Gomenasai Anime Smiley trisillumination: 2012

Selasa, 25 Desember 2012

That's All Cause Ify Part 38b


***

Matahari sudah bergeser ke arah barat. Meskipun belum menyembunyikan cahayanya, namun cukup mengisyaratkan jika hari sudah mau berganti. Gemuruh bola yang dipantulkan sedari tadi memenuhi lapangan juga sudah berakhir. Para empu yang dari tadi memainkannya sudah sibuk untuk merenggangkan ototnya masing-masing.

Puncak kekesalan Sivia makin ke ubun-ubun. Menunggui Alvin yang kurang lebih bermain dalam waktu 60 menit nonstop sekaligus melihat kecentilan Zevana terhadap Alvin benar-benar membuatnya badmood setengah mati. Sebenarnya Sivia sudah sedari tadi ingin melangkahkan kakinya untuk pergi dari sini. Akan tetapi karena takut dikira menyerah dan kalah, walau kesal setengah mati. Mau tidak mau Sivia harus tetap mempertahankan gengsinya yang tinggi.

Pemandangan Zevana tengah mengusap keringat diwajah sekaligus memberikan air mineral kepada Alvin yang tidak digubris sama sekali oleh cowok itu kini tampil langsung dihadapan Sivia. Sivia menahan diri minimal untuk tidak melayangkan sendalnya kewajah gadis itu.

Tak lama setelah itu ternyata Alvin mulai bangkit dari istirahatnya tanpa meminum air yang tadi disodorkan oleh Zevana lalu berjalan kearah Sivia yang menyambutnya dengan muka jutek.

Alvin menggeleng heran. Semua gadis yang berhadapan dengannya pasti selalu takhluk dan menyambutnya dengan wajah ceria dan sesumringah mungkin. Hanya gadis ini yang berani memasang wajah jutek saat dihadapannya. Only and One...

“Vin. Kita pulang bareng kan?” Tanya Zevana yang langsung menggelayut manja di lengan Alvin.
Sivia sebisa mungkin untuk memasang wajah Hitler abad millenium melihat kelakuan Zevana. Sementara Alvin mati-matian menahan senyum melihat ekspresi Sivia.
“Sorry Ze, gue mau balikin anak orang dulu nih.” Tolak Alvin sambil berusaha melepas tangan Zevana dilengannya.
“Lah, gue kan juga anak orang Vin” Ucap Zevana manyun.
Sivia hampir menyemburkan tawanya begitu mendengar kata-kata Zevana barusan, namun segera ditahannya.
“Via kan gue culik dari rumahnya, loe bukan culikan dan bukan undangan gue juga Ze. Jadi gue gak harus nganter loe balik dong” Ucap Alvin.
“Aduhh tapi masih sakit nih Vin” Ucap Zevana sambil berekspresi menahan tangis sambil memegang kedua pipinya.
“Hehhh Hehh Hehh, yang gue gampar kemaren tuh pipi loe. Yang sakit juga pipi loe bukan kaki loe. So, loe masih bisa buat pulang sendiri tau” Kali ini Sivia berbicara.
“Tapi kan elo sehat wal afiat Vi” Balas Zevana.
“Oh, loe mau gue bikin sakit lagi? Kalo gitu ikhlas deh gue Alvin ngaterin loe balik” Gertak Sivia tidak mau kalah,
“Udah ya udah” Alvin berusaha menengahi. “Ze, elo pulang sendiri. Karena loe kesini juga atas kemauan sendiri. Sedangkan Via? Gue yang paksa dia kesini. So, dia tanggung jawab gue sampai dia balik lagi kekamarnya tempat gue jemput dia tadi” Tegas Alvin.
“Ayo Vi” Ajak Alvin sambil menarik tangan Sivia dalam genggamannya.

***

“Kok jadi bawa gue kesini sih?” Dumel Sivia sambil melihat sekelilingnya. Taman dekat Rumah Alvin.
Alvin mengacuhkannya. Sivia manyun habis-habisan karena diacuhkan dan memutuskan tidak lagi membuka mulut.
Beberapa menit hanya diisi dengan kesunyian.
“Vi” Panggil Alvin.
Sivia menutup telinga dengan kedua telapak tangannya berpura-pura untuk tidak mendengar.
Alvin menggeleng heran melihat tingkah Sivia. “Yaudah terserah kalo gamau denger, yang jelas aku gak bakal ngulang lagi untuk kedua kalinya” Ucap Alvin dengan nada datar namun penuh ketegasan.
Sivia menurunkan tangannya. “Lho kok jadi elo yang...........”
Alvin memotong cerocosan Sivia dengan menghapus jarak diantara mereka. Sivia langsung terdiam begitu terasa sapuan lembut pada bibirnya menenggelamkan seluruh perkataan yang sudah ada dipangkal tenggorokkannya.

Alvin kembali mengambil jarak sambil mengatur nafasnya yang masih tidak beraturan. Sedangkan Sivia sudah memandang kearah lain sambil pelan-pelan mengatur nafasnya dan pastinya menyembunyikan wajahnya yang merah padam.

Setelah nafasnya kembali tenang. Alvin memutar bahu Sivia untuk mengarah kepadanya. Sivia masih menunduk karena malu. Perlahan Alvin mengangkat dagu Sivia dan menahannya dengan tangannya sendiri.
“Aku tau apa yang kamu mau bilang, aku bisa ngerasa apa yang kamu rasain, tanpa kamu bilang tanpa kamu ungkapkan......” Ucap Alvin. “Tapi maaf, gak selamanya aku bisa mengerti kamu dengan cara yang kamu mau.”
Sivia terdiam.
“Tapi aku sadar aku salah, aku udah berjanji untuk mencintai dan menyayangi kamu atas diri kamu. Seharusnya aku memakai cara yang lebih baik” Ucap Alvin lagi. “Kejadian tempo hari lalu, aku bukan mau ngebela Zevana atau teman-temannya. Tapi aku gak mau kamu, cewek yang aku sayangin malah bertindak seenaknya sendiri” lanjutnya.
“Maaf Vin, aku...........”
Alvin kembali menghentikan ucapan Sivia dengan menaruh telunjuknya di mulut gadis itu. “Ini kesempatan aku bicara, karena mungkin untuk selanjutnya mungkin kamu udah gak mau denger lagi” Kata Alvin. Sivia kembali terdiam
“Dan kalau itu membuat kamu krisis kepercayaan sama aku. Fine, aku terima. Kalo itu bisa membuat kamu lebih baik lagi....” Alvin mengangguk-anggukan kepalanya pelan. “Aku akan belajar nunggu kepercayaan kamu kembali, karna aku gak mungkin bisa ngelepas kamu” Lanjut Alvin.
Sivia hanya diam. Matanya sudah tidak lagi menatap Alvin.
Melihat reaksi Sivia, Alvin sudah menunduk pasrah. “Sekarang terserah kamu” Ucapnya lirih.
Sivia langsung mengangkat pandangannya begitu mendengar nada bicara Alvin.
“Gak seharusnya aku egois” Ucap Sivia pelan, namun langsung  mengangkat pandangan Alvin untuk fokus ke Sivia kembali. “Aku.. Aku  harusnya juga belajar mengerti cara kamu, karena aku juga sayang sama kamu.” Sivia menghela nafas. “Aku...” Sivia menggeleng pelan akan perkataannya sendiri. “Tolong jangan lepas aku......” Pinta Sivia sambil menatap dalam ke mata Alvin.
Alvin hanya terdiam mendengar perkataan Sivia. Masih tidak percaya, jika gadis ini masih memintanya untuk tetap ada disisinya. Detik berikutnya Alvin langsung merengkuh gadis itu dalam pelukannya dan mengcium puncak kepala Sivia dengan sayang serta berjanji dalam hatinya, jika ni terakhir dia mengecewakan gadis ini.
“Aku sayang kamu Vi...”

***

“Deva pulaaaanggg” Salam Deva begitu membuka pintu rumahnya dan langsung berjalan keruang keluarga.
Ternyata hanya ada Gabriel yang sedang asyik memetik senar gitarnya mengikuti alunan music dari dvd playernya.
“loe gak jemput kak Ify kak?” Tanya Deva sambil merebahkan tubuhnya disamping Gabriel lali melepas sepatunya.
“Dia gak mau” Jawab Gabriel cuek.
“Kok loe nurut sih kak? Terus dia pulang sama siapa? Aduh sumpah kalo tadi tugas prakarya gak deadline besok gue aja yang jemput” Cerocos Deva.
“Kemaren waktu gue jemput dia, ada Shilla juga disana. Dan Ify semalem nolak dijemput lagi kalo loe gak bisa” Jelas Gabriel.
“Terus dia pulang naik apa?” Tanya Deva.
“Paling naik taksi. Lagipula pertama kali latihan kan dia juga gak dijemput” Jawab Gabriel.
“Itu kan dia pulang bareng bu Ucie” Ucap Deva.
“Ya mungkin hari ini bareng lagi” Ucap Gabriel.
“Kok loe bisa percaya gitu aja sih Kak?” Tanya Deva sedikit kesal.
“Dengan kejadian kemarin-kemarin, gue yakin Ify bisa menilai sendiri dia harus gimana. So, kasih kepercayaan lebih gak ada salahnya Dev” Jelas Gabriel sabar.
“Tapi loe tau kan kak dia itu gimana........”
“Loe jauh lebih mengenal dia gimana Dev” Potong Gabriel.
Deva terdiam sejenak. “Gue.. Cuma khawatir”
Gabriel menaruh gitarnya di sisi sofa, lalu menyandarkan tubuhnya. “Entah kenapa gue jadi ngerasa tenang kalo nanti harus ninggalin Ify sama elo” Ucap Gabriel.
Deva langsung duduk tegak  mendengar ucapan Gabriel. “Loe mau pergi?” Desisnya.
Gabriel memilih untuk mengabaikan pertanyaan Deva. “Jaga Ify sebaik-baiknya dengan kepercayaan penuh dari loe, gue percaya sama loe Dev” Pesan Gabriel sambil mengusap puncak kepala Deva, lalu bangkit dari sofanya lalu melangkah kekamar.


***

Ify sedang menunggu taksi untuk pulang kerumahnya. Dia sudah melarang Gabriel untuk menjemputnya disekolah, sedangkan Deva masih sibuk dengan tugas kelompoknya bersama Ray dan yang lain. Mau tidak mau Ify pulang sendiri menggunakan taksi karena tidak ingin kembali merepotkan Bu Ucie untuk mengantarnya pulang.

Ify melemparkan pandangan kearah jalannya yang cukup lengang. Hanya ada kendaraan pribadi yang melaju. Memang hari sudah menjelang sore, dan sekolahnya pun sudah bubar dari 3 jam lalu. Hari ini hari terakhirnya latihan vocal dan besok akan jadi hari H akan latihannya selama ini.

Ify mendadak terdiam begitu ada sebuah mobil yang berhenti dihadapannya. Ify begitu mengenali mobil itu. Bahkan beberapa kali pernah duduk didalamnya. Jaguar milik Rio.

Ify tidak bereaksi. Namun begitu ditunggunya beberapa menit Rio tidak juga memberikan reaksi sama sepertinya. Ify menggeser tubuhnya beberapa langkah kearah depan, agar pandangan dalam mencari taksi lebih leluasa. Tak lama, Rio memajukan mobilnya tepat didepan Ify. Kembali menghalangi pemandangan Ify kearah jalanan. Tidak menunggu lama seperti tadi, Ify kembali menggeser tubuhnya. Kali ini kebelakang hingga dia makin leluasa dalam mencari taksi. Tak lama juga, Rio kembali memundurkan mobilnya, kembali mensejajarkan dengan tempat Ify berdiri.

Ify memutar bola matanya kesal. ‘Maunya apasih?’ Bathinnya. Dengan terpaksa Ify lalu mengetuk kaca mobil Rio, membuat Rio menurunkan kaca mobil tersebut. Tanpa mengucapkan apa-apa, Rio hanya memandang lurus kedepan tanpa mempedulikan kaca mobil yang sudah terbuka sempurna.

“Bisa geser mobil loe gak Yo? Lebih kedepan atau kebelakang terserah. Tapi tolong jangan halangin pandangan gue” Ucap Ify.

Rio seperti tidak mendengar. Ify menghentakkan kakinya kesal kemudian melangkah kedepan agak menjauh dari mobil Rio.

Namun lagi-lagi, Rio memajukan dan kembali menghentikan mobilnya sejajar dengan tempat Ify berdiri. Masih dengan kaca mobil yang terbuka dan pandangan Rio lurus kedepan.

“Yo, gue tuh mau nyari taks......”

Klek.

Ucapan Ify langsung terhenti begitu ada suara kecil namun total mencuri seluruh perhatiannya. Kunci pintu otomatis milik Rio disamping kursi pengemudi tiba-tiba tertarik keatas.

Ify langsung terdiam begitu saja. Apa ini tandanya Rio mengajaknya untuk pulang bersama? Tidak! Tidak boleh. Bathin Ify bertengkar disetiap sisinya.
“Gue gak ikut!” tegas Ify sambil kembali berjalan menjauhi mobil Rio.

---

Sementara dalam mobilnya Rio menghela nafas berat. Apa yang sedang dilakukannya saat ini benar-benar diluar kendali dirinya. Kalau boleh memilih dengan logikanya, Rio ingin segera meninggalkan tempat ini. Namun kata hatinya, ia harus tetap ditempat dan menjaga gadis itu. Melihat ekspresi kesal gadis itu karenanya meski sedikit ditahan karena keadaan hubungan mereka saat ini.
“Gue gak ikut!” Tegas gadis itu sambil menjauhi mobil.

Rio mengatur persneling kembali mengikuti Ify. Lalu mensejajarkan kembali dengan tempat Ify berdiri. Namun ternyata gadis itu memilih bergeming. Tidak mempedulikannya!

Rio berusaha menunggu beberapa saat. Jendela mobil di samping kursi penumpang masih tetap terbuka. Walau pandangannya lurus kedepan. Namun ekor matanya terfokus pas digadis yang sengaja tidak melihat kearahnya. Beberapa menit kedepan Ify hanya mengedarkan pandangannya tidak berusaha beranjak lagi menjauhi mobil.

Rio kembali menghela nafas pelan. Ada yang dia lupakan dari tadi, gadis ini lebih keras kepala daripada yang dia tahu. Tak berpikir panjang lagi Rio membuka pintu mobil disampingnya, tak perlu waktu lama kini dia sudah berdiri disamping Ify.

Rio membukakan pintu mobil seakan mempersilahkan Ify masuk kedalamnya. Ify masih berpura-pura acuh. Rio kembali menghela nafas menahan sabar terhadap tingkah laku gadis didepannya sekarang.
“Gue anter loe pulang” Ucapnya dengan suara rendah.
Ify pura-pura tidak mendengar. Tidak bermaksud apa-apa sih. Hanya balas dendam karena tadi ucapannya juga diacuhkan oleh Rio.
“FY!” Kali ini dengan nada tegas yang memaksa Ify untuk menoleh kearah Rio.
“Gue kan udah bilang engga”Sahut Ify.
Ify kembali mengedarkan pandangannya. Kali ini tidak lagi mencari taksi, namun melihat keadaan sekeliling. Siapa tau ada paparazi dadakan yang akan membuatnya besok pagi muncul dimading dengan berita –IFY-PEREBUT-COWOK-ORANG-. Ify langsung bergidik begitu membayangkannya.
“Gak akan mungkin ada yang motret kita tiba-tiba dan nempel tuh foto besok di mading” Ucap Rio seperti membaca pikiran Ify.
Ify menoleh lalu menggedikan bahunya. “Who knows” tampak lebih rileks dari sebelumnya. “Dia aja sanggup kok ngikutin gue sama Kak El”
Rio mendengus, berusaha melupakan semuanya. “Loe besok seharian sama gue tanpa ada penolakkan. Gak ada apa niat baik sore ini buat pemanasan?” Tanya Rio mengalihkan pembicaraan.
“Pemanasan? Ngaco” Cibir Ify.
“Yah paling gak besok saat gue punya ‘kewajiban’ jemput loe atas mandat Bu Ucie gak mesti baku hantam dulu sama Gabriel” Ucap Rio.
“Kalo terpaksa gak usah, kita ketemu ditempat aja. Gue bisa minta Gabriel anter gue” Ketus Ify agak tersinggung dengan pernyataan ‘kewajiban’
“Bukaan,  bukan gitu” Ganti Rio kelabakan dan berusaha mencari kata-kata yang lebih tepat.
“Gue Cuma hmm ngejalanin kepercayaan dari Bu Ucie tapi sebelumnya paling gak gue harus dapet kepercayaan dari Gabriel buat ngebawa loe pergi besok. Apalagi, apalagi... dengan makin protektifnya Gabriel dan Deva terus.........”
“Itu urusan gue” Potong Ify terhadap penjelasan Rio yang agak berbelit-belit, lagipula Ify tidak bisa membiarkan dirinya berlama-lama dengan Rio.  “Loe bisa pulang dan biarin gue pulang naik taksi”
“Tapi Fy...”
“Loe kan yang mau loe pergi dari gue. Jadi udah stop. Biarin gue pulang sendiri. Soal besok biar jadi urusan gue. Loe jemput aja gue sesuai jam janji kita tadi. Tapi untuk sore ini gue tetep mau pulang sendiri” Sahut Ify.
“Kenapa sih loe masih ngomongin konteks pribadi dalam hal ini?” Ketus Rio.
“Karena ini emang udah konteks diluar kita sebagai partner duet” Ucap Ify tak mau kalah.
“Paling gak loe berusajha tetap professional lah” Ucap Rio.
“Keadaanya berbeda Ma-ri-o” Tegas Ify.
“Loe yang buat semua keadaan ini A-ly-ssa” Sahut Rio tak mau kalah.
Ify terdiam. Lalu mengangguk-angguk kecil dan menghela nafas pelan. “Loe bener” Ify memejamkan matanya yang agak memanas. “Gue udah gak mau nyakitin siapapun lagi.” Ify menghirup nafas kuat-kuat menghilangkan sesaknya. “Loe udah sama Shilla Yo. Kebersamaan kita pas latihan gak akan ada arti apa-apa lagi. Gue berterima kasih banget sama penunaian ‘kewajiban’ loe itu” Ucap Ify, dan pada detik yang sama tangannya melambai kearah jalan. Mengarah pada taksi kosong yang sedang melaju. “Besok jemput gue sesuai jam perjanjian kita. See you” Dengan langkah terburu-buru Ify langsung memasuki taksi yang sudah terhenti didepan mobil Rio. Meninggalkan Rio yang masih terdiam mencerna semuanya.

Ternyata memang berakhir...

***

Keesokannya sekitar jam 1 siang, Rio sudah didepan rumah Ify dengan style semi formal bercampur casual. Dengan kemeja biru langit yang digulung sampai siku dan skinny jeans putih dipadu dengan dasi hitam yang melingkar di kerah kemejanya serta sepatu kets putih. Tak lupa rambut spike yang selalu eksis melengkapi penampilannya hari ini.

Acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia memang baru akan dimulai jam 3 sore namun untuk segala persiapan Bu Ucie meminta mereka datang lebih awal, apalagi mereka tampil sebagai salah satu opening dalam acara tersebut. Untungnya siang ini tergolong mendung, tidak terlalu panas hingga tidak begitu menganggu penampilan Rio yang benar-benar terlihat fresh siang ini.

Rio menekan bel rumah Ify. Entah sudah berapa kali ia bertandang ke rumah ini. Namun baru pertama kalinya dia merasakan gugup yang luar biasa. Tak lama pintu terbuka,  Gabriel yang muncul dibaliknya. Rio bersikap sebiasa mungkin. Gabriel juga berusaha biasa saja karena sebelumnya Ify memang telah memberitahunya jika kepergiannya mengisi acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia akan dijemput Rio sekitar jam 1 siang.

“Ngg.. Masuk Yo” Ajak Gabriel canggung,
“Gausah Yel. Gue disini aja” Tolak Rio halus sambil menggedikan dagunya kearah kursi yang ada diteras rumah Ify.
Gabriel mengangguk. “Okay, bentar lagi kayaknya Ify keluar. Dia tadi lagi lagi siap-siap” Ucap Gabriel.
Ganti Rio yang hanya mengangguk.
Dalam beberapa menit kedepan, hanya diisi keheningan antara Rio dan Gabriel.
“Yo/ Yel” Panggil Gabriel dan Rio bersamaan.
“Loe duluan” Sahut Gabriel cepat.
“Gue.. Gue mau minta maaf untuk kejadian beberapa hari......”
“Soal itu gak perlu dibahas, gue juga salah dalam hal itu. Tapi untuk hari ini, gue titip Ify ya sama loe” Potong Gabriel.
“Ohh” Rio mengangguk. “Loe tadi mau ngomong apa?”
Gabriel menggeleng. “Gak jadi, gue tadi Cuma mau bilang... Gue titip Ify sama loe hari ini” Ucap Gabriel sambil memegang bahu Rio.
“Pasti!” Ucap Rio mantap sambil membalas memegang bahu Gabriel meyakinkan dia akan memegang janji itu sebaik-baiknya.
“Thanks” Ucap Gabriel. Rio mengangguk.
Tak lama Ify muncul dari dalam rumahnya. Dengan dress biru selutut dan flatshoes hitam yang menjadi alas kakinya. Dengan tatanan rambut dikesampingkan menggunakan  jepit bunga putih besar yang menghiasinya. Singkat, tampilannya saat ini benar-benar begitu serasi dengan Rio.
“Yel, gue berangkat ya?” Pamit Ify. Menyadarkan Rio bahkan Gabriel  yang ikut terpersona memandangnya.
“Ahh, iya Fy. Loe janjian?” Tanya Gabriel sambil melihat kearah Rio.
Ify mengalihkan pandangannya kearah Rio yang memakai baju dengan warna yang nuansanya sama dengannya.
Ify menggeleng “Kita Cuma janjian untuk pake baju warna biru, selebihnya.........” Ify kembali menggeleng heran. Takjub, sudah kesekian kalinya dia memakai baju dengan nuansa yang sama dengan Rio tanpa kesepakatan.
Sama seperti Ify, Rio juga takjub dengan apa yang dihadapannya saat ini. Membuatnya lupa jika semua ini hanya didasari sebuah kata “kebetulan”
“You looks very beautiful girl” Puji Gabriel. Yang langsung menyadarkan Rio dari keterpesonaanya pada Ify.
Rio berdeham. “Berangkat sekarang Fy?”
Ify hanya mengangguk pelan. “Gue berangkat ya Yel” Pamit Ify sekali lagi.
Gabriel mengangguk. “Hati-hati ya”
Rio dan Ify sama-sama mengangguk lalu berjalan menuju mobil Rio yang terparkir dihalaman Rumah Ify.

***

“Ify, Rio. Kalian udah lama?” Tanya Bu Ucie yang baru saja memasuki backstage acara, sekaligus memecah keheningan antara Ify dan Rio yang hanya diam dari rumah Ify, dalam perjalanan hingga mereka sampai ditempat acara dan masih harus menunggu terlebih dahulu di backstage.
“Kita baru sampe kok” Jawab Rio mewakili dirinya dan Ify.
“Oke, sekarang kalian prepare gladi bersih dulu. Sekadar untuk pengenalan stage nanti. Ayo kedepan” Ajak Bu Ucie.
Rio dan Ify langsung menurut dan mengikuti Bu Ucie.

***

Gabriel kembali berjalan keruang keluarga setelah memastikan kepergian Rio dan Ify. Namun, bukan kembali melanjutkan aktivitasnya bersama Deva yang tadi tertunda. Gabriel justru merebahkan dirinya kesofa yang ada diruang keluarga.
“Loe serius ijinin mereka pergi berdua kak?” Tanya Deva yang segera mem-pause-kan PS nya begitu melihat Gabriel nampak tidak minat melanjutkan permainan mereka.
Gabriel mengangguk.
“Loe yakin mereka nanti akan baik-baik aja?” Tanya Deva lagi,
Gabriel menghembuskan nafasnya berat. “Harus! Gue udah nitip Ify sama Rio. Gue tadi juga udah minta maaf soal pribadi gue sama Rio. Jadi gak ada alasan untuk mereka gak baik-baik aja” Jawab Gabriel.
Deva melempar tubuhnya kesamping Gabriel. “Trus kenapa muka loe suntuk gitu?” Tanya Deva lagi.
“Loe kaya wartawan ya nanya mulu” Protes Gabriel.
Deva manyun. “Muka loe mirip orang frustasi tau” Protesnya. “Kenapasih?”
“Kepo deh loe” Ucap Gabriel cuek.
“Tuhkaan, sama kayak kak Ify. Sembunyiin aja semua sendiri” Sindir Deva berpura-pura ngambek.
“Itu gunanya gue sama dia kembar” Sahut Gabriel.
“Rese loe kak...........”

Ting Tong (???) *anggep suara bel yah._.*

Belum selesai dnegan cerocosannya. Deva langsung membungkam mulut karena bunyi bel rumah mereka kembali berbunyi.
“Gue yang liat” Sahut Gabriel yang langsung bangkit dari duduknya, yang sebenarnya hanya bermaksud menghindar dari Deva.

***

Rio dan Ify kembali ke backstage begitu mereka selesai gladi bersih diikuti oleh Bu Ucie dibelakang mereka.
“Kalian Foto dulu ya” Ucap Bu Ucie sambil mengacungkan SLR yang dibawanya.
Rio dan Ify justru saling pandang ragu.
“Ayolah, buat kenang-kenangan” Rayu Bu Ucie.
“Kalo abis performe nanti aja gimana?” Tanya Ify yang sebenernya ingin menolak, urusan nanti biarlah dia mencari alasan yang lain lagi.
“Yah. Mumpung masih fresh. Lagipula biar kalian bisa langsung istirahat nanti” Rayu Bu Ucie lagi.
Tanpa berusaha kembali menolak, Rio dan Ify langsung berdiri dari duduknya, dan berusaha tersenyum.
Bu Ucie mengarahkan kameranya kepada dua murid kebanggaannya. Sebuah Blitz langsung meluncur begitu kamera sudah memenuhi fokus.
“Duh. Kayak orang musuhan. Coba deh geseran lebih deket” Pinta Bu Ucie.
Rio dan Ify sama-sama menghela nafas. Mati-matian dari tadi mereka menjaga jarak, jarak tersebut disia-siakan begitu saja.
“Nah, oke. Siap ya! Three... two... one...” Sebuah Blitz kembali memancar.
Ify dan Rio langsung cepat-cepat mengatur jarak mereka.
“Sipp” Bu Ucie nampak puas dengan hasil jepretannya. “Sekali lagi ya, kita ambil foto yang sedikit elegan” Pinta Bu Ucie lagi.
Rio dan Ify langsung memandang Bu Ucie speechless.
“Bu, tapi kan kita kesini untuk nyanyi bukan pemotretan” Tolak Ify secara halus.
“Mungkin akan ada banyak moment kayak gini yang akan kamu lewati dengan bakat yang kamu punya Fy. Tapi untuk moment hari ini, gak akan pernah terulang lagi. Itu kenapa kenangan harus diabadikan, supaya kita bisa mengingat gak akan pernah ada sesuatu yang sama terluang pada hari berikutnya” Jelas Bu Ucie
Ify langsung terdiam, hampir sama seperti yang Sivia sampaikan padanya.

“Karena memang gak ada yang tau kan hari esok dan seterusnya?”

Ify memandang kearah Rio yang ternyata sudah memandangnya lebih dahulu, Ify langsung kembali memutar pandangannya. Lalu mengangguk kearah Bu Ucie, menandakan setuju jika harus foto bersama Rio kembali.
Bu Ucie tersenyum puas. “Sekarang kamu ngamit lengan Rio ya Fy”
Ify langsung melebarkan kelopak matanya, seperti meminta pengulangan pada permintaan Bu Ucie.
“Iya, kamu mengamit lengan Rio” Ulang Bu Ucie sambil memeragakan contoh mengamit lengan.
Ify menghela nafas, sudah yakin permintaan Bu Ucie tidak lagi salah ditangkapnya lagi. Disisi kirinya, Rio sudah mengangsurkan lengan kanannya ke arah Ify. Ify memandang sejenak. Detik berikutnya Ify sudah mengamit lengan Rio dan tersenyum kearah kamera yang dipegang oleh Bu Ucie.
“Perfect! Thanks ya. Oke, Ibu kedepan dulu liat schedule” Pamit Bu Ucie sambil berlalu dari hadapan Rio dan Ify.
Sepeninggal Bu Ucie Rio dan Ify bermaksud kembali menciptakan jarak antara mereka. Ify sudah melepas lengannya yang mengamit lengan Rio, namun renda kecil pada dress birunya justru menyangkut pada kancing yang menahan gulungan kemeja di siku Rio.

Bukan tercipta, justru jarak diantara mereka makin terhapus. Wangi parfume musk milik Rio sudah memenuhi indera penciuman Ify, membuat konsentrasinya langsung buyar dalam melepas renda yang menyangkut. Tidak jauh beda, harum strawberry segar yang menguar pada rambut Ify sudah tidak hanya memenuhi indera penciuman Rio, namun seperti sudah menular pada udara disekitarnya. Rio yang tadinya ingin membantu untuk melepas renda yang menyangkut pada kemejanya justru malah terdiam sendiri memandang puncak kepala Ify yang dulu sering diacaknya yang membuat gadis itu marah-marah kesal padanya, hingga pernah dikecupnya hingga gadis itu langsung salah tingkah dengan rona merah dikedua pipinya. Hingga tanpa sadar, justru tangannya sudah tertumpu pada tangan gadis itu.

Ify langsung terdiam begitu tangan Rio setengah menggengam tangannya yang tengah berusaha melepas renda yang menyangkut. Ify mengangkat wajahnya, dengan jarak yang sudah hampir tidak ada, kening Ify langsung bersentuhan dengan kening rio yang memang dari tadi menunduk untuk membantunya.

Mata mereka justru saling memandang dalam, seakan menuntut penyelesaian akan kisah ini. Deru nafas masing-masing sudah menerpa wajah mereka. Kemudian mereka saling memejamkan matanya masing-masing....

“Ifyyy! Riooo!”

Spontan Rio dan Ify langsung menciptakan jarak jauh-jauh diantara mereka sebisa mungkin. Pandangan merekapun sudah berlawanan arah.

“Ify, Rio” Tampak Bu Ucie yang baru memasuki stage dengan nafas yang agak memburu. Namun nampaknya Rio maupun Ify tidak ada yang menyadari. Mereka masih tenggelam dengan  pikirannya masing-masing sekaligus mengatur detak jantung mereka yang benar-benar bekerja diatas normal.
‘Tadi gue ngapain sih?’ Bathin Rio frustasi.
‘Untung belum terjadi’ Pikir Ify lemah

“IFY! RIO!” Panggil Bu Ucie sekali lagi, kali ini dengan nada lebih tegas menyadari kedua muridnya tidak mendengarkannya.
“Iya Bu!!” Sahut RiFy kompak setengah kaget mendengar nada bicara Bu Ucie.
“Kalian tuh... ahh lupakan! Gini, ternyata kalian mendapat bagian di opening. Dan panitianya minta agar lagu yang kalian nyanyikan ditukar dengan pengisi acara yang ada dibagian tengah acara” Jelas Bu Ucie.
“Lho? Jadi sia-sia dong latihan kita” Protes Rio.
“Ibu juga berpikir gitu Yo, tapi lagu My Heart yang akan kalian bawakan nanti dianggap terlalu mellow jadi mereka minta lagu yang agak beat sedikit, minimal powerfull sebagai opening. Mau tidak mau kita harus professional, karena sekolah kita salah satu sekolah music yang terbaik” Tegas Bu Ucie.
Rio menghela nafas. “Okey kita professional, kita bawain lagu yang mereka minta. Tapi kalo nanti gak maksimal...” Rio menggedikkan bahu.
“Yang penting tampilkan semaksimal mungkin, lagipula ini bukan pertama kalinya kalian duet dengan lagu dadakan. Kalian pasti bisa” Semangat Bu Ucie.
“Jadi lagu apa yang ditukar dengan lagu kita?” Tanya Ify pasrah.
“Lagu yang sedang hits saat ini” Jawab Bu Ucie.

***

Gabriel membuka pintu rumah untuk melihat siapa yang menekan bel rumah. Namun begitu melihat siapa yang kini berdiri ditempatnya. Gabriel langsung membeku ditempatnya. Seorang yang paling tidak ingin ditemuinya saat ini. Tengah berdiri angkuh dihadapannya. Dengan postur badan tinggi besar sambil memperlihatkan senyum meremehkan yang ditujukan kepadanya. Papanya!!

---

Begitu menyadari tidak ada suara dari arah depan rumah, Deva memutuskan untuk mengikuti langkah Gabriel menuju pintu rumahnya.

***

Intro lagu yang akan dibawakan oleh Rio dan Ify sudah memenuhi stage Acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia. Namun Rio dan Ify masih tetap berdiri disamping stage. Bukannya mereka tidak menguasai materi lagu tersebut. Hanya, justru perasaan mereka yang kini ragu dalam membawakan lagu tersebut.
“Come on. Please be a professional please. You can do it” Pinta Bu Ucie dengan penuh mengharap melihat sepertinya kedua muridnya “mogok” untuk performe.
Intro kembali diputar karena Rio dan Ify masih belum naik keatas stage.
“Pleaseee” Pinta Bu Ucie lagi begitu sadar Intro sudah diulang untuk kedua kalinya.
Karena tidak tega pada ekspresi Bu Ucie yang dihadapkan pada mereka juga tidak mau usaha wanita tersebut sia-sia dalam pengolahan tekhnik vocal mereka. Rio dan Ify terpaksa mengangguk sambil tersenyum paksa.
“Show it!! Good luck” Ucap Bu Ucie puas.

[Rio] Lihatlah luka ini...
Yang sakitnya abadi...
Yang terbalut hangatnya bekas pelukmu...

Rio langsung mengeluarkan suara sambil menaiki stage karena menyadari waktu intro dan masuk ke lagu sudah tidak cukup jika dilakukannya nanti diatas stage. Namun baru saja bait awal dinyanyikan semua kenangan bersama gadis yang mengikutinya dibelakang saat ini langsung berputar jelas.

[Rio] Aku tak akan lupa...
Tak akan pernah bisa...
Tentang apa yang harus memisahkan kita...

------
“Gue punya sahabat. Dia kehilangan beberapa bagian dihidupnya. Keluarga dan salah satu organ tubuhnya, meski sudah digantikan oleh orang lain” Cerita Ify.
Rio mulai paham dengan siapa yang diceritakan Ify, tetapi masih belum mengerti sepenuhnya apa yang akan maksud sebenarnya.
“Sama seperti gue. Dia butuh suatu bagian yang menyempurnakan. Tapi diluar dugaan, ternyata bagian yang dia maksud sama kayak bagian yang gue maksudkan sebagai ‘bagian yang menyempurnakan’”  Suara Ify hampir menghilang oleh tangis yang sudah ditahannya dari tadi.
Mata Rio terbelalak maksimal setelah mendengar kata-kata Ify barusan. Lalu langsung menghampiri Ify cepat dan mencengkram bahu gadis itu yang telah dihadapkan kepadanya. Tapi sayang, Ify tetap menunduk.
“Jadi selama ini... Shilla suka sama gue Fy?” Tanya Rio to the point.
-----

[Rio] Disaatku tertatih...
Tanpa kau disini...
Kau tetap kunanti demi keyakinan ini...

-------
Rio menghela nafasnya berat. “Siapa yang membuat gue gak anti social lagi? Ify!. Siapa yang membuat Alvin sahabat gue lebih terbuka lagi? Ify!. Siapa yang menyelamatkan nilai gue dari dulu dalam pelajaran biologi? Ify!. Siapa yang mau capek-capek nemenin gue buat ngurus anak kecil dengan penyakit jantungnya? Ify! Siapa yang membuat adek gue Ray lebih mau jadi dirinya sendiri? Ify! Siapa cewek pertanma yang ngerebut hati nyokap gue? Ify! Siapa yang..........”
“STOP YO. UDAH CUKUP” Jerit Ify sambil menutup kedua telinganya. Jerit yang bercampur tangis. Ify kembali mundur beberapa langkah menjauhi Rio.
Rio masih tidak mau kalah dengan tetap mendekati Ify. “Rio kayak gimana Fy? Rio kayak gimana yang membuat Ify tetap disamping Rio? Rio kayak gimana yang membuat Ify bertahan dengan sikapnya? Rio kayak gimana? Apa gue harus jadi ‘Rio’ yang dulu? Rio yang selalu dikejar-kejar Ify Cuma buat diajak ngobrol gak penting? Gue akan jadi kayak gitu, asal loe tetap disamping gue. Tetap bertahan memperjuangkan gue” Ucap Rio sambil pergi meninggalkan Ify yang masih terisak sendirian.
------


[Rio] Jika memang dirimulah tulang rusukku...
Kau akan kembali pada tubuh ini...
Kuakan tua mati dalam pelukmu...
Untukmu sluruh nafas ini...

[Ify] Kita telah lewati rasa yang pernah mati...
Bukan hal baru bila kau tinggalkan aku...

------
“Terakhir” Ucap Rio lagi yang kemudian langsung melempar bola kearah ring lagi dan BRUKK.. Tubrukan bola dan papan pantul yang langsung menyentakkan Ify kembali.
“Gue pamit........................... dari hati loe” Ucap Rio yang kemudian langsung melangkah pergi.
-------

Tanpa kita mencari, jalan untuk kembali...
Takdir cinta yang menuntunmu...
Kembali padaku...

------
“Baiklah, langsung saja. Begini Yo, Fy. Sekolah kita didaulat untuk mengisi acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia dalam bidang menyanyi.” Jelas Pak Duta.
“Bapak berniat menggunakan kami?” Sahut Rio to the point.
Pak Duta mengangguk.
“Kenapa harus kami Pak? Ini salah satu sekolah musik kan? Pasti banyak yang lebih bisa mewakili dibanding saya” Protes Ify yang membuat Rio langsung menoleh kepadanya.
Ify baru saja tidak menggunakan kata jamak dengan ucapan “kami/kita” tetapi “saya” yang justru mengartikan tunggal. Singkat, hanya untuk dirinya sendiri.
Ify berusaha mengacuhkan tatapan Rio.
“Tapi saya begitu terkesan dengan duet kalian, apalagi kalian bilang saat itu jika kalian tidak melakukan latihan sama sekali. Bagaimana jika nanti kalian latihan? Pasti hasilnya lebih dari kemarin.” Jelas Pak Duta.
------
Ify mengingat bagaimana disaat mereka harus menjauh namun keadaan justru membuat mereka harus semakin dekat.

[Ify] Disaatku tertatih... ([Rio] Saatku tertatih)
[Ify] Tanpa kau disini... ([Rio] Tanpakau disini)
[Ify] Kau tetap kunanti [RiFy] demi keyakinan ini..

[RiFy] Jika memang kau terlahir hanya untukku...
Bawalah hatiku dan lekas kembali...
Ku nikmati rindu yang datang membunuhku...
Untukmu seluruh nafas ini...

[Ify] Dan ini yang terakhir [Rio] aku menyakitimu...
[Ify] Ini yang terakhir... [Rio] Aku meninggalkanmu...
[Ify] Takkan ku sia-siakan [RiFy] hidupmu lagi...

[Rio] Ini yang terakhir dan ini yang terakhir...
[RiFy] Takkan ku sia-siakan hidupmu lagi...

[Rio] Jika memang dirimulah tulang rusukku... ([Ify] terlahir untukku)
Kau akan kembali pada tubuh ini... ([Ify] bawa hatiku kembali)
[Rio] Kuakan tua dan mati dalam pelukmu...
[RiFy] Untukmu seluruh nafas ini...

[RiFy] Jika memang kau terlahir hanya untukku...
Bawalah hatiku dan lekas kembali...
Ku nikmati rindu yang datang membunuhku...
Untukmu seluruh nafas ini...

Untukmu seluruh nafas ini...
Untukmu seluruh nafas ini...

Rio dan Ify mengakhiri lagunya disambut tepuk tangan meriah dari para audience. Bahkan banyak diantara mereka yang berstanding applause. Tanpa sadar jika dari tadi justru mereka bernyanyi sambil berhadapan dan menatap mata masing-masing. Seakan ada layar dalam bola mata gelap berwarna hitam dalam indera penglihatan mereka. Layar yang memutar perlahan kenangan tentang mereka.

***

Deva langsung terpaku begitu mengetahui siapa yang ada didepan pintu rumahnya. Tidak jauh berbeda dengan Gabriel. Deva juga langsung terpaku ditempatnya begitu tahu yang ada dihadapannya sekarang. Tidak... Dia tidak pernah lupa wajah angkuh tersebut meski terlihat agak tua dari 10 tahun yang lalu. Terakhir ditemuinya ketika dia ingin berangkat sekolah.

“Selamat siang Gabriel Damanik dan............”
“Papa ngapain kesini?” Potong Gabriel dengan nada dingin.
“Ohh, salam yang baik untuk Papamu nak” Sahut Tuan Damanik tanpa menghilangkan wajah angkuhnya.
Deva masih belum bereaksi ditempatnya.
“Papa tau darimana rumah ini?” Tanya Gabriel.
“Kamu pergi secara ‘terbuka’ bagaimana mungkin kamu bisa lepas dari pengawasan Papa” Jawab Tuan Damanik tenang.
“Jadi?”
“Kamu itu penerus perusahaan Papa satu-satunya, bagaimana mungkin kamu Papa biarkan berkeliaran dengan orang-orang yang tidak jelas asal-usulnya seperti orang dibelakang kamu” Jelas Tuan Damanik sambil menggedikan dagunya kearah Deva.
Deva langsung mencelos. Namun berusaha untuk menahan emosinya.
“PAPA!! Aku gak akan ikut pulang. Papa kan yang mengusir aku dari rumah. Dan soal asal usul. Papa jangan seenaknya” Ucap gabriel. Kali ini kemarahan tidak lagi dapat ditahannya.
“Waahh, sepertinya disekolah barumu diajarkan membentak orang tua ya? Padahal Papa dengar sekolah bertaraf Internasional yang dibangun oleh Ibu dari anak itu kan?” Ucap Tuan Damanik angkuh sambil kembali menggedik kearah Deva.
Tanpa dasar nafas Deva sudah memberat.
“Berhenti membicarakan bunda” Ucap Gabriel pelan namun penuh ketegasan. Nafasnya sudah memburu karena menahan kesal.
“Ohya, yang membangun kira-kira memang bunda anak itu atau laki-laki yang bertanggung jawab atas anak itu ya.....”
Begitu mendengar kata-kata terakhir, Deva langsung maju bermaksud menyerang laki-laki yang dulu sempat dipanggilnya Papa. Namun apa daya. Ternyata Tuan Damanik membawa beberapa ajudannya yang menghalanginya.
Kini Deva hanya bisa memberontak begitu tangannya dijagal oleh dua orang tinggi besar dan berotot, yang berprofesi sebagai ajudan orang berwajah angkuh dihadapannya.
“Berhenti ngefitnah tentang nyokap gue” Teriak Deva sambil berusaha tetap memberontak.
“Ohh, rumah mewah dan beberapa mobil digarasi rumah ini membuktikan ibu mu sukses dalam bisnisnya. Tapi kenapa tidak sukses ya mendidik orang seperti kamu ya?” Ucap Tuan Damanik, seperti sengaja memancing emosi Deva.
“Gue bilang berhenti bilang yang engga-engga tentang nyokap gue” Bentak Deva.
“Berhubung mood saya baik hari ini, saya tidak mau menyakiti orang lain. Saya hanya meminta Gabriel ikut dengan saya” Ucap Tuan Damanik.
“Gak akan. Lepasin Deva. Papa bisa pergi dari sini sekarang” Tolak Gabriel mentah-mentah.
“Jangan buat Papa memaksa Yel” Geram Tuan Damanik.
“Sikap Papa yang memaksa aku untuk tetap tinggal” Sahut Gabriel.

“ergghh” Terdengar erang dari samping Gabriel.
Ternyata Deva menyikut dada dari salah satu ajudan yang menjagalnya. Namun detik berikutnya Deva harus jatuh tersungkur karena ulu hatinya mendapat pukulan telak dari teman ajudan lainnya.
“Deva!” Pekik Gabriel. Baru saja Gabriel ingin membantu Deva, namun ajudan Papanya yang menganggur sudah menahan dirinya.
Gabriel berusaha memberontak.
“Papa tidak ingin main kekerasan loe Yel, anak itu ternyata yang meminta” Ucap Papanya sambil terkekeh sinis.
Gabriel masih berusaha memberontak. Dahinya sudah berkedut menahan emosi. “Iyel gak ikut” Teriaknya sambil meronta.
“Sayangnya keputusan papa selalu mutlak Yel..” Ucap Tuan Damanik santai. “Bawa dia” Titahnya pada sang ajudan sambil melangkah terlebih dahulu menuju Alphard hitam yang setia membawanya kemanapun. Tanpa mempedulikan sumpah serapah yang sudah mengalir dari mulut Gabriel serta Meninggalkan Deva yang masih tersungkur karena sakit pada ulu hatinya.

***

Rio dan Ify sudah dalam perjalanan pulang. Mereka memutuskan untuk pulang lebih awal dari yang lain karena apa yang sudah terjadi hari ini antara mereka lebih melelahkan dibanding tugas mereka sebagai pengisi Acara.
Jalanan tidak begitu ramai seperti biasanya, membuat Rio dapat mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, namun juga tidak ngebut. Sedangkan Ify lebih memiih tenggelam dalam pikirannya sendiri.

***

Gabriel duduk dikursi belakang dengan diapit ajudan ayahnya di kedua sisi. Namun pemberontakkan Gabriel masih belum berhenti. Gabriel benar-benar membuat kedua ajudannya sibuk dengan pemberontakkannya. Hingga ketika Gabriel menyikut dua ajudan yang mengapitnya dikanan kiri cukup mampu membuat mereka lengah. Gabriel berusaha mengambil alih kendali sopir untuk menarik rem mobil. Namun justru terjadi pergulatan antara Gabriel, ayahnya serta supir mobil mereka.
“Gabriel! Kita bisa celaka kalo kamu bertingkah seperti ini” Bentak Papanya.
“Iyel gak peduli. Papa turunin disini atau kita celaka sama-sama” Teriak Gabriel lagi sambil berusaha mengambil alih kemudi. Alhasil justru membuat jalan mobil Alphard yang mereka tumpangi jadi kadang tersendat dan jalannya jadi agak tidak teratur hingga terus-terusan klakson panjang  menggema dari mobil pick up yang berjalan dibelakang mereka.
“Yel, bukan hanya kita yang akan celaka, tapi juga orang lain” Ucap Tuan Damanik sambil berusaha menghalangi Iyel.
“Memang Papa peduli?” Sahut gabriel cuek.
Tanpa disangka-sangka tikungan yang akan mereka lewati juga ada sebuah Jaguar hitam dengan kecepatan diatas rata-rata dan arah yang berlawanan. Dengan kondisi cara mengemudi yang tidak begitu mulus. Tuan Damanik mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghempaskan Gabriel kembali kejok mobil. Hingga alih kemudi dapat lagi diambil oleh supir pribadinya. Sayangnya, mereka tidak sempat menghindar dari mobil jaguar tersebut..

***
Ketika sampai ditikungan Rio agak melambatkan mobilnya. Namun siapa tahu didepannya justru ada alphard yang berjalan dengan tidak teratur. Begitu Rio membanting stirnya kekanan, ternyata ada sebuah mobil pick up dengan arah yang sama dengan Alphard tersebut. Membuat Rio langsung membanting habis mobilnya kesebelah kiri.

BRAKKKK..
Sisi kiri depan jaguar miliknya benar-benar habis menghantam pohon besar disisi kiri jalan. Baru saja ingin menghela nafas lega karena dirinya tidak mengalami luka apapun. Rio harus dihadapkan oleh kenyataan lagi, bila tabrakan yang barusan terjadi bukan hanya memakan korban mobilnya, namun gadis disampingnya yang agak terhimpit dengan ringseknya mobil Rio disisi kiri.
“IFY!!!” Pekik Rio. “Fy, bertahan Fy” Ucap Rio panik sambil menepuk-nepuk pelan pipi Ify.
Ify agak setengah sadar dengan tepukan dipipinya. “Rio..” Lirihnya.
“Fy, bertahan Fy. Aku akan ngeluarin kamu dari sini.” Ucap Rio sambil mengelus pelan pipi Ify.
Ify menggeleng lemah.
“Kamu bertahan Fy!!” Teriak Rio sambil mendobrak pintu mobil disampingnya. Dengan perlahan Rio mengangkat Ify yang benar-benar posisinya tidak begitu menguntungkan.
“Sakit Yoo...” Lirih Ify pelan tepat ditelinga Rio yang mengangkatnya.
“Kamu bertahan yaa. Sedikit lagi” Lirih Rio lagi. Sungguh saat ini Rio benar-benar kehabisan kata-kata begitu melihat kondisi gadis yang begitu disayanginya justru haris celaka karena dirinya.
Rio membaringkan Ify pelan-pelan diatas rumput begitu sudah berhasil mengeluarkannya dari Jaguar milikinya. Dress biru yang tadi begitu cantik pada gadis itu telah berubah warna dengan cairan gelap, berbau anyir.
“Fy bertahan. Aku mohon” Pinta Rio sambil berusaha kembali membangunkan Ify yang sudah setengah sadar.
“Sakit...” Lirih Ify lemah.
Rio langsung memeluk Ify. “Maaf. Maaf ini semua salah aku”
“Ini bukan salah kamuu... hh” Nafas Ify agak memburu.
“Fy, udah jangan bicara lagi. Kamu harus bertahan.” Potong Rio.
“Ini bukan salah kamu... Kalo ini akhirnya...”
“Kamu bicara apasih Fy? Berhenti bicara lagi... Aku mohon” Pinta Rio.
Ify menggeleng. “Biarin aku bicara... Untuk kali ini.....”
Rio menggeleng tegas.
“Aku takut gak punya wak.......”
Rio langsung menghapus jarak diantara mereka. Bibirnya membungkam mulut Ify yang sudah akan kembali bicara. Tidak lama Rio sudah kembali melepaskannya.
“Kalo membiarkan kamu bicara sekarang, membuat aku gak bisa ngeliat kamu besok pagi. Lebih baik aku tetap mengunci mulut kamu.” Ucap Rio.
Ify terdiam.
“Please jangan bicara lagi, aku yakin kamu kamu sanggup bertahan.... Demi aku...” Lanjut Rio.
Rio merogoh saku celananya mencari BBnya untuk menelepon ambulance. Ify masih tetap diam menuruti Rio dan hanya melihat Rio yang sepertinya agak kebingungan membuka lock BB nya.

IfyAlyssa

*Failed!

Rio kembali menekan-nekan keypad untuk membuka lock BB nya. Mungkin karena tadi dia agak sedikit panik, jadi ada yang typo dalam passwordnya.

IfyAlyssa

Setelah yakin benar, Rio kembali memilih tombol enter
*Failed!

‘Kok gak bisa?’ Bathin Rio, Rio berusaha mengingat password lock BB nya. Namun tetap saja. Saat ini yang ada dipikirannya hanya bagaimana menyelematkan gadis yang sangat berarti untuknya saat ini.

Rio merasakan genggaman lembut pada tangan kanannya yang tengah memegang BB.
“Ashilla” Lirih Ify pelan, namun cukup membuat hati Rio mencelos begitu mendengarnya. Bagaimana bisa Ify mengetahui password BB nya yang baru saja sengaja diganti untuk melupakan gadis ini? Bahkan detik ini juga Rio sama sekali tidak mengingatnya? Rio tersenyum kaku kearah Ify yang justru dibalas Ify dengan senyum terbaiknya.

***

Begitu menyadari mereka bebas dari kecelakaan barusan. Supir pribadi Tuan Damanik langsung menghentikan mobilnya, dan mereka langsung disalip oleh Pick up bonus dengan umpatan supir tersebut.

Gabriel masih berusaha mendongakkan kepalanya kearah luar untuk memastikan Jaguar Hitam yang barusan mengalami kecelakaan begitu menghindar dari mobil yang ditumpanginya saat tadi. Namun ternyata ajudan sang Papa langsung sigap membekap Gabriel dengan sarung tangan yang sudah dilumuri obat bius.

Akan tetapi Gabriel masih memiliki sisa tenaga untuk melihat kearah Jaguar Hitam dengan bernomor plat B 2410 TRS detik berikutnya Gabriel langsung mencelos. Menyadari jika itu adalah Jaguar yang sering beberapa kali parkir disamping mobilnya. Bahkan tadi sempat ada didepan rumahnya! Membawa.... Membawa....

“Begini lebih baik bos” Samar-sama Gabriel masih bisa mendengar ajudan sang ayah berbicara dengan gaya melapor. Namun pikirannya langsung terhenti dengan obat bius yang perlahan menghilangkan kesadarannya.

Cheers (;!!!

Trisil {}

That's All Cause Ify Part 38a



Pagi harinya Cagvairs sudah dihebohkan kembali dengan datangan pasangan YoShill yang baru saja datang dengan mobil Rio. Kasakkusuk sudah terdengar jelas disana-sana membenarkan kabar-burung yang sudah beredar sejak kemarin semenjak artikel mading berisi kelompok Rio dan Shilla cs disana. Persepsi jadi semakin meluas dengan datangnya Ify bersama Deva. Sivia datang bersama Keke diantar sopirnya dan terakhir Alvin dan Gabriel yang justru datang masing-masing dengan kendaraan pribadinya.

Ada yang bilang terjadi sebuah cinta segitiga antara Ify-Rio-Shilla namun menjadi segi empat dengan datangnya Gabriel. Rumit. Rio yang dekat dengan Ify ternyata menyukai Shilla, dan notabene Gabriel yang awal-awal kepindahannya dekat sama Ify juga menyukai Shilla tapi menyadari sepertinya Shilla lebih menyukai Rio membuat Gabriel mengalah dan menjauh dari Shilla maupun Ify, hingga pagi ini dia berangkat sendiri. Berikutnya salah satu pasangan teromantis di Cagvairs, Alvin-Sivia dikabarkan menjauh karena gosip Alvin dan Ify, hingga akhirnya Alvin menjadi single diatas cagivanya dan Sivia bersama adiknya. Sedangkan untuk Ify sendiri terlihat tidak begitu memusingkan kejadian kemarin. Membuat banyak gosip-beredar-dan-pastinya-tidak-bertanggung-jawab meragukan jika apa benar kabar di mading itu fakta? Atau memang ada penjelasan masuk akal yang mendasari semuanya? Walaupun demikian, sepertinya Pihak yang bersangkutan lebih memilih diam dan membiarkan kabar burung itu tenggelem dengan sendirinya.

Deva mengantar Ify kekelasnya. Memang sudah perjanjian akan mengantar Ify kemanapun apalagi untuk melindungi kakaknya dari kabar burung tidak-bertanggung-jawab yang sudah beredar luas. Perjanjian yang tentu saja membuat Ify mengernyit sebal mati-matian.

 “Loe istirahat perlu gue jemput juga gak?” Tanya Deva.
“Untuk sekolah gue ada Via” Ringis Ify.
“Oke, kalo gitu pulang sekolah?” Tanya Deva lagi.
“Via sama Keke pulang bareng kita, jadi gue bareng Via aja” Rengut Ify menahan kesal.
“Yaudah, nanti kalo ada apa-apa loe BM gue aja” Pesan Deva yang membuat Ify mengangguk. Deva mengalihkan pandangannya pada Sivia. “Kak, gue titip Kak Ify ya. Loe tau kan gimana adatnya kalo....”
“Dev..!” Keluh Ify. “Gue hampir gila dengernya tau”
“Makanya jangan terbiasa ngelanggar peraturan” Sindir Deva.
Ify manyun.
Sedangkan Sivia tertawa kosong. “Iya, gue tau harus apa. Kejadian kemarin gue anggap klimaks dan harus jadi yang terakhir”
Deva mengacungkan jempol. “Gue balik kekelas dulu ya” Pamit Deva.

Sepeninggal Deva, Ify masih saja kesal habis-habisan. Sivia yang melihat itu langsung tergelak.
Pandangan Ify langsung mengarah ke Sivia. “Loe mau jadi satpam gue juga hari ini?” Tanya Ify.
Sivia langsung berusaha menghentikan tawanya. “Ogah banget jadi satpam. Cukup Deva aja. Gue mah mau jadi temen baik yang akan lebih baik lagi”
“Dengan ngeproteksi gue gitu? Apa beda?”
“Jelas beda, Deva adek sekaligus satpam loe dan gue sahabat sekaligus teman-yang-lebih-baik-untuk-loe hari ini” Jawab Sivia mantap.
Ify mencibir.
“PANGGILAN KEPADA MARIO STEVANO KELAS XI IPA 1 DITUNGGU PAK DUTA DI RUANG GURU”
Tubuh Ify langsung kaku begitu mendengar pengumuman tersebut. Hanya nama yang ia sebuah nama yang ia dengar saat ini, tapi kenapa begitu dahsyat dampaknya untuk hatinya sendiri. Sivia hanya memperhatikan reaksi ify dalam diam.
“MAAF, SEKALI LAGI. PANGGILAN UNTUK MARIO STEVANO KELAS XI IPA 1 DAN ALYSSA SAUFIKA KELAS XI IPA 2 DITUNGGU PAK DUTA DI RUANG GURU”
Sepertinya oksigen disekeliling Ify benar-benar menipis saat ini. Ify benar-benar terdiam di tempatnya. Sementara 39 pasang mata sudah mengarah padanya.
“Fy” Panggil Sivia sambil menepuk lengan Ify pelan. Namun cukup membuat Ify tersentak dan menghadap Sivia.
“Mau gue temenin?” Tawar Sivia.
Ify mengatur nafasnya. Lalu menggeleng pelan. “Gak perlu, loe sendirikan yang mau gue kembali ‘berdiri’? Biarkan gue terbiasa, walau sakit” Jawab Ify lirih pada bagian akhirnya. Perlahan Ify bangkit dan mulai menyeret langkahnya keluar kelas diiringi tatapan simpati kelasnya.

Semua yang pernah kita lewati...
Tak mungkin dapat ku dustai...
Meskipun harus tertatih...

***

Bukan hanya Ify. Rio juga langsung terdiam ditempatnya begitu panggilan kedua yang ditujukan kepada dirinya. Tidak hanya menyebut namanya. Tapi juga gadis itu, gadis yang ingin dilupakannya tapi tentu saja selalu menari dalam angannya. Justru sekarang malah makin dekat dalam jangkauan pandangannya.
“Yo” Cakka menyikut Rio pelan.
Rio tersadar dan langsung mengedarkan pandangannya kesekeliling kelas yang ternyata juga menatap dirinya. Didepan mejanya duduk tampak Shilla yang meliriknya dengan pandangan cemas. Rio langsung mengendalikan dirinya dan berusaha tersenyum pada Shilla meskipun dengan senyum yang dipaksakan.
“Trust me” Ucap Rio pelan sambil mengacak puncak kepala Shilla untuk menenangkan gadis itu. Kemudian melangkah keluar kelas untuk memenuhi panggilan.

