
Bukannya mengikuti arah yang ditunjuknya. Pandangan Rio justru jatuh pada tampak wajah Ify dari samping yang masih tersenyum lepas kearah langit. Wajah cantik yang lepas dari pandangan dekatnya beberapa minggu terakhir ini makin bersinar dengan cahaya bulan yang menerpa wajahnya. Meski tidak menganggu keasyikannya memandang langit.
Sadar sedang diperhatikan Ify mendadak langsung menengok kearah Rio, yang tanpa sadar sudah memperpendek jarak berdiri dirinya dan Ify. Tepat dengan jarak hanya 10 centi meter dari wajah masing-masing. Dengan tatapan tajam Rio berucap dengan begitu lirih. “Gue sayang elo”

Cheers (;!!!

Trisil {}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar