Gomenasai Anime Smiley trisillumination: That's All Cause Ify Part 39A

Selasa, 01 April 2014

That's All Cause Ify Part 39A



“Gue disini Fy” Ucap Gabriel dengan nafas terengah.
Semua yang ada didalam ruangan langsung menoleh kearah pintu.
“Iel” / “Kak Iel”
“Cakka??” Sahut Alvin begitu melihat sosok dibelakang Gabriel. Cakka mengangguk.
Gabriel langsung menggelengkan kepalanya cepat. Memberi isyarat agar tidak membicarakan sesuatu yang tejadi padanya dihadapan Ify. Semua membungkam. Gabriel menyeret langkahnya kearah Ify.
“Gimana keadaan loe?” Tanya Gabriel lembut sambil membelai rambut Ify.
Ify mengernyit sedikit, rasa nyeri menderanya, dan Gabriel menangkap. Ya Tuhan.. seberapa parah keadaan adiknya sekarang?
“Maaf” Ucap Gabriel menyesal.
“Bukan salah elo kok” Ucap Ify lemah, meski bingung dengan ucapan Gabriel.
“Salah gue Fy” Ucap Gabriel sambil menundukkan kepalanya.
“Kalo emang loe salah, gue minta jangan salahin diri loe sendiri untuk dapat maaf dari gue” Sahut Ify sambil tersenyum.
Gabriel memejamkan matanya, lalu menghembuskan nafas untuk melegakan paru-parunya dan mengangguk pelan.
“Malam ini Ify harus terbang ke Singapore untuk perawatan lebih lanjut. Loe dating disaat yang tepat Yel.” Jelas Alvin.
Gabriel menoleh kearah Alvin menuntut penjelasan lebih.
Alvin menggeleng lemah, tidak mampu menjelaskan apa yang tadi didengar dari mulut Dokter Tian dan Dokter Evan.
Ify menutup matanya melihat reaksi Alvin. Separah apa keadaannya? Jika memang ini saat terakhir Ify hanya ingin bersama semuanya, tidak disana yang hanya sendirian. Matanya terbuka, menatap satu persatu orang yang terus didekatnya. Ingin berusaha menggapai meraka semua namun keadaannya tidak memungkinkan. Secepat inikah?

***

“Pokoknya biar loe nanti jauh dari gue, biar nanti kita udah gak ada waktu ngegosip lagi, biar kita udah gak saling lempar bantal ke muka masing-masing lagi. Dan banyak hal lain yang dulu sering kita lakuin bareng-bareng.” Sivia menghela nafas, mengatur gejolak yang begitu kuat menguasai perasaannya. “Inget gue Fy. Via. Gue bakal tetap jadi sahabat elo yang paling deket. Bahkan angin pun gabakal gue kasih ijin ngebuat jarak diantara gue sama loe. You’re my best friend Fy” Sivia sekuat tenaga kembali menyembunyikan raut sedihnya. Berpisah dengan Ify bukanlah sesuatu hal yang mudah. Apalagi akhir-akhir yang begitu berat hanya ada mereka berdua. Bukan berlima seperti seharusnya.

Ify tersenyum  kecil. Sivia sahabatnya kini. Ketika yang lain memilih meninggalkannya, hanya Sivia yang tetap memilih disampingnya sebagai tempat berbagi cerita. Bahkan lengkungan bibir Sivia tetap tidak menutupi gurat kesedihan yang justru tampak jelas dimatanya.

“Udah dong. Loe jangan lebay gitu Vi. Gue pasti tetap balik kok” Cengir Ify. Seluruh sisa tenaga terakhirnya saat ini harus untuk mengakhiri pertemuannya dengan orang-orang penting terdekatnya. Dia tidak akan menyianyiakan waktu lagi. Hanya ini yang bisa  ia lakukan. Batinnya.

“Lagian ya. Siapa sih yang betah denger ocehan loe tentang ‘Alvin begini Fy. Alvin begitu Fy. Dia rese sih. Kadang  php juga. Eh Alvin kecilnya suka main layangan ya? Doyan amat tarik ulur orang?’ selain gue?” Cerocos Ify sambil menirukan gaya Sivia yang langsung sukses membuat wajah sang pemilik gaya merah padam.

“Dia cerita gitu ke elo Fy?” Tanya Alvin sambil menunjuk Sivia.

Ify nyengir sambil mengacungkan dua jari tanda perdamaian kearah Sivia yang menatap tajam dirinya.
“Aduh Vii, Ify lagi atitt nii. Jangan diapa-apain yah” Ucap Ify agak membungkuk badannya berpura-pura sakit untuk meredakan tatapan sewot Sivia.

Sivia mendengus kasar. “Oke. Untuk kali ini loe bebas.”

Ify menghela nafas lega, dan kembali menormalkan badannya seperti semula.

“Jangan seneng dulu” Cibir Sivia. “Ini gue anggep hutang. Jadi, loe wajib balik dalam keadaan sehat wal’afiat biar gue bisa ngebully loe unlimited sampe gue puas!” Ancam Sivia. Namun matanya memancarkan ketulusan. Seakan-akan kesembuhan Ify adalah pengharapan terbesarnya sekarang.
Ify tersenyum tipis. Tidak mau menjanjikan apa-apa. Sadar, banyak janji-janjinya yang terdahulu luput dari penepatannya.
Sivia menghela nafas pelan. Mengerti jika Ify tidak memberikan jawaban apa-apa. Mengerti bahwa Ify pun tidak mampu lagi menebak apa yang terjadi kedepannya setelah ini. Sivia hanya mampu berdoa dalam hati. Semoga yang terbaik untuk Ify selalu tetap dilimpahkan untuk gadis berdagu tirus ini.

“Gue cuma mau minta maaf atas semuanya kak. Terutama soal abang gue. Gue gak bisa berbuat apa-apa, termasuk negur dia. Gue mewakili dia kak untuk minta maaf semua ke elo. Atas apa yang dia lakuin sama loe hari ini. Bahkan kemarin-kemarin ketika dia gak menyadarinya.” Ucap Ray semakin lirih, ia menunduk, tidak tau lagi apa kata-kata yang akan disampaikan.

Mendadak dada Ify terasa sesak. Ray memang tidak menyebut nama dalam ucapannya tadi. Tapi membayangkan siapa orang yang dimaksud Ray tetap membuatnya kembali merasa sakit dengan sebab yang bahkan dia sendiri tidak tau apa pastinya. Ify mengatur nafasnya pelan. Berharap kumpulan oksigen dapat segera memasuki paru-parunya untuk mengatur darah yang terpompa hingga ia mampu mengatur emosinya kembali tanpa ada satupun orang diruangan itu yang mengetahui perasaannya kini.

Namun perkiraan Ify tidak tepat. Semua orang langsung mengerti dengan luka yang dilukiskan matanya saat ini. Terbukti dengan Gabriel yang seketika mengelus puncak kepalanya yang langsung menghadirkan sensasi menenangkan tersendiri untuk Ify.

Ify tersenyum. “Gak ada yang salah Ray. Tanpa perlu ada permintaan maaf semua juga akan tetap sama. Gue pun gak akan marah dan menghakimi siapapun. Terimakasih ya.” Ucap Ify tersenyum tulus.

Kini bukan hanya Sivia yang sudah dari tadi mengeluarkan air mata. Para jagoan pun sudah mulai memijat kening tengah mereka untuk menghentikan pompa kelenjar air mata mereka yang sudah mulai bekerja. Bukan mereka merasa gengsi untuk menangis kali ini. Namun mereka sudah berjanji untuk berusaha tegar dan memberikan semangat kepada Ify untuk menjalani pengobatannya. Bukan kesedihan yang hanya memberikan dampak pesimisme untuk gadis itu.

“Balik dalam  keadaan sehat ya kak. Gue belum sempet pamer sama dunia kalo gue punya kakak terhebat kayak elo” Ucap Obiet dengan suara serak.

Ify tersenyum kecil. “Kakak terhebat loe tetap Shilla. Dan akan tetap Shilla. Gue emang nganggep loe adik gue sendiri, tapi gue gak ngerasa hebat. Kalo cantik sih, iya.. gue selalu ngerasa malah” Cengir Ify memamerkan deretan gigi yang dibehel dengan kawatt biru.

Yang lain hanya mampu menggeleng melihat kemampuan Ify bersandiwara kali ini. Bukan hanya untuk dirinya. Tapi untuk orang-orang disekelilingnya. Sandiwara mereka yang sehat justru kalah dengan Ify yang masih saja memamerkan senyum manisnya saat ini.

“Keep spirit and keep strong like Ify who I know ya Fy. Baik-baik disana. Ikut aturan dan jangan ngatur lagi. Loe rival basket cewek terbaik yang gue punya selain Agni. Loe harus balik dan tanding basket lagi by couple ya. ” Cakka menghentikan kata-katanya. “Loe dengan Gabriel tentunya.” Lanjut Cakka sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Meski agak kaget dengan kemunculan Cakka, Ify memilih tidak mempedulikannya. “Taruhan ya. Yang cape duluan nanti harus traktir rivalnya selama sebulan” Ujar Ify sambil mengerlingkan matanya.

Cakka mengernyitkan dahi menandakan penolakan halus.

Gabriel menoyor kepala Ify pelan. “Otak loe lebih cocok jadi bandar judi daripada jadi orang pesakitan gini” Keluhnya.
Ify nyengir. “loe mau makan Gratis gak sih. Gue buka jalan nih” Ucap ify berbisik, meski tidak mirip bisikan karena suaranya tetap terdengar oleh yang lain.
“Sekarang lebih mirip mafia.” Cibir Deva.
“Brisik loe setan bali. Nikmatin aja, lo dapet jatah setengah-setengah gue sama Iel deh” Sahut Ify.
“Yah demi kebaikan 3 bersaudara ganteng dan cantik ini. Gue rela deh diajak komplotan” Pasrah Deva.
“Haram begoooooo” toyor Obiet dan Ray dari kanan dan kiri Deva.
“Kalian dapet jatah juga deh” Tawar Deva.
“Nah gitu dong” Ucap Ray sambil merangkul Deva.
“Ini baru namanya rejeki. Halal deh Dev” Ucap Obiet dengan cengiran diwajahnya.
“Loe pada samaaa” keluh Alvin.
Via pun ikut tertawa karena tingkah laku orang dihadapannya. Sambil menghapus sisa jejak-jejak air matanya, gadis itu mulai mengembangkan senyumnya.
Ify mengukirkan senyum terbaiknya, lega telah mengukir senyum diwajah orang-orang disekelilingnya sekarang. Jika dia boleh sedikit berharap, hentikan waktu sampai detik ini saja. Dimana semua senyum mampu menghiasi kebahagiaan kecil disekelilingnya.
“Terus berusaha sembuh untuk kita semua ya Fy.” Ucap Alvin sambil memandang dalam kearah Ify, tangannya mengusap pelan puncak kepala Ify. Gadis yang tadinya sempat merebut hatinya, dan masih merebut hatinya untuk dijadikan seorang adik.
Ify hanya mengangguk pelan. Sekali lagi dia tekatkan dalam hatinya untuk tidak berjanji apapun lagi.
“Gue tau loe gak mau berjanji apa-apa lagi” Alvin seperti membaca pikiran Ify. “Tapi gue minta. Kita semua mau loe tetap optimis.” Alvin tersenyum. “Kadang hidup kayak sebuah pertandingan basket. Kita bisa menang, namun ada saatnya kita harus kalah.” Alvin menghela nafas. “Tapi disaat kita tetap optimis dan berusaha, kita akan kembali menjadi pemenang bukan?”
Seluruh orang yang ada diruangan mengangguk membenarkan ucapan Alvin. Termasuk Ify.
“Loe harus balik dalam keadaan sehat. Atau gue bakal nganggur seumur hidup setiap pagi karena gak ada kebo yang harus gue bangunin.” Sahut Deva.
“Loe doain kok ngehina gitu sih” Ringis Ify.
Deva nyengir.
“Iya.. iya.. kakak gue yang cantikk. Loe masih banyak utang berantem sama gue. Jadi loe wajib balik” Pinta Deva tulus.
“Oke, kita rekap semuanya kalo gue balik nanti” Ify mengarahkan pandangannya kearah Gabriel yang paling dekat dengannya. “Loe gak ada pesan apa-apa buat gue?”  Tanya Ify.
Gabriel mengangkat sebelah alisnya. “ngapain amat? Loe tengil sih. Dipesenin kebanyakan dilanggar. Jadi daripada mulut gue berbusa sia-sia untuk nasehatin loe mending gue langsung berdoa kepada Yang Maha Kuasa biar loe cepet dapet hidayah biar gak tengil lagi”Jawab Gabriel.
Ify mencibir.
Sebenarnya bukan tidak ada yang ingin disampaikan Gabriel, tapi semua, meski terlihat jelas, masih terasa samar untuknya. Banyak ketakutan yang harus mati-matian disembunyikannya tentang kepergian Ify nanti.
“kalo emang loe gak ada pesen buat gue. Biar gue yang pesen buat loe” Suara Ify mengembalikan Gabriel kea lam sadarny.
Gabriel hanya mengangkat sebelah alisnya mengisyaratkan pertanyaan “Apa?”
“Jangan bego lagi ya twin. Kejar apa yang harus dikejar. Sebentar lagi gue gak ada disini. Loe harus dapetin yang selama ini belum loe dapetin karena loe lebih ngebelain memilih gue. Loe bebas. Inget, penentu akhir cerita ini bukan hanya gue. Ada tokoh  lain. Dan mungkin gue cuma sampai disini. Tapi siapa yang tahu?”
Gabriel memandang lekat Ify, seraya mencerna apa yang dikatakan adiknya. Yang lainpun sama, perkataan ify untuk Gabriel seperti pesan tersirat yang entah apa maknanya.