***

Begitu Rio memasuki ruangan Pak Duta ternyata sudah ada Ify yang duduk dihadapan Pembina OSISnya itu.
“Duduk Mario” Ucap Pak Duta.
Rio menurut dan langsung duduk disamping Ify yang justru bersikap tidak menyadari keberadaaannya.
“Baiklah, langsung saja. Begini Yo, Fy. Sekolah kita didaulat untuk mengisi acara Pensi Nasional Bakat Pemuda Indonesia dalam bidang menyanyi.” Jelas Pak Duta.
“Bapak berniat menggunakan kami?” Sahut Rio to the point.
Pak Duta mengangguk.
“Kenapa harus kami Pak? Ini salah satu sekolah musik kan? Pasti banyak yang lebih bisa mewakili dibanding saya” Protes Ify yang membuat Rio langsung menoleh kepadanya.
Ify baru saja tidak menggunakan kata jamak dengan ucapan “kami/kita” tetapi “saya” yang justru mengartikan tunggal. Singkat, hanya untuk dirinya sendiri.
Ify berusaha mengacuhkan tatapan Rio.
“Tapi saya begitu terkesan dengan duet kalian, apalagi kalian bilang saat itu jika kalian tidak melakukan latihan sama sekali. Bagaimana jika nanti kalian latihan? Pasti hasilnya lebih dari kemarin.” Jelas Pak Duta.
“Tapi Pak.....”
“Banyak pasangan di Cagvairs yang justru lebih mendapatkan feel dari pada saya dan Rio.” Potong Ify terhadap ucapan Rio.
“Memang banyak, tapi kalau begitu saya harus membuang waktu untuk menyeleksi mereka semua. Sedangkan waktu tinggal seminggu lagi.” Ucap Pak Duta.
Mata Ify dan Rio kompak terbelalak.
‘Kenapa harus di saat begini sih’ Bathin Ify.
“Atau begini saja, Rio sekarang sudah ada pasangan sendiri yaitu Shilla. Gimana kalo saya digantikan dia? Feelnya pasti lebih ngena kan?” Jelas Ify yang cukup membuat Rio langsung menatap tajam dirinya. Lagi, Ify berusaha tidak peduli.
“Malam itu kalau tidak salah Shilla absent kan karena pasca operasi. Masalah kualitas suara saya pasti tidak akan ragu, karena angkatan kalian kualitas suaranya diatas rata-rata. Tapi untuk masalah feel pasti tidak bisa dipaksa kan? Jika nanti seandainya bapak mengganti kamu dengan Shilla, dan seandainya feel kecocokan menurut bapak kurang, lalu saya memutuskan untuk menggantinya dengan kamu lagi. Apa nantinya malah tidak membuatnya lebih kecewa?” Ucap Pak Duta panjang lebar.
Ify berusaha memutar otaknya, penjelasan Pak Duta benar-benar masuk akal.
“Untuk kamu sendiri Mario. Gimana keputusan kamu? Dalam bernyanyi kamu lebih ‘srek ke siapa?” Tanya Pak Duta. “Terlepas dalam hal hubungan” lanjutnya lagi yang sukses membuat Rio menghela nafas berat.
Ify menatap Rio sebentar, lalu kembali membuang muka. Tidak. Tidak lagi boleh berharap oleh laki-laki disampingnya ini. Bathinnya.
“Saya....” Rio menggantung.
Ify memainkan jarinya cemas akan jawaban Rio.
“Dengan siapapun, saya akan berusaha menjalankan mandat ini” Ucap Rio tegas. Mana mungkin dia bisa memilih dalam keadaan seperti ini? Bathinnya.
Ify menghela nafas berat. “Apa....” Ify bingung melanjutkan ucapannya.
“Apa saya harus mengundurkan diri juga dari seluruh kegiatan sekolah selain OSIS dan Ekstra Basket?” Tanya Ify pelan.
Tatapan Pak Duta yang tadinya memohon berubah tajam. Tanpa mengucapkan sepatah katapun Pak Duta langsung membongkar File dibelakangnya berlabel “XI IPA 2”. Dengan cepat ditarikan salah satu berkas dalam file tersebut. “Alyssa Saufika Umari” begitulah yang tertulis disana.
Rio menatap heran, sedangkan Ify menatap dengan tatapan datar. Keputusan memang sudah final.

***

Ify melangkah bersama Sivia keluar kelas. Gabriel dan Alvin sudah keluar kelas terlebih dahulu, karena untuk sementara mereka akan kembali menjaga jarak.
“Kenapa harus disaat begini sih? Waktu itu aja susah payah” Keluh Ify.
“Jangan ngeluh, bukannya dari awal memang elo yang mengajukan semua? Wajar Pak Duta menuntut balik. Itu konsistensi yang harus loe jalanin” Tegur Sivia.
“Gue kan gak tau kalo keadaannya akan kayak gini” Ucap Ify dengan nada menyesal.
“Karena memang gak ada yang tau kan hari esok dan seterusnya?” Sahut Sivia.
“Seandainya semua lebih terbuka pasti gak kayak gini” Ucap Sebuah suara didepannya mereka.
“Tapi akan lebih parah dari ini” Tanggap Ify cepat.
Sivia mengernyitkan dahinya.
“Kalo semua terbuka? Yakin Shilla mau nerima ginjal gue? Yakin dia bertahan sampai saat ini? Apa Rio mau sama gue bukan karena alasan kasihan karena gue mengorbankan semua? Apa Shilla nanti bisa menerima gue sama Rio sementara dia juga ngerasain hal yang sama dengan apa yang gue rasa sama Rio?” Cerocos Ify.
“Loe terlalu sering melihat dari sisi kanan, dan itu membuat loe lupa kalo masih ada sisi kiri disampingnya” Ucap Alvin santai.
“Sederhanakan? Gaperlu melihat keseluruhan. Simple” Ucap Ify.
“Sederhana? Menyangkut hati? Menyangkut Cinta? Memang gimana menurut loe definisi cinta sebenarnya?” Tanya Alvin.
“Mencintai seseorang tanpa mengharap balasan” Jawab Sivia.
“Melepas demi kebahagiaan yang lain” Jawab Ify hampir berbarengan dengan Sivia.
Alvin langsung tertawa. Yang mebuat Ify dan Sivia mengernyitkan dahi mereka.
Alvin menghentikan tawanya begitu melihat reaksi dua gadis dihadapannya. “Jawaban loe berdua munafik” Ucap Alvin tajam. “Walaupun sederhana, cinta tetaplah mutlak. Wajib saling memiliki” lanjutnya.
“Itu egois” Sahut Ify.
“Memang begitu kan?” Tanggap Alvin santai.
“Atas nama cinta kan loe minta Rio untuk sama Shilla? Padahal Rio cintanya sama elo? Bukannya itu bagian dari egois? Menyuruh seseorang melakukan hal diluar keinginannya?” Alvin berucap tajam.
Ify hanya diam.
“Hubungan yang harus dijalankan pasti berdasarkan cinta. Cinta itu mutualisme, bukan soal menguntungkan. Tapi saling merasakan” Ucap Alvin lagi, namun kali ini sambil memandang Sivia yang langsung menunduk.
“Untuk itu..” Ify kembali bersuara, namun menggantung kalimatnya. “Kami yang memulai bersama, tapi gue yang mengakhiri duluan, jadi harus ada kisah lain yang gue mulai untuk dia” Lanjut Ify sambil memandang kearah lain tepat dimana pemandangan Rio tengah membukakan pintu mobilnya untuk Shilla.

***

Bila kita mencintai yang lain
Mungkinkah hati ini akan tegar
Sebisa mungkin tak akan pernah
Sayangku akan hilang

“Stop dulu deh stop” Seru Bu ucie sambil menghentikan instrumen piano yang dimainkannya mengiringi Rio dan Ify bernyanyi.
Rio dan Ify menghentikan suara.
“Kenapa feelnya gak ngena kayak waktu itu ya? Genre musik dan penyanyinya sama. Ayodong, kalian ada apa sih?” Tanya Bu Ucie.
Tak ada yang menjawab. Rio dan Ify sudah terlanjur larut dengan pikiran mereka masing-masing.

Flash Back On

Tatapan Pak Duta yang tadinya memohon berubah tajam. Tanpa mengucapkan sepatah katapun Pak Duta langsung membongkar File dibelakangnya berlabel “XI IPA 2”. Dengan cepat ditarikan salah satu berkas dalam file tersebut. “Alyssa Saufika Umari” begitulah yang tertulis disana.
Rio menatap heran, sedangkan Ify menatap dengan tatapan datar. Keputusan memang sudah final.
Pak Duta mengeluarkan selembar kertas paling atas dari berkas tersebut dan langsung menyodorkannya ke arah Ify.
“Ini kamu yang menulis, kamu juga menandatangani dan disetujui oleh Ibu Linda. Kamu yang mengatakan, bagaimanapun keadaannya kamu yang pemilik yayasan meminta untuk tidak dibedakan dengan murid lainnya. Akan dinasehati jika membantah, akan dihukum jika melanggar peraturan, akan berusaha berpartisipasi dalam setiap kegiatan sekolah dan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya” Ucap Pak Duta panjang lebar menjabarkan dengan singkat isi perjanjian yang ada diatas kertas tersebut.
Rio mengangguk kecil paham.
Ify diam. Berkas tersebut memang berisi surat perjanjian tentang dirinya.
“Masalah Osis dan Ekstra basket saya berusaha memberi kelonggaran karena alasan kamu. Tapi untuk ini? Saya hanya mengingatkan kamu atas kekonsistensian yang tinggi dalam diri kamu dari dulu Fy.” Jelas Pak Duta dengan nada tegas.
Ify menghela nafas berat. Lalu perlahan mengangguk pelan. “Saya ikut...”
Ucapan yang membuat Pak Duta mengela nafas lega.

Flash Back Off

“Fy” Panggil Bu Ucie sambil menyenggol lengan Ify pelan.
Ify tersentak. “Iya bu?”
“Ayo mulai lagi. Ingat, menyanyilah pakai hati. Coba sekarang kalian berhadapan. Rasakan feel dari lagu itu. Jangan buat latihan hari ini sia-sia” Ucap Bu Ucie dengan nada memohon.
Yang membuat Rio dan Ify langsung mengangguk.

***

Baru saja 15 menit dari jam bubaran sekolah, tapi sekolahnya sudah sepi dari para penghuninya. Paling hanya beberapa yang masih terlihat berkeliaran menunggu angkutan umum. Seperti Shilla yang saat ini tengah menunggu Taksi untuk pulang kerumahnya. Ya, hari in Rio sedang latihan vocal bersama Ify untuk mengisi acara pensi beberapa hari lagi. Dan berhubung hari ini adalah jadwal check up, membuatnya tidak bisa melihat sesi latihan dari Rio dan Ify.
“Hey, pulang sendiri nona?” Tanya Seseorang dari jaguar hitamnya.
Shilla menyipitkan mata berusaha melihat seseorang yang menyapanya tadi dari kaca jendela yang terbuka.
“Gabriel!!” Seru Shilla, entah mengapa ada perasaan yang meledak-ledak begitu mengetahui siapa yang menyapanya saat ini.
“Mau bareng?” Tawar Gabriel yang kini sudah keluar dari dalam mobilnya dan sudah berdiri dihadaan Shilla.
“Gak perlu deh, gue naik taksi aja. Lagipula....” Ucapan Shilla menggantung mengingat foto-foto yang pernah ditempel dimading. Senyaman-nyamannya dia oleh laki-laki didepannya ini Shilla juga tidak ingin jika di cap sebagai tukang selingkuh dan sebagainya. Terlebih saat ini Rio juga sedang bersama Ify.
“takut ada gosip lagi?” Ucap Gabriel seperti menebak isi kepala Shilla.
Shilla mengulum senyumnya pertanda malu isi kepalanya ditebak.
Gabriel terkekeh melihat tingkah Shilla lalu melirik jam sport ditangannya. “hari ini jadwal loe check up lho. Dan biar gue tebak, karena Rio lagi sama Ify pasti loe gak ada yang nganterin. Loe naik taksi pasti kerumah dulu terus minta temenin nyokap loe, sedangkan taksi dari tadi gak lewat-lewat. Dan prediksi gue, loe akan telat” Ucap Gabriel sambil memasang tampang detektifnya.
Tawa Shilla langsung meledak. “Kayak dukun loe hahaha..” Ucap Shilla masih tertawa.
Gabriel menggedikan bahunya. “So, mending kita langsung kerumah sakit. Biar gue yang temenin loe. Gimana?”
Shilla berhenti tertawa. “Emang gue tadi bilang gue mau pulang bareng loe?” Goda Shilla.
Gantian muka Gabriel memerah sekarang, Shilla langsung tertawa kembali. “Akhirnya gue bisa ngegoda loe juga” Ucap Shilla ditengah tawanya.
Gabriel langsung mengendalikan dirinya. Lalu tersenyum miring khasnya. “Loe dihukum, masuk mobil gue dan gue yang anter loe hari ini” Ucap Gabriel.
Shilla tertawa, namun tetap mengikuti perintah Gabriel.

***

Sivia tengah bermalas-malasan ditempat tidurnya. Memang sudah beberapa hari belakangan ini Sivia pulang lebih awal dari biasanya. Biasanya dia baru akan dirumah sore hari bahkan terkadang dibeberapa waktu suka malam. Hari ini Ify kembali latihan vocal bersama Rio, walaupun tadi sudah memaksa setengah mati untuk menemani, apalagi setelah mendengar cerita Ify yang mengatakan jika latihan tersebut tidak membuatnya nyaman. Namun, seperti kemarin-kemarin Ify tetap bersikeras untuk tetap sendiri. Walau dengan berat hati akhirnya Sivia dan Deva yang juga ikut memaksa langsung beranjak untuk pulang.

Getar BB disampingnya benar-benar mengganggu ‘posisi magernya’ saat ini. Dengan setengah hati, diraihnya BB tersebut dan melihat apa yng sudah ‘mengganggu’ waktunya saat ini.

Ternyata sebuah BBM

AlvJo AV : Vi, dimana?

Sivia mengerucutkan bibirnya. Begitu mengetahui siapa yang mem BBM nya kali ini. Kekesalannya sudah berkurang dari kemarin, tapi kalau mengingat kejadian tersebut, siapasih yang gak gondok pacarnya membela orang lain yang kita tidak suka?

Viazizah : alam mimpi!
AlvJo AV : ok, aku menyuruh kamu bangun dr mimpi kamu skrg jg
Viazizah : Gk bs! Lg seru.
AlvJo AV : aku paksa bangun.
Viazizah : Gk mau.

Tak lama bunyi pintu kamar Sivia diketuk. Dengan langkah malas, Sivia menyeret kakinya untuk melangkah membuka pintu yang tadi sengaja dikuncinya. Begitu pinttu terbuka.

“Alvin!!” Pekik Sivia, begitu melihat sosok tegap itu berdiri di depan pintu kamarnya.
“Nyatanya kamu mau bangun juga kan?” Ucap Alvin sambil menahan senyumnya.
Sivia mengerucutkan bibirnya. “Curang”
“Strategi!” ucap Alvin tak mau kalah.
Sivia mendelik.
Alvin nyengir “Jalan sebentar yuk” ajaknya.
“Gak mau, ngantuk”
“Masih marah?” Tanya Alvin.
“Gatau”  Sewot Sivia. ‘Yaiyalah!’ bathinnya.
“Jadi.... krisis kepercayaan sama gue?” Tanya Alvin lagi.
Sivia tidak menjawab, hanya pura-pura tidak mendengar.
“Ayo ikut” Ucap Alvin sambil menarik lengan Sivia.
“Ih apasih, gamau”Ucap Sivia sewot.
“Ikut”
“Nggak”
“Ikut”
“Nggak”
“Ikut”
“Nggak”
“Oke aku ngajak Zevana”
“Terserah” Ketus Sivia yang langsung saja hampir menutup kembali pintu kamarnya.
“Eh iya, bercanda bercanda bercanda” Seru Alvin sambil menahan pintu kamar yang mau ditutup Sivia.
Sivia memandang dengan tampang kesalnya.
“Ikut gue kali ini. Please, setelah itu terserah elo” Ucap Alvin dengan nada memohon yang begitu lirih.
Sivia memutar bola matanya, nampak berpikir. “Oke. Harus serius, awas maen-maen” ancamnya galak.
Alvin tersenyum lega dan mengangguk kecil menandakan janji kecilnya. Baru saja ingin menarik tangan Sivia untuk digenggamnya, keburu Sivia sudah menyembunyikan lengannya dibalik punggung.
“Hehh, gak ada pegang-pegangan. Emang mau nyebrang?” Ucap Sivia.
“Naik motor gue juga nanti peluk-pelukkan” Sahut Alvin.
“Siapa? Elo sama bemper motor?”  Tanya Sivia tanpa dosa.
Alvin manyun.
“Makin jelek aja loe. Udah duluan sana hush... hush...” Ucap Sivia sambil mengibaskan tangannya kedepan.

***

“Cakka... Cakkka....”
Cakka berusaha tidak mempedulikan gadis yang entah sudah berapa kali memanggil namanya. Cakka masih memusatkan pikirannya pada bola basket yang di dribblenya. Begitu Cakka melakukan shoot, bola langsung dipotong oleh Block Shoot orang lain.
“Aturan tadi masuk tuh” Keluh Cakka sambil mengusap peluh didahinya.
“Ya elo, dipanggil-panggil gak nengok. Kalo gak pake cara gini pasti masih maen” Ucap Orang yang tadi mem-block shoot bolanya.
“Bukan gitu Ag, Zevana udah manggil gue keberapa kali? Tiap gue tanggepin pasti pertanyaannya sama ‘Alvin beneran jadi kesini kan Cak?’ ‘Alvin manasih Cak?’ ‘Alvin beneran latihan sama loe disini kan?’ “ Cerocos Cakka sambil mengikuti logat bicara Zevana yang dari tadi tidak absen memanggil namanya hanya untuk menanyakan Alvin dimana.
Agni terkekeh. “jahat loe” Ucap Agni sambil meninju bahu Cakka. “Temen gue tuh” lanjutnya.
Cakka tidak ikut tertawa. Karena baginya tidak ada yang lucu. Namanya selalu disebut saat bermain basket bukan menjadi hal langka bagi dirinya. Bukan hanya nama, ucapan pujian bahkan juga akan meluncur mengikuti nama tersebut. Namun kali ini? Namanya disebut oleh orang yang jelas saja bukan penggemarnya. Berulang kali memecah konsentrasinya, untuk menanyakan orang lain pula.
Agni ikut terdiam begitu menyadari cakka tidak ikut tertawa bersamanya.
Menyadari reaksi Agni. Cakka teringat sesuatu.
“Untuk hal sepele kayak tadi kamu belain zevana dan bilang dia temen kamu, kenapa kemaren gak belain Ify yang kondisinya begitu?” Tanya Cakka tiba-tiba.
Agni terdiam. Tampak berpikir. “Apasih Kka, kok jadi ganyambung gini?” Ucap Agni mengalihkan.
“Bukan gak nyambung Ag, Cuma pengen membandingkan aja. Zevana temen kamu kan? Kalo Ify? Sahabat kamu kayaknya. Tapi kok......”
“Kita kok jadi ngomongin Ify sih Kka?” Tanya Agni memotong ucapan Cakka. Kurang nyaman dengan topik yang dibincangkan kali ini.
“Gakpapasih, aku Cuma........”
“KYAAAAAAAAA Alviiinnnnnnnnn”
Ucapan Cakka sukses terpotong teriakan Zevana yang tampak menyambut kedatangan Alvin yang datang bersama Sivia. Baru saja Cakka ingin melanjutkan dialognya dengan Agni. Namun ternyata Agni sudah kembali berkumpul dengan kroni-kroninya dipinggir lapangannya. Cakka menghembuskan nafas berat.

---

“Kyaaa Alviiinnn” Akhirnya loe dateng juga, seru Zevana sambil menelusup antara Sivia dan Alvin lalu menggelendot manja dilengan Alvin, yang langsung membuat Sivia menyingkir teratur.
Zevana mendelik kearah Sivia, sedangkan Sivia membalas dengan memeletkan lidahnya.
“Aduh Alvin kepanasan ya, ampe keringetan gini” Cerocos Zevana yang diikuti ekspresi penuh kekesalan dari Sivia.
“Udah ya Ze, gue mau maen dulu sama Cakka sama Ozy” Ucap Alvin sambil berusaha melepas tangan Zevana yang berelayut dilengannya. “Tunggu sini ya Vi” pamit Alvin kearah Sivia yang menanggapi dengan jutek habis-habisan.
Alvin langsung berlari ketengah lapangan.
“Apa?” Delik Zevana.
“Apa loe?” Gertak Sivia lebih ganas yang membuat Zevana langsung menyingkir dan memilih untuk meneriaki nama Alvin dipinggir lapangan.