“Viaa” Panggil Ify lirih sambil mengulurkan tangannya. Sivia lebih mendekat kearah Ify sambil menyambut uluran tangan gadis itu. Tangan Ify yang terasa dingin menggenggam begitu erat tangan Sivia.
“Rasa sakitnya seperti ini Vi” Ucap Ify pelan namun genggaman tangannya semakin erat diletakkan diatas perutnya. Bisa dilihat tangan Sivia agak memerah karenanya. Titik bening mulai membentuk sebuah aliran di pipi putih Sivia.
“Waktu itu loe minta gue untuk genggam balik tangan loe hanya untuk mengalirkan rasa sakitnya.” Ify tersenyum lemah, pelan, tenaganya sudah terkuras banyak. “Rasanya semakin sakit”
Sivia menggeleng cepat untuk menguatkan perasaannya.
“Vin..” Panggil Ify kepada Alvin yang langsung mendekat kepadanya. Genggaman tangan kanannya pada Sivia seketika melemah. Tangan kirinya berusaha menggapai tangan Alvin dan menumpukannya pada tangan Sivia yang digenggamnya tadi.
“Terus jaga sohib gue kayak gini ya Vin.”
Alvin hanya mengangguk pelan. Perasaannya mulai tidak karuan sekarang.
“Kka” Cakka langsung mengambil posisi disamping Alvin, tangannya ikut menggengam tangan Ify.
“Titip Agni ya. Salam untuk Ozy untuk jaga Acha juga” Cakka hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, meyakinkan Ify ia pasti akan menjalankan pesan gadis itu baik-baik.
“Biet” Obiet mendekati Ify sambil menunduk, namun tetap menumpukan tangannya diatas tangan yang lain seperti diisyaratkan gadis itu.
“Jaga kak Shilla. Jaga nyokap loe. Jangan cuek-cuek sama mereka. Loe harus janji sama gue untuk itu.”
“Loe mau buat gue janji tapi loe sendiri gamau berjanji untuk kita semua?” Tanya Obiet.
Ify tersenyum dan menggeleng. “Gue tau loe bisa menepati janji loe. Please say promise” Pinta Ify tanpa mempedulikan bahasan terakhir Obiet
Obiet tidak menjawab. Hanya mengangguk pelan. Ify tersenyum puas.
“Dev.. Yel..” Gabriel dan Deva bersamaan mengulurkan tangan mereka kearah Ify. Ify tidak langsung menumpukan tangan kedua saudaranya diatas tumpukan tangan lain, melainkan membimbing kedua tangan tersebut kearah bibirnya untuk dikecupnya pelan dan dalam.
Gabriel dan Deva kompak langsung saling melemparkan pandang keatas. Menyembunyikan aliran air yang siap membentuk riak dipipi mereka dan untuk menormalkan perasaan masing-masing.
“Saling menjaga ya.  Tetap percaya kalian memiliki satu sama lain. Cuma kalian yang gue punya” Kali ini Ify tidak lagi menyembunyikan air matanya yang mulai mengalir tenang.
Gabriel dan Deva bersamaan mengecup puncak kepala Ify dari masing-masing sisi.
“Loe harus sembuh. Kita sayang elo” bisik Deva dan Gabriel bersamaan.
Ify memejamkan matanya menikmati semua itu. Kini dia bisa tenang. Hanya tersisa satu sekarang.
“Ray..”
Ray mendekat kearah Ify. “Jangan nyalahin abang loe ya. Support dia apapun yang dia lakukan sekarang. Maaf udah bikin hubungan kalian berdua renggang. Salam untuk Mama Manda ya” Ray mengangguk susah payah. Merasa ada scenario yang salah. Kenapa pula harus Ify yang meminta maaf. Dalam hati ray meminta maaf. Merasa tidak akan menepati janji itu sepenuhnya.