---

“Cakka kenapa Ag? Kok jadi suntuk gitu ya?” Bisik Acha begitu Agni selesai menenggak botol air minumnya.

“Untuk hal sepele kayak tadi kamu belain zevana dan bilang dia temen kamu, kenapa kemaren gak belain Ify yang kondisinya begitu?” Tanya Cakka tiba-tiba.

Ucapan Cakka tadi, sukses kembali melintas dibenak Agni.
“Ag?” Panggil Acha sambil menyenggol lengan Agni pelan.
“Hah? Ehm.. Gapapa Cha. Efek cuaca kali” Jawab Agni asal.
“Ohh..” Acha mengangguk pelan, tidak begitu antusias dengan jawaban Agni.
“Lho? Kok jadi elo yang gak semangat gitu sih Cha?” Tanya Agni melihat ekspresi Acha.
“Ozy kayaknya lagi ngambek juga sama gue Ag” Ucap Acha pelan.
“HAH? Masasih?” Pekik Agni.
“Sssstt” Acha langsung membekap mulut Agni. “Jangan heboh kenapasih” keluh Acha sambil memperhatikan kesekeliling, yang ternyata masih asyik dengan urusan masing-masing. Alvin, Cakka dan Ozy dengan si oren bundarnya. Zevana yang dengan centilnya terus memanggil nama Alvin. Serta Sivia yang berdiri paling ujung lengkap dengan wajah ditekuknya. Sedangkan kroni-kroni Zevana yaitu Dea cs sedang ada jadwal salon katanya, sedangkan Shilla sedang menemani Rio latihan vocal hari ini.
“Iya maaf, kenapa?” Tanya Agni sambil merendahkan suaranya.

“Gak ngambek juga sih, atau berantem tapi.. hemm..”
“Tapi apaan?” Tanya Agni tak sabar pada ucapan Acha yang menggantung.
“Sabar kek” Keluh Acha. “Itu, kita beda pendapat” Ucap Acha pelan.
Agni cengo lalu langsung terkekeh. “Acha.. Acha... itu mah biasaaaa” Ucap Agni santai. “Gue pikir kenapa”
Acha langsung menggeleng, “Beda pendapatnya soal Ify. Masih mau dibilang biasa juga?” ucap Acha hampir setengah kesal.
Agni terdiam. Baru saja, dia dan Cakka mendebatkan hal yang sama.

***

“Yap, kita bisa mulai latihan sekarang” Ucapan Bu Ucie langsung menghentikan melodi dari permainan piano Ify. Ify memutar badannya, orang yang ditunggu sudah datang. Tapi orang itu tidak sendiri. Tangan kokoh orang itu menggengam tangan lain seseorang yang jalan dibelakangnya. Shilla.
Ify berusaha mati-matian mengendalikan dirinya, bahkan berusaha tersenyum pada Shilla walaupun sedikit canggung.
“Hey, Ashilla. Apa kabar?” Sapa Bu Ucie.
“Be better Ma’am” Jawab Shilla ceria. Sedangkan Rio sudah acuh dengan posisinya bersebrangan dengan Ify.
“Oke, kita mulai sekarang ya” Ucap Bu Ucie.
Rio dan Ify hanya mengangguk.
Instrument intro dari lagu My Heart yang dipopulerkan Acha Septriasa featuring Irwansyah mengalun pelan diikuti suara Rio berikutnya.

Rio : Disini kau dan aku..
Terbiasa bersama..
Menjalani kasih sayang..
Bahagia ku denganmu..

Rio tampak tidak begitu memperhatikan sekelilingnya, Ify juga berusaha tidak berusaha terpengaruh suasana disekitarnya.

Ify : Pernahkah kau menguntai..
Hari paling indah..
Kuukir nama kita berdua..
Disini surga kita..

Ify mengangkat kepalanya, disaat bersamaan Rio juga sedan menatap kearahnya. Namun Ify juga menatap lurus bukan hanya ke Rio, melainkan ke Shilla yang duduk dibelakangnya.
Ify langsung kembali melempar pandang kearah lain.

Ify : Bila kita mencintai yang lain..
Mungkinkah hati ini akan tegar..

RiFy : Sebisa mungkin tak akan pernah..
Sayangku akan hilang..

Reflek Ify dan Rio kembali saling mengangkat kepala dan menatap satu sama lain. Lirik inilah yang mengungkap apa yang didasar hati mereka saat ini. Sekaligus dengan tegas memperjelas perasaan mereka masing-masing.

Tanpa sadar, ada rasa nyaman dan menyatu pada lagu ini kepada perasaan mereka masing-masing..

RiFy : If you love somebody could we be this strong..
I will fight to win, our love will conquer all..
Wouldn’t risk my love, even just one night..
Our love will stay in my heart..

“Dahsyat! Mantap! Ini yang saya mau dari kemarin” Baru saja setengah lagu. Bu Ucie langsung mematikan instrumen yang mengiringi Rio dan Ify bernyanyi tadi. Sekaligus menyadarkan mereka. Selalu ada kenyataan dibalik semua keinginan.

Rio dan Ify langsung membuang pandangan mereka masing-masing berlawanan.
‘Ini salah’ Bathin Ify kuat-kuat.
Sementara Rio langsung melihat kearah Shilla. Berharap gadis itu tidak menyadari tingkahnya barusan. Rio bisa menghela nafas lega. Karena saat itu juga sepertinya Shilla sedang menerima telepon.

“Oke, kita latihan sekali lagi. Saya suka hari ini. Kalian tidak buang-buang waktu” Ucap Bu Ucie sumringah. Sedangkan Rio dan Ify hanya mengangguk pasrah.

***

Flashback On
“Zy Ozy” Panggil Acha begitu mereka keluar kelas bersama dan sedang berjalan keparkiran.
“Kenapa Cha?” Tanya Ozy yang masih meneruskan langkahnya.
“Zy, tunggu dulu dong” Pinta Acha sambil menggeret lengan Ozy. Usaha yang cukup menghentikan langkah satu sama lain.
“Kenapa sih Chaaaa?” Tanya Ozy lagi.
“Itu mm....” Ucapan Acha menggantung.
Ozy masih berdiri sabar untuk menanti kelanjutan kata-kata Acha.
“Mmm, kamu kok akhir-akhir ini agak cuek sih?” Tanya Acha akhirnya.
“Cuek gimana?” Tanya Ozy tidak mengerti.
“Itu lho, misalnya kayak kamu sekarang jarang ke kelas, jarang istirahat bareng juga. Trus semenjak kasus soal foto mading itu. Kayaknya kamu jadi lebih diem yaa?” Ucap Acha menyampaikan unek-uneknya.
Ozy memandang Acha penuh arti.
Acha yang dipandang begitu hanya bisa mengalihkan pandangan ke ujung sepatunya. “Mmm... kamu bersikap gitu bukan karena.. Bukan karena..”
Ozy masih tetap menunggu kelanjutan kata-kata Acha. “bukan karena...?”
“Bukan karena kamu ternyata juga seharusnya ada difoto mading itu kan?” Tanya Acha pelan.
“Maksudnya?” Ozy kurang begitu paham.
“Kamu gak ada main sama Ify juga kan?”
“HAH?” Ozy terpana mendengar pernyataan Acha.
“Ehh ehh. Zy jangan tersinggung ya. Sumpah aku Cuma nanya. Bukan berarti gak percaya. Aku Cuma bingung sama sikap kamu doang kok. Sumpah gak lebih.” Cerocos Acha cepat begitu melihat reaksi Ozy.
Ozy menepuk bahu Acha, sekaligus memberikan senyum terbaiknya untuk menenangkan gadis dihadapannya ini.
Acha mengatur nafasnya karena perlakuan Ozy.
“Kamu mau aku jelasin dari mana dulu?” Tanya Ozy.
“Hmmm... kenapa sekarang kamu lebih cuek? Trus kenapa kamu sekarang jarang ke kelas, jarang istirahat bareng juga?” Tanya Acha.
“Sekarang aku tanya balik. Sebenernya siapa yang lebih cuek sekarang? Aku kekelas kamu pun kamu sekarang lebih sering nongkrong dikelas sebelah untuk ngumpul sama temen-temen baru kamu. Waktu kekantin pun kamu masih lebih asyik ngobrol sama yang lain ketimbang aku. Toh, aku coba untuk ngerti, kalo kamu butuh waktu untuk temen-temen kamu. So, aku coba ngasih jarak supaya kamu bisa nyaman sama temen-temen kamu tanpa harus gaenak sama aku.” Jelas Ozy.
Acha hanya diam mendengar ucapan Ozy.
“Soal kenapa aku agak lebih diam soal kasus foto itu. Aku Cuma lagi berpikir.......” Ganti Ozy menggantung ucapannya.
“Aku lagi bingung sama kamu. Soal jarang main kekelas dan kekantin bareng aja aku udah ngerasa kehilangan Raissa Arif yang pertama aku kenal dulu. Tapi aku berusaha untuk tetap mengerti, tapi soal kasus foto dimading kemarin kenapa malah mempertegas kalo ternyata aku bener-bener kehilangan Acha yang dulu ya?” Jelas Ozy tenang.
Acha memandang Ozy bingung.
“Gak peduli lho titel kamu di Cagvairs ini Acha “d’V-Mile” atau Acha “The Days Ever”, asal itu gak mengubah kamu. Aku tetap berusaha buat ngerti” Lanjut Ozy.
“Maksud kamu apasih Zy? Kenapa jadi merembet ke d’V-Mile sama The Days Ever?” Tanya Acha heran.
“Coba deh kamu inget. Waktu masih sama-sama d’V-Mile kamu bener-bener jadi diri kamu sendiri. Acha yang manja, baik, rajin dan moodmaker temen-temennya walau kadang suka plinplan bahkan waktu kita sama-sama jauh lebih sering. Tapi saat kamu sama The Days Ever? Kamu jadi agak males, tongkrongannya Mall, dan waktu kita bareng-bareng jadi agak berkurang. Tapi aku gak pernah mau mempermasalahkan itu.” Jelas Ozy.
“Terus? Kenapa kamu mikir sampai nyuekin aku gini?” Tuntut Acha.
“Karena kamu juga cuek, karena sikap peduli kamu bener-bener hilang saat ini. Sikap cuek aku sekarang ke kamu bukan untuk balas dendam atau menghukum kamu. Tapi biar kamu lebih menghargai, Apa arti kepedulian” Jelas Ozy lagi.
Acha terdiam.
“Gak perlu dipikirin. Anggap aja sekarang aku lagi cerita. Yuk pulang” Ajak Ozy yang melihat Acha tak bereaksi atas ucapannya dan memutuskan untuk mengandengnya pulang.

Flash back Off.

***

Agni terdiam mendengar cerita Acha tentang semua yang diucapkan Ozy. Cakka juga mengeluhkan hal yang sama. Ozy lho Ozy!! Cowok yang jarang serius itu hampir bahkan lebih mengatakan suata hal secara sempurna. Ozy yang lebih sering melewati  harinya dengan candaan jayus dan kenarsisan yang tingkat akut tersebut sudah bisa menceramahi Acha dengan kata yang.. hmm.. nyess. Belum lagi Cakka, cowok yang jangankan marah kepadanya, memasang wajah jutek didepannyapun tidak pernah, tadi malah menanggapi candaannya dengan ketus.

Agni melepas kuncir buntut kudanya, lalu mengacak rambutnya pelan. “Apa kita salah ya Cha?” Tanya Agni pelan begitu berbagai hipotesa sudah banyak yang bersarang dibenaknya.
Acha menggeleng. “Gue juga bingung Ag, tapi kalo kita salah, sekecil apapun, kesalahan yang justru gak pernah dilihat orang lain pasti Ify langsung negur kita dari awal.” Jawab Acha.
“Aduh Cha, coba deh buka pikiran loe mana mungkin sih Ify akan negur kita. Kita sama dia kan lagi jauh sekarang” Jelas Agni.
“Tapi Ify kan gapernah peduli, deket atau gak sifat suka ikut campur dia emang udah bawaan dari lahir” Bantah Acha.
“Apa Ify marah? Tapi kenapa dia diem aja? Bahkan dia punya kekuasaan lebih kalo dia mau marah dan protes sama kita, terutama kejadian mading kemarin.” Pikir Agni.
“Gak mungkin.” Pekik Acha tak sadar, detik berikutnya Acha langsung membekap mulutnya sendiri.
Agni dan Acha saling berpandangan lemah, seakan memiliki kemampuan bertelepati. Tapi mereka yakin dalam hati mereka masing-masing kini ada alasan yang sama dibalik semuanya.

Sedekat apapun kita dengan seseorang, tidak akan menjamin kita akan memahaminya meski hanya seujung kuku....

***

Ruang Musik.

Semua sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ify yang tengah merapikan piano yang dari tadi dimainkannya. Shilla yang sedang menaruh gitar dipojok ruangan. Rio yang tengah merapikan kabel-kabel yang tersambung paralel karena latihan hari ini, dan terakhir Bu Ucie yang sibuk memasukkan kertas-kertas kedalam tas nya.
“Kamu pulang bareng ibu lagi Fy?” Tawar Bu Ucie pada Ify yang tengah menyelempangkan tasnya.
“Gak perlu Bu, hari ini dijemput Deva kok” Jawab Ify sambil melirik pada jam tangan yang melingkari tangannya.
Detik berikutnya, ada ketukan pelan dipintu Ruang musik disusul dengan terbukanya Pintu tersebut.
“Sore semua” Sapa orang tersebut yang kemudian melangkah masuk ke Ruang Musik dan menyalami Bu Ucie.
“Jemput Ify Yel?” Tanya Bu Ucie langsung, Gabriel mengangguk.
“Kok elo?” Hanya itu yang meluncur dari mulut Ify.
Gabriel menggedikan bahunya. “Deva sibuk sama Ray ngerjain tugas kesenian, ruang tamu dirumah aja udah kayak di bom sama mereka. Alvin lagi sibuk sama Via. Ya kesisa gue” Jelas Gabriel.
“Alvia balikan?” Tanya Ify antusias, karena memang sepanjang hari dikelas Sivia tidak pernah membicarakan Alvin.
Sekali lagi Gabriel menggedikan bahunya. “Emang pernah putus?” Tanya Gabriel balik.
Ify menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal. “Nggak tau deh, Via gak cerita apa-apa”
“Naah! Via bales dendam sama loe yang gak suka cerita apa-apa” Sahut Gabriel mantap.
Ify manyun.
“Tapi.. That’s All... semua baik-baik aja. Alvia kan Cuma salah satu diantara pasangan aneh lainnya kayak.......”
“Ahh... omongan loe makin ngelantur” Sambar Ify memotong ucapan Gabriel yang nampak menggantung. “Ayoo kita pulang sekarang...” Ajak Ify sambil mengamit lengan Gabriel. “Bu Ucie berhubung saya udah ada yang jemput, saya duluan.” Pamit Ify sambil menyalami punggung tangan Bu Ucie. “Yo, Shill, thanks atas latihan hari ini. Nice day” Untuk kali ini Ify memaksa senyumannya untuk terlihat biasa saja. “Ayo pulaangg” Ajak Ify sambil menarik lengan Gabriel dengan sedikit perlawanan kecil dari empunya.
“Ehh.. Fy.. Fy, besok latihan terakhir yaa” Ucap Bu Ucie setengah berteriak karena Ify dan Gabriel hampir saja menutup pintu ruangan.
Ify mengacungkan jempolnya dengan tangan yang bebas sebelum akhirnya menutup pintu.

***

“Yah, tadi didalem aja rame, ampe luar manyun lagi” Gerutu Gabriel sambil membuka autolock mobilnya. Ify hanya acuh dan langsung masuk kedalam mobil. Gabriel mengikuti.
“Mau sampai kapan sih gini terus?” Tanya Gabriel sambil menyandarkan punggungnya pada jok mobil. Ify menghentikan niatnya untuk memasang seat belt, namun tetap tidak mengeluarkan reaksi apapun.
“Loe bener” Ucap Ify pelan.
Gabriel memandang Ify dengan ekspresi bingung. “Apanya?”
Ify tidak menjawab.
“Apa sebaiknya semua diakhiri aja? Bilang jujur ke mereka tentang hubungan kita” Tanya Gabriel.
“Dan hancurin sebuah hubungan yang baru aja mereka rintis?” Tanya Ify balik sambil memandang kearah luar mobil. Tampak Rio yang tengah membukakan pintu mobilnya untuk Shilla. Gabriel terdiam.
Ify menghela nafas pelan, lalu menggeleng. “Bukan itu”
“Mungkin udah saatnya untuk lupa, lebih tepatnya melupakan” Jelas Ify lagi.
“Gue gak ngerti”
“Setelah acara nanti, gue akan ikut nyokap ke Singapore. Untuk lupa semuanya, gue harus belajar melepas” Jelas Ify.
Gabriel menghempas tubuhnya. “Gue gak tau kalo nanti seandainya gue gak bisa ngejaga loe lagi”
“Loe juga mau pergi?” Tanya Ify.
“Bukannya loe yang ninggalin gue?” Tanya Gabriel balik.
Ify tidak bereaksi.
Gabriel menggeleng. “Diposisi kayak gini, gak akan membuat gue permanen untuk tetap dirumah dan jaga elo dan Deva.....”
“Jadi loe mau pergi?” Potong Ify.
“Bukan mau, tapi dipaksa” tegas Gabriel.
Ify diam lagi.
“Everythings gonna so well Fy. Jangan mikirin macem-macem. Kesehatan loe lebih penting untuk saat ini” Ucap Gabriel sambil mengusap puncak kepala Ify.

***

Cheers (;!!!

Trisil {}

That's All Cause Ify Part 37b


***

“Kyaaa. Agni loe sembarang deh ngacak-ngacak file pribadi gue” Keluh Shilla kesal.
“Maap Shill, ide si Dea nih” Ucap Agni ngeles sambil menyembunyikan BB nya dibalik punggung.
Shilla mendelik kearah Dea.
Dea hanya membalas dengan cengirannya.
Shilla merengut sebal kearah teman-temannya.
“Yah yah yah, Shilla ngambek deh” Ucap Acha
“Yah, maafin deh Shill” Ucap Agni memelas.
Shilla memejamkan mata sejenak. “Kalo Cuma dikirim ke elo-elo pada sih gue gak masalah. Tapi..............” Ucapan Shilla menggantung. “Kenapa harus di forward ke Rio juga sih” Ucap Shilla sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
“Abis loe sama Rio gak ada kemajuannya sih” Ceplos Dea.
Shilla mendongakkan kepalanya. “Gak gini juga caranya. Aduh mati deh gue, gimana kalo nanti ketemu” Ucap Shilla lirih.
“Ya hadepin dong Shill” Ujar Zahra sambil merangkul Shilla.
“Gak tau ah” Ucap Shilla acuh sambil melangkahkan kakinya keluar kelas.

***

Yap! Pilihan keluar kelas sepertinya tidak tepat saat ini. Pemandangan dari lantai dua tempatnya berpijak kini langsung mengarah pada lapangan Basket outdoor. Letak kelas yang strategis membuat Shilla makin bebas memandang keseluruh penjuru lapangan tanpa terhalang apapun, seperti pohon misalnya. Dan dia menyesali itu.

Pemandangan dilapangan tampak Cakka yang baru saja meninggalkan Rio dan hmm... Ify. Kenapa harus teman dekat bahkan sahabatnya sih. Rutuk Shilla dalam hati.

BRUKKKK...
Tabrakan antara bola dan papan pantul yang lalu membuat bola bergulir masuk kedalam ring cukup menyentakkan Shilla akan ketermenungannya. Shilla langsung berusaha memfokuskan diri kepada dua orang tersebut. Tapi sia-sia karna memang jarak yang terbentang tidak akan mungkin memberinya kesempatan untuk mendengar pembicaraan yang sepertinya dibuat hanya mereka berdua yang mendengar.