Ify tersenyum lega. Kini dia bisa meninggalkan semuanya. Apapun yang terjadi nanti dia hanya mampu berserah. Perlahan Ify menarik lengkungan bibirnya kearah berlawanan. Tatapannya menggelap seiring sakit yang didera hingga menyumbat tenggorokannya. Namun bisa terdengar samar teriakan semua teman-temannya.

***

BUKK…
Hentakan bola basket yang beradu asal dengan ring menghempaskan Gabriel kealam nyata. Kegiatan semalam memaksanya kurang beristirahat sehingga ia memilih menghabiskan waktu untuk beristirahat dilapangan basket indoor sekolahnya. Tidak beristirahat yang sebenarnya, karena pikiran masih menyalang kesana kemari. Dan bayangan kejadian tadi malam selalu berputar seperti kaset rusak saat ia mulai memejamkan mata.

Gabriel melihat kearah sesuatu yang membuatnya langsung terbangun tadi. Pasangan Alvin-Sivia sudah ada ditengah lapangan sambil mencoba memainkan sang orange bundar. Mengingat kerasnya suara benturan yang ditimbulkan tadi. Gabriel tidak perlu menebak siapa pelaku diantara keduanya. Toh, Gabriel memilih kembali membaringkan tubuhnya diantara bangku-bangku tribun.

Tidak lama, hentakan bola tidak lagi memenuhi gaung lapangan. Hanya ada langkah-langkah kaki yang mulai mendekat kearah Gabriel. Gabriel masih tetap memejamkan mata, tidak peduli orang yang akan mengganggu waktu istirahatnya.