Ada sesuatu yang janggal bagi Shilla melihat pemandangan tersebut. Hampir saja semuanya luruh karena Rio yang tiba-tiba membuat jarak dengan Ify dilanjut Ify yang mem-passing bola kearah Rio. Dugaannya jika mereka akan tanding kecil-kecilan langsung meleset total melihat tindakan Rio yang hanya menerima bola, berbicara sebentar –sepertinya- lalu kembali melempar bola kearah ring hingga menimbulkan bunyi yang mencuri perhatian disusul dengan Rio yang langsung meninggalkan lapangan.

“Mereka kenapa?” Gumam Shilla pelan.
“Biasa, problem anak remaja” Cetus seseorang disampingnya.
Shilla menoleh kaget. “Gabriel” Pekiknya kaget sambil memukul pelan lengan Gabriel. Gabriel langsung terkekeh.
“Loe bikin kaget tau” Ucap Shilla sewot.
Gabriel kembali tertawa. Namun ketika melihat ekspresi kecut dihadapannya. Gabriel berusaha menekan tawanya. “Maaf deh maaf” Ucap Gabriel sambil menyatukan kedua telapak tangan didepan wajahnya.
Shilla menghembuskan nafasnya pelan. “Iya, iya.” Ucap Shilla kembali memandanga kearah lapangan yang sudah kosong. Ify sepertinya sudah beranjak, pikirnya. Shilla menghela nafas. Pemandangan Rio Ify barusan seakan sudah lewat begitu lama.
“Yah ngelamun” Ucap Gabriel.
Shilla menoleh. “Nggak ngelamun” Elak Shilla.
“Barusan ngapain?”
Shilla mengibaskan tangannya lalu menghadap kearah Gabriel. “Gak penting. By the way, sejak kapan loe disini?”
“Sejak dari tadi mandangin elo” Cetus Gabriel.
Shilla tertawa “Gombal loe” Ucapnya sambil mendorong pelan pundak Gabriel.
“Gue serius tau” Dengus Gabriel.
“Maaf mas, gak ada receh” Ledek Shilla masih sambl tertawa.
“Yaudah mbak, pake uang ribuan aja. Maksudnya ribuan hatimu ya. Tapi maaf gak ada kembaliannya #halaah-__-v” Balas Gabriel lagi.
Shilla tertawa lebih lepas dari sebelumnya. “Haduhhh yel, udah ya udah. Loe kayaknya mesti balik ke kelas deh. Gue bisa gila kalo terus sama loe” Ucapnya kembali tertawa.
Gabriel ikut tertawa. “Gue balik kalo nanti pulang sekolah loe mau pulang bareng gue” Ucapnya.
“Wah, modus banget loe” Ucap Shilla sambil memukul lengan Gabriel lagi.
“Waduh loe lebih sadis dari Ify deh dari tadi mukul mulu” Ucap Gabriel sambil mengusap lengannya.
“Yah maaf deh maaf” Ucap Shilla menyesal sambil menarik lengan Gabriel kemudian mengusapnya pelan.
“Gue maafin kalo loe balik bareng gue ya?” Ajak Gabriel.
“Heuu, maunya elo itumah” Cibir Shilla.
“Yee, lagian elo kayaknya dari tadi nolak mulu” Balas Gabriel.
“Emang gue bilang gue gak mau?” Tanya Shilla balik.
“Berarti loe nerima?” Ceplos Gabriel.
“Gue gak bilang juga” Sahut Shilla
“Jadi? Bisa dijawab sekarang Nona?” Tanya Gabriel sambil menatap Shilla dengan tatapan teduhnya.
Shilla merasa jengah sendiri dipandangi seperti itu. Lalu setelah memutar bola matanya sebentar. “Tapi traktir gue ya?”
“Everythings for you, Ashilla” Ucap Gabriel lengkap dengan senyum manisnya.
Shilla merasa sepertinya pipinya mulai memanas, belum lagi debaran di dadanya sepertinya tidak bisa dikendalikan saat ini.
“Sampai ketemu nanti, See you soon Beauty” Ucap Gabriel sambil berlalu setelah sebentar mengacak puncak kepala Shilla.
Sementara Shilla hanya mematung ditempatnya, perlakuan Gabriel barusan benar-benar membuatnya melayang. Hingga tanpa sadar dia telah melupakan kejadian Rio dan Ify di Lapangan tadi.

***

“Gue duluan ya” Pamit Ify pada Alvin, Sivia dan Gabriel.
“Lho? Gak balik bareng loe Yel?” Tanya Sivia pada Gabriel yang sedang membuka mobil.
“Gue balik bareng Kak El. Udah ya gue duluan orangnya udah nunggu. See yaa” Samber Ify yang langsung berlari kearah gerbang.
“Ify jangan lari-lari” Teriak Gabriel.
“Iya-iya maaf” Balas Ify teriak lagi, sambil mengatur langkahnya menjadi jalan cepat.
Sepeninggal Ify.
“Kok kayaknya rada diem ya tuh anak tadi” Ucap Alvin sambil mengeluarkan cagivanya.
“Tadi ada kejadian lagi di Lapangan. Sama Rio. Tapi gue gak tau apa, nanti malem coba gue tanya” Ucap Gabriel.
“Kayaknya bukan hal yang baik kalo ngeliat reaksinya begitu.” Ucap Sivia sambil memandang kearah gerbang, dimana Ify sudah menaiki Jazz merah milik Elang.
“Akhir-akhir ini kalo berhubungan Ify dan Rio apa pernah baik? Kalopun baik, itu hanya MENURUT mereka baik” Ucap Gabriel.
“Yaudah, ntar malem loe kabar-kabar ya. Gue duluan sama Sivia” Pamit Alvin.
“Duluan Yel” Pamit Sivia.
Gabriel mengangguk. “Hati-hati loe” Pesan Gabriel, yang hanya dibalas anggukan Alvin dibalik helm full facenya.
“Hey, maaf lama” Ucap seseorang dengan nafas yang agak terengah-engah, Shilla
“Hey, loe lari ya kesini?” Tanya Gabriel
Shilla tersenyum malu, sambil mengelap peluh didahinya. “Niatnya, tapi jatuhnya kayak jalan cepet” Jawab Shilla sambil nyengir.
“Nunggu loe satu jam lagi gue juga mau kok asal loe gak lari-lari kayak tadi. Jahitan di ginjal loe kan belum kering sepenuhnya. Gimana nanti kalo kenapa-napa lagi?” Nasihat Gabriel, gurat kecemasan bercampur kesal sudah menjadi satu diwajahnya.
Shilla meringis.
“Maaf, maaf. Gue gak maksud marah sama loe” Ucap Gabriel menyesal.
“Gapapa kok. Gue nya aja yang bandel. Maaf ya” Ucap Shilla sambil menunduk.
“Minimal, kalo loe gak bisa ngehargain ginjal baru loe saat ini, hargain hidup yang loe punya sekarang akibat ginjal itu” Ucap Gabriel pelan.
Shilla mengangguk.
Gabriel berjalan memutar lewat depan mobilnya. Lalu membukakan pintu disamping kemudi. Yang disusul Shilla masuk kedalamnya. Setelah memastikan pintu tertutup dengan benar, Gabriel kembali berjalan memutar dan masuk kemobil duduk dikursi pengemudi.
Gabriel memasang seat beltnya dalam diam, diikuti Shilla disampingnya.
“Yel, loe marah ya” Tanya Shilla hati-hati setelah selesai memasang seatbeltnya.
Gabriel menghentikan niatnya untuk menyalakan mesin. Lalu menghela nafas pelan. Kekhawatirannya pada Shilla sekaligus rasa kesalnya karena pengorbanan Ify seperti disia-siakan membuatnya susah mengendalikan diri. Sekali lagi Gabriel menghela nafas berat. Menoleh kearah Shilla sebentar, lalu merogoh saku celananya mengambil sapu tangan miliknya. Gabriel melepaskan kembali seatbeltnya lalu menghadap kearah Shilla. Tanpa permisi, Gabriel langsung mengusap sedikit peluh pada dahi dan pipi Shilla dengan sapu tangannya. Mendadak nafas Shilla seperti berhenti bernafas dengan perlakuan Gabriel yang pasti menurut dirinya bahkan cewek lain ih-wow-ini-romantis-abis!
“Hargai hidup loe saat ini, paling gak sebagai ucapan terima kasih sama orang yang mendonorkan ginjalnya buat elo” Ucap Gabriel lirih.

***

“Lemes banget Fy?” Tanya Elang yang tengah asik memilih-milih buku.
“Hah?” Respon Ify agak tersentak.
“Loe ngelamun ya?” Samber Elang yang langsung menaruh buku yang tadi dibacanya dan langsung fokus ke Ify.
“Engg.. Sedikit” Ringis Ify. “Tadi loe nanya apa?” Tanya Ify balik.
Elang menghela nafasnya pelan. Elang tahu pasti, raga Ify memang bersamanya sekarang, tapi jiwanya entah kemana. “Tadi gue tanya, loe udah makan belum?” Tanya Elang berbohong.
Ify menggaruk kepalanya nampak berpikir. “Kayaknya belom” Ucapnya sambil nyengir.
Untuk kali ini lebih parah. Wajahnya memang menyiratkan kesenangan bercampur kepolosan. Tapi tetap saja, mata Ify terasa kosong. Sepertinya memang benar, ada masalah pada gadis ini.
“Kita makan dulu yuk” Ajak Elang sambil menarik tangan Ify.
“Lho.. lho.. lho.. katanya mau beli buku?” Tanya Ify.
“Bukunya gak ada. Mungkin stoknya lagi habis. Yuk kita ke food court” Ajak Elang sambil menarik Ify tanpa bantahan lagi empunya.

***

“Sampai Shill” Suara pertama yang dikeluarkan Gabriel setelah sepanjang perjalanan dari sekolah keluar. Sementara Shilla yang dari tadi hanya asyik dengan pikirannya langsung mengarahkan pandangannya keluar mobil dengan bingung.
“Jangan kelamaan bengongnya. Yuk” Ajak Gabriel yang tau-tau sudah disamping pintu mobil membukakan pintu mobil untuk Shilla.
Melihat reaksi Shilla yang masih diam ditempatnya membuat Gabriel terpaksa menarik turun Shilla dari mobilnya. “Tenang, gue gak nyulik elo kok. Gak bakal gue apa-apain juga. Kalo gue apaapain gue juga tanggung jawab” Goda Gabriel melihat Shilla yang masih belum bereaksi.
Shilla reflek memukul lengan Gabriel. “Sembarangan! Maunya elo itu sih” Cibir Shilla.
Gabriel terkekeh sambil mengusap lengannya. “Lagian dari tadi diem aja” Sindir Gabriel.
“Mood loe cepet banget sih berubah kayak Ify” Delik Shilla.
“Itu tandanya kita cepet move on, gak suka galau. Udah ayo masuk” Ajak Gabriel yang mengajaknya memasuki lingkungan yang sepertinya hutan kecil namun masih terlihat terang dan sangat asri.
“Ini dimana sih” Tanya Shilla bingung bercampur ngeri. Ngapain coba pergi ketempat kayak gini, tadi kan janjiannya Cuma traktir, pikirnya.
“Ya Ampun Shillaa.. Muka loe horor banget deh. Sumpah ya gue gak akan ngapa-ngapain loe. Kita kesini ya emang kita mau makan disini” Jelas gabriel.
Shilla meringis malu begitu Gabriel membaca ekspresinya. “Makan ditempat apaan kayak gini. Jangan-jangan loe nuduh gue satu species sama sapi ya?” Ucap Shilla sambil memandang berkeliling yang bisa dilihat hanya pohon hijau.
Tawa Gabriel meledak. Shilla langsung mendelik. “Maaf, maaf. Bukan gue nyamain loe sama sapi. Tapi emang bener kita makannya disini. Dan makannya ya makanan beneran kok. Bukan oseng rumput sama opor ranting pohon” Jelas Gabriel sambil sesekali masih terkikik.
Shilla manyun. “Jadi kita mau kemana?” Tanyanya lagi.
“Kesana” Tunjuk Gabriel ke arah tulisan yang tertancap pada tanah, yang dibelakangnya ada belasan anak-anak tengah bermain dan ada juga yang belajar. Pada papan itu tertulis. “Taman Bermain & Belajar Dik Doang”
Shilla menahan lengan Gabriel “Yel, elo kan tau gue gak suka.....”
“Belum suka, dan saat ini loe harus belajar untuk menyukai mereka” Tegas Gabriel.
“Tapi kan.. gue takut buat kekacauan” Ucap Shilla was was.
“Kata siapa? Kemarin waktu di rumah singgah loe bisa enjoy kan sama mereka? Ayolah, ada gue.” Bujuk Gabriel.
“Loe jangan jauh-jauh dari gue ya” Pinta Shilla, sambil mencengkram lengan baju Gabriel.
“Mau banget ya deket-deket gue” Ledek Gabriel.
Shilla kembali memukul lengan Gabriel. “Gatau ahh”
“Iya Nonaaa. Yuk” Ajak Gabriel sambil menggengam tangan Shilla erat.

***

“Gak makan kak?” Tanya Ify yang sudah menyantap makanannya lebih dulu, karena jam minum obatnya sudah telat 1 jam.
“Loe beneran gak salah pesanan Fy?” Tanya Elang melihat menu Ify. Nasi dengan serba sayuran diatasnya dan minumannya Jus Mangga.
Ify menggeleng. “Emang gue tadi pesan ini kok” gantian Ify yang heran.
“Loe kan biasanya pesan fast food dan minumannya gak jauh-jauh dari mocca dan teman-temannya.” Ucap Elang.
“Ternyata loe juga hafal ya menu-menu gue.” Ucap Ify tertawa hambar.
“Emang siapa aja yang hafal? Gue yakin banyak. Secara emang rutin” Sahut Elang.
Ify menggedikkan bahunya. “Hitung-hitung hidup sehat dikit lah”
“Hidup sehat tapi makan telat mulu” Cibir Elang.
Ify nyengir.
“Oh iya, bisa titip ucapan terima kasih?” Tanya Elang.
Ify mengerutkan keningnya. “Buat?”
“Rio”
Ify melemas tanpa bereaksi apapun lagi, selera makannya mendadak hilang mendengar satu nama tersebut.
“Gue belum bilang terima kasih soal pembetulan piano dirumah singgah waktu itu” Lanjut Elang yang masih belum menyadari perubahan keadaan karena sedang sibuk memotong tenderloin steaknya. “Ternyata loe guru yang baik juga ya, ngajarin semuanya sekaligus. Gak Cuma bisa main, Rio juga bisa setting” Jelas Elang lagi.
Ify semakin kaku ditempatnya. Kepalanya sudah ditundukkan.
“Bisa gak Fy?” Elang menghentikan niatnya untuk melahap potongan daging yang tadi susah payah dipotongnya.
“Fy?”
Ify masih belum bereaksi.
Elang menaruh garpu dan pisau makannya, selera makannya langsung menguap begitu saja. Tapi disadarinya satu hal. Satu hal yang dipikirkannya sejak tadi. Raga gadis ini memang bersamanya tapi jiwa gadis ini tengah pergi ke satu nama yang barusan disebut. Menyentakkannya jika makin kecil peluangnya untuk menganggap gadis didepannya lebih dari adik.
“Fy” Elang meraih tangan Ify yang membuat Ify langsung sadar sepenuhnya.
“Mmm.. Bisa kak bisa” Sahut Ify langsung sambil berusaha melepas genggaman Elang. Tapi tidak bisa, genggaman itu lebih kuat dibanding sisa tenaganya saat ini.
”Gue nanti ngomong langsung aja” Ucap Elang lembut.
“Tapi kan....” Ada rasa tidak enak namun lega karena tidak jadinya permintaan Elang tersebut.
“Gue sendiri aja. Besok pulang sekolah gue ke Cagvairs lagi.” Sahut Elang.
“Maaf ya” Ringis Ify.
“No prob Fy. Jadi?.........” Ucapan Elang menggantung.
Ify mengernyitkan alisnya.
“Ini yang membuat loe lebih diem dari tadi dan kejanggalan Rio dirumah singgah kemarin” Tanya Elang.
Ify diam.
“Gue tau loe gak akan cerita. Tapi gue mohon jawab pertanyaan gue kali ini” Pinta Elang.
Ify menghela nafas. “Iya” Jawab Ify nyaris tanpa suara.
Terjawab sudah. Kepastian ada hubungan lebih dari persahabatan antara Rio dan Ify sudah tertebak.
“Kenapa jadi begini?” Tanya Elang lagi.
Ify bungkam.
Sudah pasti pertanyaannya takkan terjawab lagi. Elang mempererat genggamannya. “Gue udah tau semuanya dari mata loe. Mata loe bercerita semua dari tadi. Loe terlalu istimewa membiarkan mata loe yang bercerita. Cinta membuat orang bahagia, tapi saat dia mulai menyakiti perlahan dia akan mulai membunuh. Loe mau terbunuh karena ini? Gue tau loe bisa kuat. Loe Cuma belum terbiasa. Jangan biarkan semuanya menyakiti elo. Dan loe harus tetap bertahan buat kebahagiaan loe sendiri”

***

Ternyata kegiatan sore bersama Gabriel saat ini tidak seburuk bayangan Shilla. Anak kecil yang disangkanya akan nakal dan segalanya justru malah patuh dan terus memanggilnya dengan sebutan ‘kakak cantik’ Dan sebagian besar yang mengikutinya adalah anak laki-laki yang berusia 5 tahun, yang sedang diajarinya melukis.
“Waduh.. gue bisa patah hati nih liat loe dikelilingi cowok semua” Goda Gabriel yang tiba-tiba disamping Shilla.
Damn! Kenapa sih laki-laki ini tidak pernah berhenti menggodanya? Rutuk Shilla dalam hati.
“Apasih, kayak bocah deh” Cibir Shilla.
Gabriel terkekeh. “Gimana? Mereka menyenangkan gak?” Tanyanya
“Menyenangkan banget, anaknya nurut-nurut. Baik, gak bandel. Udah gitu pada berbakat juga. Trus.....”
“Bukan karena mereka manggil elo ‘kakak cantik’ kan? Jadi loe balik muji-muji mereka juga.” Potong Gabriel seenaknya.
“Ihh, maen asal samber aja.” Keluh Shilla sambil kembali memukul lengan Gabriel.
“Ya Ampun... Shill, cowok yang jalan sama loe kayaknya harus punya body kayak agung hercules dulu kali ya biar tahan banting dipukulin mulu” Ledek Gabriel.
Niat ingin minta maaf jadi tidak jadi mendengar celotehan Gabriel. “Ngapain Agung Hercules, loe aja udah tahan banting kan?” Ucap Shilla.
“Ciee.. Mau jadi cewek gue nih?” Ucap Gabriel PD
Shilla menutup mulutnya. “Salah ngomong deh gue depan penyamun” keluhnya.
“Penyamun hatimu ya?” Goda Gabriel makin gencar.
Shilla langsung menutup mukanya dengan kedua telapak tangan miliknya. “Berhenti godain gueeeee”

***

Rio memejamkan matanya kuat-kuat. Hari ini dia benar-benar menjadi loser total!!. Setelah melepas Ify, Rio hanya bisa diam begitu melihat Shilla dan Gabriel bercanda didepan matanya. Hanya bisa memandang marah begitu Ify masuk mobil Elang, padahal tadi dia sudah melepasnya. Dan hanya bisa terima kenyataan begitu Shilla pulang dengan Gabriel.
“Ahhhhhhhhh... gue kenapa sih?” Keluh Rio langsung bangun dan duduk dipinggir tempat tidurnya lalu mengacak rambutnya frustasi.
“Ify... Shilla... Ify... Shilla.. Ck!”
Rio menyambar bingkai foto dengan foto Bian didalamnya. “Maaf ya Bi, kakak ingkar janji. Kakak gak bisa sama kak Ify lagi” Ucap Rio sambil mengusap pelan foto Bian yang tengah tersenyum ceria sebelum menaruhnya kembali. Gantian, Rio menarik foto dirinya bersama Ify waktu meraih kemenangan basket minggu lalu. Dimana mereka sama-sama memegang piala kemenangan. Rio tersenyum miring. “Maaf Fy” Rio langsung melepas penyanggahnya, membuka laci disamping tempat tidurnya. Kemudian dimasukkannya foto itu disana dan dikunci rapat-rapat.
Meski Rio sendiri sadar. Kenangan tentang mereka tidak akan mudah dikunci serapat laci tersebut menyembunyikan foto dirinya bersama Ify.

***
Kemarin sore sepulang pergi bersama Gabriel mood Shilla benar-benar membaik. Bahkan dia sudah melupakan tentang Rio dan Ify kemarin. Namun pagi ini semua seperti dibalikkan 180 derajat. Efek bangun pagi karna begitu semangat membuat Shilla datang kepagian melebihi teman-teman satu sekolahnya. Membuatnya memutuskan untuk merapikan seragam cheersnya di lemari lapangan basket indoor.

Beberapa langkah sebelum sampai dilapangan basket Shilla sudah mendengar hentakan bola basket yang di dribble seseorang dan diakhiri dengan shoot ke arah ring begitu keras. Membuat Shilla agak tersentak kaget. Shilla melangkah pelan memasuki lapangan basket indoor. Tidak ada orang ditengah lapangan, dan bola yang-sepertinya-tadi digunakan-untuk-tadi-bermain bergulir begitu saja ke luar lapangan. Shilla mengedarkan pandangannya kearah penjuru lapangan. Dan tepat ditribun ke 3. Tampak laki-laki yang sudah tak asing lagi untuknya tengah memejamkan mata.

Shilla memutuskan untuk menghampiri laki-laki tersebut. Namun hanya tinggal beberapa langkah lagi dia sampai, suara berat sudah menyapanya terlebih dahulu.
“Ngapain loe kesini?”
Shilla langsung menghentikan langkahnya. “Gue.. gue...”
“Kalo emang gak punya alasan mending loe keluar” Potong suara tadi.
“Yo!!”
“Apa?” Tanggap Rio yang sudah duduk. “Oke, gue yang keluar” Ucap Rio acuh tak peduli sambil melangkahkan kakinya keluar.
Meninggalkan Shilla dengan mata yang mulai memanas.

***

Rio berjalan kearah pintu gerbang. Karena dipesan oleh anak kelas X ada yang tengah mencarinya. Rio mengedarkan pandangannya ke luar gerbang. Tak ada sosok yang dikenalnya.
“Hay Yo!” Sapa seseorang.
Rio terkejut dengan seseorang yang menyapanya. Tapi berusaha mengendalikan diri. “Gue gak sekelas sama Ify” Ucap Rio langsung tanpa berniat berbasa-basi lebih.
“Gue gak nyari Ify, gue nyari elo” Ucap Elang santai.
“Gue? Untuk?”
“Iya, terima kasih. Atas pembetulan piano di rumah singgah. Suaranya makin enak Yo. Waktu itu gue lupa bilang sama loe” Ucap Elang.
“Not special” Tanggap Rio singkat.
Elang jadi salah tingkah menghadapi Rio yang mendadak tak banyak omong. Sama seperti menghadapi Cakka dulu.
“Ada lagi?” Tanya Rio melihat reaksi Elang.
“Mmm.. Soal Ify...”
“Oh dia. Gue bukan siapa-siapanya. Jadi loe bisa langsung ngomong ke dia.” Potong Rio. Mendadak sakunya bergetar. Ternyata ada BBM dari Agni.

Agni Tri NRG : Shilla loe apain sih? Dari pagi dia diem aja. Dan skrg nangis dilap. indoor, klo smpe kondisinya nurun. Loe org yg pertama kali gue salahin!

Rio menghela nafas. Satu masalahnya bertambah.
“Yo?!!” Panggil Elang sambil menggoyangkan lengan Rio.
Rio tersentak.
“Gue Cuma mau bilang. Tetap ikutin kata hati loe. Jangan mentingin ego pribadi loe. Loe Cuma harus belajar mengerti semuanya. Gue pamit” Ucap Elang sambil berlalu meninggalkan Rio.
Sebenarnya Rio masih agak bingung maksud Elang mengatakan hal tersebut. Tapi penuhnya pikiran membuat dirinya tidak menyempatkan waktu lagi untuk mencernanya. Rio langsung memutar langkahnya menuju lapangan basket indoor.

***

Ify berjalan pelan kearah parkiran, belakang pinggangnya agak nyeri seperti ditusuk. Hingga BB ditangannya bergetar tanda BBM masuk.

Agni Tri NRG : Fy, bisa ke lapangan basket indoor bentar gak? Gue mau tanya2 soal invest gudang.
Ify Alyssa : Ok(:!!

Ify melirik jam ditangannya, baru telat 30 menit dari jam minum obat. Kemarin 2 jam saja Ify masih bisa. Sambil menahan sakitnya, Ify langsung memutar langkahnya, yang tadinya menuju lapangan parkir jadi kearah lapangan basket indoor.

***

Rio baru saja ingin langsung memasuki lapangan basket indoor, namun suara petikan gitar accoustic yang menggema ke seluruh ruangan menghentikkan langkahnya untuk tetap stay diluar.

Lama aku merasa
Kau tak pernah menyimpan cinta pada diriku
Pedih hati ku ini

Suara Shilla mengalun pelan menyeimbangi permainan gitarnya sendiri. Suaranya agak serak, mungkin habis menangis? Membuat Rio mengingat perlakuan tidak seharusnya tadi pagi kepada Shilla.

Slalu kucoba menutup mata
Berharao nanti kau baik hati
Namun ternyata tak jua sirna
Cintamu padanya tetap kau jaga

Bertepuklah sebelah tangan
Cintaku ini pada dirimu
Sakitnya hati ini saat bersaksi
Melihatmu lagi bersamanya

Rio menyenderkan tubuhkan ke pintu dengan pelan agar tidak menimbulkan suara yang mengganggu. Kalo sudah begini apa yang harus diselesaikan? Ralat! Bagaimana penyelesaiannya?

Aku beranjak dari hidupmu
Dari masalah dari belenggu
Tlah kau sakiti Kau khianati

Rio menghela nafas. Haruskah? Rio menggelengkan kepalanya membuang pikiran yang menurutnya negatif.

Semua mimpi mimpi indahku
Aku menyerah untuk mencinta
Ajari aku melupakanmu...

Tapi sepertinya memang Rio harus melakukannya. Ini kan yang diinginkan ‘dia’? Rio harus melakukannya. Entah ini memang benar atau kesalahan terbesarnya.........

Kini kusadari didalam sepi
Meski berbagi, cinta tak ada lagi...

Prok... prok... prok..  Rio memutuskan untuk ‘melakukannya’ dan memasuki lapangan indoor. “Permainan gitar loe bagus Shill” Puji Rio setelah menyelesaikan applausenya.
Shilla mendadak salah tingkah dengan kedatangan Rio. Apalagi dengan sisa air mata yang sepertinya masih ada di pipinya.
Rio melangkah untuk lebih mendekat ke arah Shilla. Begitu sudah dihadapannya, Rio memegang kedua pipi Shilla dan menghapus jejak-jejak air mata tadi dengan ibu jarinya. “Ini karena gue ya” Tanya Rio pelan.
Shilla yang tidak menyangka perlakuan Rio, hanya diam speechless.
“Gue sebenernya tau semuanya.” Ucap Rio setelah air mata Shilla sudah tidak lagi terlihat. “Jahatnya gue, gue berusaha untuk gak peduliin itu semua” Kata-kata Rio masih menggantung. “Tentang elo sama gue, gue sama.....Ify” Ucap Rio berat mengucapkan nama terakhir.
“Gue yang harusnya gapunya perasaan ini. Maaf” Kata-kata Shilla akhirnya keluar.
“Gak ada yang salah sama perasaan elo Shill. Semua mengalir tanpa dipaksa. Kalo ada yang salah, jelas gue. Gue yang lebih ngutamain ego pribadi gue sendiri. Dan menjadikan elo sebagai korban” Jelas Rio.
Rio mulai menggengam tangan Shilla lalu merendahkan lututnya. “Apa masih ada kesempatan kedua untuk gue? Gue janji gak menyia-nyiakan itu semua.” Rio menghela nafas lebih berat dari sebelumnya. “Hmm... Ajarin gue.............. mencintai loe”
Shilla terkejut bukan main, selama ini yang diharapkannya terwujud saat ini. Harusnya dia senang, tapi mengapa ada rasa lain? Apa ternyata sudah ada nama lain tanpa disadarinya? Namun Shilla berusaha menepis itu semua, ini mimpinya. Saat ini sedang terwujud.
“Shill” Panggil Rio menggoyangkan lengan Shilla dalam genggamannya.
Shilla tersentak. “Selalu ada kesempatan Yo. Dan aku gak pernah menamakannya pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.. Tapi gue gak yakin bisa untuk yang terakhir” Ucap Shilla lirih.
Rio kembali berdiri. Mengangkat wajah Shilla utnuk mengarah padanya. “Kalo hanya yang terakhir pasti berat.” Rio menghela nafas. “Ajari aku mencintai kamu, dan melupakan dia” Ucap Rio sungguh-sungguh.
Shilla menatap mata tajam tersebut, dia tahu mata itu penuh luka. Dan sekarang dia diminta untuk mengobatinya. Perlahan Shilla mengangguk pelan.
Melihat jawaban Shilla Rio langsung memeluk Shilla sebagai ucapan terima kasih dan berdoa dalam hati, semoga ini bukanlah sebuah keputusan yang salah. “Makasih Shill, ini terakhir kalinya gue... Mmm aku nyakitin kamu. Maaf untuk kejadian tadi pagi ya” Bisik Rio lirih, lalu melepas pelukannya.
Gantian Shilla yang kini menggenggam tangannya erat. Lalu menatap Rio dalam, kemudian mencium pipi kiri Rio, yang membuat Rio langsung membeku ditempatnya. “Makasih.. Makasih udah buat aku seneng hari ini”

Sementara dari tadi ada orang yang menyaksikan mereka dalam diam. Hanya air mata yang berbicara mewakili hatinya saat ini. Semuanya jelas, terekam dalam memorinya saat ini. Bukankah memang ini yang diinginkannya? Tapi mengapa begitu terasa sakit? Ify –orangtadi- hampir mengerang tiba-tiba karena serangan sakit di daerah pinggangnya. Dan begitu melihat Shilla mencium pipi Rio, Ify langsung menutup mulutnya. Sudah tidak tergambar lagi apa yang ada dihatinya saat ini. Kejadian yang sama persis ketika Rio menyatakan cintanya di dermaga lalu. Ify juga mencium pipi kiri Rio sebagai permintaan maafnya. Dan sekarang? Ada yang lain disana. Ternyata..... sesakit ini rasanya...........
Ify langsung memutar badannya dan berlari cepat tanpa mempedulikan rasa sakit dipinggangnya saat ini. Hatinya jauh lebih sakit dibandingkan pinggangnya yang masih bisa reda dengan menelan 1 butir obat pereda nyeri. Tidak dengan hatinya.

***

“Rencana besar loe berhasil De” Seru Zahra.
Dea hanya tersenyum penuh kemenangan.
“Untung BB nya Agni ketinggalan” Ucap Angel sambil melempar-lempar BB Agni di tangannya.
“Sekarang tinggal tunggu tanggal mainnya. d’V-mile pecah” Ucap  Zevana.
“Dan itu gak akan lama lagi. Sini gue punya rencana lagi” Ucap Dea yang mebuat semua teman-temannya merapat.

***

Ify terus berlari kearah parkiran sambil sedikit meremas bagian pinggangnya. Kepalanya benar-benar pusing saat ini, pandangannya juga agak tertutup air mata.
Hingga tiba-tiba ada jeritan panik yang sepertinya milik Sivia memanggil namanya disusul ada tangan yang merengkuh dirinya. Yang samar-samar terbentuk bayangan kakak kembarnya. Dan perlahan semua gelap.

***

“Kenapa bisa sampai seperti ini Yel?” Tanya Dokter Tian.
Gabriel hanya bisa menunduk, faktanya dia memang tidak tau apapun kecuali BBM dari Agni di BB Ify yang ditunjukkan Sivia tadi saat mengutak-atik BB Ify.
Dokter Tian melempar pandangan ke Alvin dan Sivia yang berada disamping Gabriel. “Apa ada penjelasan dari kalian?” Tanyanya tegas.
Alvin dan Sivia kompak menggeleng lemah.
“Kamu tahu semua konsekuensinya Yel. Memang Ify sudah berjanji menjaga kondisinya, tapi kita kenal sifat dia keseluruhan. Dan harusnya kamu mengerti” Tegas Dokter Tian kepada Gabriel. Sama seperti Gabriel, Dokter Tian juga sama khawatirnya, Ify sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.
Suara ketukan pintu merenggangi ketenggangan mereka. “Masuk” Ucap Dokter Tian singkat.
“Sudah Dok, keadaan Ify sudah stabil. Jahitan yang terlepas sudah kami benarkan lewat operasi kecil untuk pemasangan selang insulin tadi.” Lapor seseorang tadi yang ternyata Dokter Evan.
Semua menghela nafas lega. Termasuk Dokter Tian, kerut diwajahnya tidak setegang tadi.
“Maaf, bukan maksud saya menyalahkan kalian. Tapi kalian mengetahui semuanya, hanya kalian yang bisa menjaga dan mengaturnya.” Jelas Dokter Tian dengan suara yang lebih tenang.
“Kami memang tidak mengetahui apapun tentang ini Dok, tapi kami mengakui ini kesalahan kami menjaga Ify” Ucap Alvin.
“Ini akan menjadi kesalahan pertama sekaligus terakhir Dok, saya akan berusaha menjaga Ify lebih baik dari kemarin” Lanjut Sivia.
Sedangkan Gabriel hanya diam, jangankan untuk berucap. Berpikir apa yang ingin ia bicarakanpun benar-benar tidak bisa.
“Yel, sepertinya kamu bisa berganti dengan kaos saya dulu. Gak enak juga kan pakai seragam penuh noda darah begitu sambil berkeliling sekitar sini.” Ucap Dokter Evan sambil mengangsurkan kaos yang sudah diambilnya tadi dilockernya.
Gabriel tidak membantah, hanya menerima kaos pemberian dokter Evan dan langsung melangkahkan kakinya keluar.

***

“Keterlaluan loe kak baru ngasih kabar sekarang!!” Amuk Deva marah sambil mendorong Gabriel hingga terjatuh.
“Deva” Tarik Alvin, memberi jarak antara Gabriel dan Deva. Sedangkan Ray yang datang bersama Deva tadi langsung membantu Gabriel bangun.
“Tadi kita semua masih sama-sama bingung Dev” Ucap Alvin menenangkan.
Deva mengatur nafasnya, lalu melepaskan dirinya dari cengkraman Alvin. Lalu berjalan kearah pintu kaca tempat Ify masih dirawat. Meskipun keadaannya stabil, Ify belum dapat dipindahkan keruang opname biasa. Tubuhnya masih harus dipacu asupan insulin yang tidak dapat lagi diproduksi secara produktif oleh ginjalnya.

***

Mendadak malam ini Rio uring-uringan tanpa sebab, sampai Ray yang baru pulang pun langsung kena dampak dari sikap uring-uringan Rio.
“Loe dari mana aja sih? Kebiasaan kalo main gak inget waktu.” Tegur Rio.
“Darimana kek yang gue suka” Ucap Ray seenaknya, “Lagian gue udah izin sama mama. Kenapa loe ribet sih” Ucap Ray kesal.
Rio mengacak rambutnya ‘kenapa gue ribet sih? Ah gatau’ Tanpa berkata lagi Rio langsung meninggalkan ruang tamu dan masuk kamarnya meninggalkan Ray yang terdiam bingung ditempatnya.

---

Kamar Rio.

“Gue kenapa gelisah gini ya?” Gumam Rio pelan. Rio bolak-balik membalikkan tubuhnya. Rio mengacak rambutnya frustasi. “Kenapa disaat begini harus kepikiran sama Ify?” Rio menghela nafas berat. Rio bangun dari tempat tidurnya dan berjalan kearah balkon kamarnya.

Bagaimana caranya? Bagaimana bisa dia meminta untuk jatuh cinta kepada gadis lain sementara gadis itu tetap membayangi setiap malamnya? Bagaimana dia dapat melupakan gadis itu sementara dia meminta untuk diajari cinta oleh orang yang sama sekali tidak pernah ada dihatinya? Atau memang ternyata ada kesalahan pada apa yang dilakukannya tadi siang?

***

Seperti mukjizat, malamnya Ify benar-benar dinyatakan stabil bahkan sudah bisa dipindahkan keruang rawat inap biasa. Benar-benar menenangkan, hingga akhirnya Sivia dan Alvin memutuskan untuk pulang kerumah dan kembali besok lagi. Hanya Deva dan Gabriel yang masih stay menjaga. Sedangkan Ray sudah pulang dari jam 9 malam, agar tak menimbulkan kecurigaan. Namun Deva sudah mengabarkannya.

“Asupan insulin yang kemarin sore kita masukkan melalui selang dapat diterima baik oleh tubuh Ify. Sehingga mempercepat kerja ginjal dan seluruh organ lainnya kembali maksimal” Begitu penjelasan Dokter Evan begitu Ify tengah pindah kamar tadi. “Untuk menjaga kondisinya, terpaksa besok dia harus dirawat seharian. Ucap Dokter Evan.

***

Setelah istirahat seharian dirumah sakit kemarin Ify kembali masuk sekolah setelah melewati sedikit perdebatan kecil tadi pagi bersama Gabriel dan Deva. Tapi berkat sifat keras kepala serta kemampuan meyakinkan orang, membuat Gabriel dan Deva memilih mengalah dengan perjanjian Deva akan tetap bersama Ify kecuali disaat sedang dikelas. Berhubung Gabriel dan Ify memutuskan untuk tidak lagi terlalu dekat disekolah.

Masih ada waktu 10 menit sebelum bel masuk berbunyi. Tapi suasana sekeliling sekolah sudah begitu ramai tidak seperti biasanya. Sepanjang perjalanan mereka kekelas, banyak ditemui Ify, Gabriel ataupun Deva murid-murid yang tengah bergerombol didepan kelasnya.

Baru saja Ify dan Gabriel diambang pintu kelas. Mereka sudah disambut dengan jerit panik Sivia sampai-sampai Ify harus menutup kupingnya.
“Fy, ayo kemading. Kata anak-anak ada nama loe dan Gabriel disana” Cerocos Sivia dalam satu tarikan nafas.
Ify dan Gabriel saling berpandangan.
“Bukan sesuatu yang baik kayaknya. Mana tas loe berdua. Ayo kita liat bareng-bareng” Ucap Alvin sambil menyodorkan tangannya.
Dengan cepat Gabriel dan Ify melepas tas mereka masing-masing dan menyerahkan ke Alvin. Yang dibawa Alvin dengan cepat ke tempat duduk mereka masing-masing.
“Ayo kesana” Ajak Alvin sambil membalik punggung Gabriel.

***

Sesampai di mading ternyata sudah dipadati puluhan siswa yang berebut untuk melihat namun begitu menyadari sang objek mading sudah dibelakang mereka, satu persatu mulai mundur teratur membentuk jalan untuk Ify, Gabriel sekaligus Alvin dan Sivia.

Sampai didepan mading kompak mata mereka terbelalak maksimal. Belum selesai kekagetan mereka, dibelakang sudah ada lagi yang menyeruak kerumunan, membuat Gabriel, Alvin dan Sivia berbalik, sedangkan Ify masih terdiam memandang tulisan yang terpampang dimading. Ternyata Rio dkk bersama The Days Ever.

Sama seperti Ify. Rio membeku ditempatnya melihat apa yang terpampang dihadapannya kini. Dalam satu mading, tertampang besar-besar tulisan.

“ANAK PEMILIK YAYASAN? KENAPA MURAHAN?!!!”

:: Alyssa Saufika Umari atau yang dikenal IFY. Anak pemilik Yayasan Cagvairs International School. Salah satu Most Popular Girl di Cagvairs. Merupakan sekertaris OSIS dan Kapten Basket yang konon dikabarkan mengundurkan diri. Dikenal sebagai anak baik dan ramah oleh sekelilingnya. Tapi mengapa ini semua hanya kedok semata? Mengapa dengan popularitasnya disekolah digunakannya untuk contoh tidak baik untuk adik kelasnya? Bahkan tega mengkhianati sahabat-sahabat disekelilingnya sendiri ::

Dibawahnya lagi banyak foto bertebaran yang diperbanding satu sama lain. Seperti ada foto ketika Rio mencium puncak kepalanya waktu dilapangan basket ketika semasa mereka masih bersama, namun disampingnye terpampang foto Shilla waktu mencium pipi Rio kemarin sore. Lalu ada foto Ify yang saat itu tengah bercanda dengan Gabriel disanding kan dengan foto Gabriel yang tengah menepuk puncak kepala Shilla. Dibawahnya lagi ada foto ketika Cakka mendesak Ify didinding kantin pada kasus Elang dan disandingkan dengan Foto Agni yang tengah mengelap keringat Cakka pertandingan basket lalu. Disampingnya ada Foto Alvin yang tengah merangkul Ify waktu kegiatan basket yang disanding dengan Foto Sivia yang sedang memberikan minum pada Alvin sambil tertawa bersama waktu pertandingan basket minggu lalu. Terakhir ada foto ketika Elang menggenggam tangan Ify kemarin sore saat di food court.

:: Daripada kita katakan murahan atau gampangan. Sepertinya lebih pantas kita sebut Pagar Makan Tanaman!! ::

Dan tulisan dimading ditutup dengan foto Rio waktu menggendong Ify dipertandingan basket lalu karena kakinya cedera dan Foto Gabriel yang menggendong Ify 2 hari lalu tepat setelah.... Yoshill Jadian!

Keterdiaman mereka terputus dengan grasak grusuk dari belakang yang bersumber dari yang melihat mading tersebut selain mereka. Tidak jarang dari mereka yang lebih banyak memandang mencemooh daripada prihatin kearah Ify. Sedangkan Ify sudah hampir merasa sulit bernafas saking putus asanya.

“Waduh, ini berita murahan banget sih” Ucap Cakka mulai berkomentar. “Jelas-jelas waktu foto gue sama Ify kan loe semua juga pada disana”
Semuanya mengangguk setuju. Termasuk Agni yang terlihat biasa saja.
“Wah Cha, kayaknya Cuma Ozy lo nih yang aman” Ceplos Angel.
“Loe jangan memperkeruh suasana deh kak” Ketus Obiet yang ternyata sudah dibelakang kerumunan Ify dkk bersama Deva, Lintar dan Ray yang sibuk mengusir kerumunan yang tidak bersangkutan.
“Padahal loe teladan gue lho Fy disekolah ini. Apalagi keloyalitasan loe sama sekolah ini, gak peduli loe yang punya yayasan. Ga nyangka loe aslinya begini” Ucap Dea dengan nada kecewa yang dibuatnya.
“Ozy kayaknya target berikutnya nih” Ucap Zahra.
“Untung gue gak begitu deket sama loe ya Fy, gimana ntar gebetan gue diambil sama loe juga?”
“Jaga baik-baik Vi koko Alvinnya” Pesan Angel mengarah pada Sivia.
Sivia hanya diam.
Ify hanya memandang Dea dan yang lain tanpa memberikan komentar apapun. Sementara yang lain hanya memandang prihatin.
Perlahan Rio berjalan mendekat kearah mading dan membuka kaca yang digunakan sebagai penutup mading. Semuanya hanya memandang dalam Rio hal yang dilakukan Rio. Setelah memandangi ulang “artikel” mading pagi ini. Rio mengulurkan tangannya untuk mencabut foto-foto dirinya bersama Ify. Hanya yang bersama Ify!!

Sedangkan Fotonya bersama Shilla dan Foto Ify bersama yang lain tidak dipedulikannya. Rio kembali mnutup kaca mading kembali lalu berbalik menghadap Ify. Rio menatap gadis yang tampak lebih pucat dari biasanya itu dengan tatapan menghukum. Ify langsung membuang wajahnya kearah lain. Rio mengarahkan tangannya yang tengah menggenggam foto-foto dirinya yang bersama Ify yang tadi dicabutnya dari mading kedepan arah wajah Ify yang tidak menatapnya. Dalam diam dan perlahan Rio mulai meremas foto itu dalam genggamannya.

Ify sendiri mulai mencelos begitu melihat Rio meremas semua foto mereka berdua dihadapan wajahnya sendiri. Air mata yang sudah siap diproduksi ditekannya kuat-kuat. Ify menguatkan hatinya untuk menatap balik Rio. Disaat yang bersamaan Rio langsung melempar foto mereka berdua yang tadi sudah “dirusaknya” kedalam tempat sampah dekat situ. Dan beberapa detik kemudian Rio langsung berbalik meninggalkan mading diikuti yang lain kecuali Ify dkk dan Deva cs.

“Gue benci elo Fy!” Ucap Sivia tiba-tiba yang sudah pindah ke hadapan Ify.
Ify terperangah. Termasuk yang lain.
“Gue benci sama sikap diem loe, kenapa loe gak lawan mereka? Kenapa loe diem aja? Kenapa?” Tanya Sivia sambil menggoyangkan bahu Ify. “Loe bisa marah kalo loe mau” Bentak Sivia.
Ify hanya menunduk diam.
“Jadi ini Fy?” Ucap Gabriel pelan, yang membuat semuanya menengok kearahnya yang tengah menunjuk salah satu foto yang masih tertempel dimading. Foto Shilla waktu mencium pipi Rio. “Jadi ini yang buat loe terbaring 2 hari lalu” Tanya Gabriel, kali ini dengan nada tegas. Semua memandang kearah Ify. Tak ada jawaban dari Ify yang kemudian berlalu begitu saja. Yang dianggap jawaban “Ya” untuk teman-temannya.

***

Shilla menjadi bingung dengan perasaannya sendiri. Ada rasa marah tadi saat melihat foto Rio dan Ify yang tertempel di mading tadi. Karena membuktikan memang ada yang “lebih” diantara mereka berdua. Shilla jadi memetik gitar nya asal dan sesekali menyenandungkan lirik yang sepertinya mewakili perasaannya kali ini.

Dulu engkau tak pernah berikan pertanda
Dan telah kusadari kau kekasih sahabatku
Mengapa kini kau buat aku meresah

Sungguhkah semua ini cinta kadang tak percaya
Namun mengapa selalu saja kuingin dekat dirimu
Andai dia bukan kasihmu mungkin tak seberat ini
Ku sesali mengapa cinta baru saat ini
Engkau nyatakan...

“Apa mungkin gue Cuma pelampiasan ya?” Gumam Shilla sendiri. “Tapi gak mungkin, Rio kemarin sampai ngomong kayak gitu” Shilla menghela nafas. “Tapi ngeliat reaksi dia tadi? Ahh, Shill positif thinking. Loe harus rubah semuanya supaya Rio fokus sama loe” Ucap Shilla pada dirinya.

“DOR!!”
Shilla tersentak. “Gabriel” Pekiknya
Gabriel nyengir tak bersalah.
Ahh, Shilla rindu dengan cengiran ini. Sudah berapa lama ya tidak bertemu Gabriel, sepertinya baru 2 hari tapi selalu ada yang dinanti setiap bertemu dengan laki-laki dihadapannya saat ini.
“Hayoo bengong, mikirin gue ya?” Goda Gabriel.
“Idih apa banget deh loe PD nya” Cibir Shilla sambil memukul lengan Gabriel.
“Haduhh, baru ketemu udah kena pukul aja gue” Ringis Gabriel.
“Bodo” Ucap Shilla sambil memeletkan lidahnya.
“Jiah, gak kangen gue loe?” Tanya Gabriel.
“Ngapain amat” Sewot Shilla. Tapi nyatanya memang beberapa hari ini justru cowok dihadapannya ini yang memenuhi pikirannya. Shilla selalu memikirkan kira-kira apalagi yang akan di perbuat cowok ini untu menggodanya. Tapi Shilla langsung menggelengkan kepalanya. Inget Rio Shill, bathinnya.
“Tuhkann, kayak ayam mabok. Udah ngaku aja loe kangen gue. Gue kangen loe tau” Ceplos Gabriel.
“Loe gak bisa ya sehari ketemu gue untuk gak ngegoda” Ucap Shilla sambil tertawa.
“Yang penting loe seneng”
“Idih kata siapa? Gue kesel tau” Cibir Shilla.
“Kesel tapi pipi loe merah mulu non” Ucap Gabriel makin jadi.
Reflek Shilla memegang kedua pipinya. Yang langsung membuat Gabriel terbahak.
Sadar kembali dikerjai, Shilla langsung manyun. “Rese loe” Keluhnya.
Gabriel langsung tertawa lagi. “Udah jangan cemberut gitu. Ntar gak cantik lagi”
“Udah ahhh, pipi gue merah lagi ntar” Ucap Shilla sambil ikut tertawa juga.
Sayangnya canda mereka terhenti oleh suara berat yang memanggil nama Shilla.
“Shill”
Gabriel dan Shilla menoleh. Rio berdiri di belakang mereka dengan pandangan tak terbaca. “Boleh pinjem Gabriel sebentar?” Ucap Rio dengan nada datarnya.
Shilla mengangguk pelan, merasa ada yang tidak beres. Sementara Gabriel menggenggam tangan Shilla tanpa sepengetahuan Rio berusaha menenangkan.
“Oke. Dimana Yo?” Tanya Gabriel. Ini saatnya, pikirnya.
Tanpa menjawab, Rio langsung berbalik badan tanpa mengatakan apapun. Mengisyaratkan Gabriel untuk mengikutinya.

***

Rio langsung mendorong bahu Gabriel begitu sampai di tempat yang dimaksudnya.
“Loe bilang kita bersaing secara sportif kan Yel?” Tanya Rio dengan nada tinggi.
Gabriel tersenyum miring, langsung mengerti apa yang dimaksud Rio kali ini. “Iya, gue pernah bilang begitu kan?” Ucapnya santai.
“Trus kenapa sekarang loe ganggu gue sama Shilla?”
“Loe ngerasa gue ngeganggu?” Ucap Gabriel menantang.
“Shit!” Rio langsung melayangkan tinjunya kearah Gabriel. Yang telak membuat Gabriel jatuh.
Gabriel berusaha tidak terpancing emosi. “Ini yang loe bilang sportif?” Ucap Gabriel dengan nada meremehkan. “Ini yang lo bilang cara sportif” Bentak Gabriel sambil berusaha bangun.
Rio diam berusaha untuk tidak memukul lagi.
“Atas dasar apa loe mukul gue?” Tanya Gabriel kali ini dengan nada agak santai.
“Loe ganggu hubungan gue” Jawab Rio dingin.
Gabriel mencengkram kerah kemeja seragam Rio. “Kemana aja loe selama ini?” Lalu melepasnya dengan kasar.
“Gue ganggu loe sekarang bukan tanpa alasan, gue suka sama Shilla. Dan gak bakal ngelepas dia gitu aja buat pecundang kayak loe” Ucap Gabriel, yang langsung memancing tinju Rio melayang lagi kearah ulu hatinya. Gabriel kembali terjatuh.
“Bangun loe” Ucap Rio. Sambil mencengkram kerah seragam Gabriel. “Loe mesti mikir ulang, siapa yang pencundang diantara kita. Loe selalu ngedeketin cewek yang ada deket gue” Ucap Rio.
Gabriel melepas cengkraman Rio dengan mendorongnya. “Loe marah? Hah?!!” Bentak Gabriel masih belum mau kalah.
Rio langsung kembali memukul Gabriel kali ini dipipi kirinya hingga membuat ujung bibir Gabriel menjadi sobek. Gabriel yang dari menahan diri langsung balik menyerang Rio memukul di bagian ulu hati dan wajahnya sekaligus yang membuat Rio langsung jatuh terduduk.
“Loe bisa marah karena cewek yang gak loe cinta. Tapi loe diem aja saat cewek yang loe cinta dalam keadaan yang terpuruk sekalipun.” Ucap Gabriel yang berdiri dihadapan Rio. “Bangun loe” Bentak Gabriel sambil mencengkram seragam Rio hingga membuat Rio terbangun sambil berusaha menahan nyeri di ulu hatinya. “Loe bahkan bisa memukul gue kapan aja loe mau kalo gak terima gue dideket Ify. Cewek yang loe sayang! Tapi loe malah diem aja. Dan Shilla? Siapa Shilla buat elo? Elo bisa marah sampai mukul gue karena ini. Siapa yang pecundang sekarang?” Ucap Gabriel dengan nada tinggi.
Rio sama sekali tidak berniat membalas lagi. Ucapan Gabriel tidak ada yang bisa dibantah. “Anggap pukulan gue tadi sebagai balasan sakit hati Ify yang gak bisa dia ungkapin langsung sama loe” Ucap Gabriel sambil menghempaskan Rio kembali, dan kemudian berlalu pergi.

***

“Rio beneran udah keterlaluan Vin” Ucap Sivia.
“Iya aku tau. Tapi kamu juga sabar dong jangan emosi gini” Ucap Alvin menenangkan sambil berupaya menyamakan langkahnya dengan Sivia yang berjalan cepat.
“Dan aku yakin banget, yang nempelin foto-foto norak di mading itu pasti Dea cs” Ucap Sivia.
“Kamu jangan asal nuduh dong” Seru Alvin.
“Kok kamu bela mereka sih?” Ucap Sivia yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.
“Bukan gitu Vi, tapi kita gak punya bukti untuk itu” Jelas Alvin.
“Ya tapi kan.........”
“Haduhhh, gak Ify gak sahabatnya kenapa suka cari sensasi tengah jalan begini sih?” Potong seseorang pada ucapan Sivia.
Sivia langsung menengok kesumber suara, Zevana. Tidak hanya Zevana, Shilla dkk dan Rio dkk juga ada disana.
“Loe diem ya, gak usah bawa-bawa Ify” Bentak Sivia.
“Biasa aja kaleee kalo gak merasa mah” Ceplos Angle.
“Dia nyebut nama Ify, dan siapa lagi sahabat dia yang saat ini masih ada disampingnya selain gue” Ucap Sivia menuding Zevana. “Dan urusan gue sekarang sama Rio bukan loe pada” lanjutnya.
“Kalo omongan loe tentang Ify, gue yang gapunya waktu” Ucap Rio dingin.
“Tuh Fy, Rio nya aja gak mau. Loe jangan sampe ya ngemis-ngemis kayak sahabat loe” Ceplos Dea.
“Heh, diem loe. Gak ada yang ngomong sama babunya Rio!” Ucap Sivia sengit.
“Waduh omongan loe kenapa jadi gampangan gini sih?” Tanya Zahra.
“Biasa, ketularan temennya yang murahan mungkin” Ceplos Zevana yang langsung disambut tamparan di pipi kirinya oleh Sivia.
“Via” Panggil Alvin dengan nada meninggi. Lalu menempatkan dirinya ditengah Sivia dan Zevana.
“Kenapa Vin? Pantes kan mulut dia dikasih salam hangat kayak gitu?” Ucap Sivia acuh.
“Aduh Vin, cewek loe kasar banget sih” Ucap Zahra sambil menenangkan Zevana yang menangis karena ditampat Sivia.
Sivia mendelik kearah Zahra. “Perlu mulut loe gue kunci juga?” Ucap Sivia pada Zahra.
“Vi berhenti! Kamu tuh kenapasih jadi lepas begini” Bentak Alvin.
Sivia memandang Alvin tak percaya. “Oh, setelah Rio, Kamu juga ikut Vin?” Tanya Sivia sengit.
“Sivianya aku tuh gak emosian begini” Jelas Alvin tenang.
“Sorry Vin, aku juga manusia biasa. Dan kamu, kamu seharusnya bisa menilai untuk saat ini harus berbuat kayak gimana. Di posisi kita yang mengetahui semuanya, tapi gak bisa berbuat apa-apa” Ucap Sivia pelan sambil memandang kearah Alvin.
“Dan untuk elo Yo, loe harus belajar mengutamakan kata hati loe bukan ego loe sendiri saat ini.” dan elo semua” Ucap Dea sambil menunjuk Dea cs , “Makasih cowok gue dan MANTAN sahabat gue berpikir untuk menyalahkan gue mengutamakan egonya masing-masing” Sivia tersenyum meremehkan kearah semuanya.
“Gak gitu Vi” Ucap Alvin berbicara.
Namun Sivia sudah tidak ingin mendengarkan dan memilih untuk melangkah pergi.
“Vi, Sivia” Panggil Alvin.
“Aduh Vin, tamparan cewek loe sakit banget nih” Ucap Zevana berusaha menahan Alvin. Alvin jadi merasa serba salah dan memutuskan ditempat dulu karena menurutnya Sivia sedang emosi juga.

***

Sivia terus berlari, kekesalannya pada Alvin tidak dapat dibendungnya tadi begitu Alvin membela Zevana. Orang yang jelas-jelas sudah diketahui Sivia maupun Alvin sendiri jika Zeva menyukai Alvin. Langkah kakinya terhenti tiba-tiba. Sivia melupakan sesuatu dan langsung menepuk jidatnya. Ahh, Ify sahabatnya tadi kan tidak ikut ke kantin bersamanya karena tidak ingin bertemu pasangan YoShill dikantin akibat peristiwa 2 hari yang lalu. Ify berpesan jika akan menghabiskan waktu istirahat di Ruang Musik. Dengan langkah cepat Sivia langsung memutar arah dan berjalan ke Ruang Musik.

---

Sivia membuka Ruang Musik nyaris tanpa suara, karena mengetahui pasti Ify sedang bermain piano tidak bisa terganggu suara sedikitpun. Begitu sempurna sudah berada didalam ruangan Sivia menghela nafas. Memang benar ada sosok Ify yang tengah duduk didepan sebuah grand piano putih ditengah ruangan. Tapi bukannya memainkan piano seperti biasanya. Sosok sahabatnya justru tampak melamun. Sivia menggelengkan kepalanya. Untuk saat ini masalahnya dengan Alvin bukanlah pokok utama. Tapi mengembalikan senyum sahabatnya inilah masalah utama saat ini. Sivia melangkah masuk kedalam ruangan kearah Ify sambil bersenandung lembut.

Biarkan saja kekasihmu pergi...

Ify langsung menoleh begitu bait pertama yang keluar dari mulut Sivia bersenandung.
Teruskan saja, mimpi yang kau tunda...
Kita temukan, tempat yang layak...
Sahabatku...

Sivia merangkul Ify tepat pada bait ‘Sahabatku...’ Membuat Ify langsung tersenyum menyambut rangkulannya.

Ify langsung memutar badannya kedepan grand pianonya lalu jari-jari lentiknya mulai menari teratur diatas tuts-tuts hitam putih menyenandungkan intro melanjutkan lagu tadi.

Kupercayakan langkah bersamamu...
Tak kuragukkan berbagi denganmu...
Kita temukan, tempat yang layak...
Sahabatku...

Kita mencari (cari..) Jati diri...
Dengan lautan mimpi...

Aku bernyanyi untuk sahabat...
Aku berbagi untuk sahabat...
Kita bisa jika bersama...
Aku bernyanyi untuk sahabat...
Aku berbagi untuk sahabat...
Kita bisa jika bersama...

Tiba waktunya... Kita untuk berbagi...
Untuk saling memberi.... haa... haa... haaaa

Di Reff bagian terakhir justru keduanya sama-sama menitikkan air mata. Ify berhenti memainkan pianonya. Lalu bersenandung accapella bersama Sivia.

Aku bernyanyi untuk sahabat...
Aku berbagi untuk sahabat...
Kita bisa jika bersama...
Aku bernyanyi untuk sahabat...
Aku berbagi untuk sahabat...
Kita bisa jika bersama...

Begitu lagu habis mereka langsung berpelukkan dan menangis bersama dalam beberapa menit. Begitu mulai tenang, Sivia langsung mengulurkan jari kelingking kanannya. “Nangis dan Ketawa sama-sama” sambil menahan tangis lagi.
Ify tersenyum tanpa menghapus air mata. “Ini harus jadi hari terakhir kita nangis ya” Ucapnya sambil menyambut jari kelingking Sivia. Dan mereka menutup segalanya dengan senyum bertirai air mata.

***

Cheers (;!!!

Trisil {}