“Mau sampe kapan loe pura-pura tidur gitu?” Suara Alvin langsung membuka percakapan.
“Gak akan bikin kenyang Yel. Loe belum makan kan dari kemarin? Loe mau makan apa? Kita mau kekantin nih” tawar Sivia.
“Gue gak laper Vi” Jawab Gabriel sekenanya, masih memejamkan mata.
“Badan kurus begitu belum dimasukin apa-apa dari kemaren. Loe bisa sakit tau” Dengus Alvin, yang telah mengetahui cerita Gabriel –Cakka yang bertemu tidak sengaja.
“Badan loe juga udah keliatan lemes Yel” sambung Sivia.
“Gue cuma ngantuk” bantah Gabriel.
“Kenapa gak tidur aja dirumah. Emang siapa yang bakal skors loe gara-gara bolos sehari?” Sahut Alvin.
“Gue lagi males jalan kekantin”
“Kita beliin dan bawain kesini” Jawab Sivia.
“Terserah kalian deh mau beli apa” Dengus Gabriel karena tidak tahan dicecar pasangan ini.
Alvia berpandangan lalu nyengir bersamaan.
Bukan langsung pergi kekantin, Alvin melangkahkan kakinya ke tribun tempat Gabriel berbaring.
“Seperti yang lo bilang dulu. Hidup itu kayak permainan basket ya bro” Ucap Alvin sambil memandang kearah lapangan.
“Kita sebagai pemain utama. Bola basket seperti orang yang paling dekat dengan kita. Dan pemain lain seperti figuran orang-orang disekeliling kita.” Alvin menghela nafas, sementara Gabriel sudah membuka matanya dan memandang lurus keatas. Bersiap mencerna ucapan Alvin selanjutnya.
“Sebagai pemain utama, membuat kita terus berdampingan dengan bola basket adalah sebuah keharusan. Dalam langkah dan irama yang sama” Alvin diam sejenak memandang kearah Sivia.
Sivia tersenyum lalu melangkahkan kakinya menghampiri Alvin. “Tapi terkadang, untuk mencapai sebuah tujuan, mencapai kearah ring. Semua pemain utama gak mungkin melakukannya sendirian dengan si orange bundar itu.” Lanjut Sivia sambil mengarahkan pandangannya pada bola yang terdiam ditengah lapangan.
“Akan ada pemain lain yang membantu permainan tersebut. Namun tujuannya sama.” Alvin tersenyuim. “Sebuah kemenangan” Alvin menjulurkan tangannya kearah Gabriel. Yang langsung disambut baik hingga Gabriel mendudukan dirinya. Alvin tersenyum miring.
“Sama seperti loe dan Ify saat ini. Kalian kembar yang tidak mungkin terpisahkan satu sama lain seperti pemain basket dan bolanya. Namun sekarang kalian berpisah. Ify bersama Dokter Tian –sang-figuran-lain- berobat ke Singapore, tapi ini semua ini karena tujuan perpisahan ini sama. Untuk kebaikan Ify” Jelas Alvin sambil menggenggam tangan Sivia. Berharap gadis itu juga mengerti.
“Kita berdoa untuk hal yang sama Yel, loe gak sendiri” Ucap Alvin sambil menepuk pundak Gabriel.
Gabriel terdiam agak lama, membenarkan semua ucapan Alvin, hingga kemudian ia mengangguk “Thanks” ucapnya pelan,
“Urwel bro.” Ucap Alvin sambil mendorong bahu Gabriel. “Yuk Vi, kita cari makanan dulu untuk Tuan muda Gabriel, sebelum ia menggelepar kelaparan disini” Ucap Alvin iseng.
Gabriel hanya terkekeh pelan, sambil bangkit dari duduknya dan menghampiri sang kulit bundar  yang membisu ditengah lapangan. Sementara Alvia keluar lapangan basket untuk ke kantin seperti tujuan mereka awalnya.

***

“Woy sob” Sapa Lintar sambil menepuk bahu Deva, Ray, dan Obiet bergantian. “Kompak amat muka galau loe bertiga?”
Yang disapa hanya bergeming.
“Ah tumben gak asik loe pada” Ringis Lintar merasa sapaanya teracuhkan.
“Sorry-sorry. Mendadak gak pengen ngapa-ngapain hari ini.” Obiet yang pertama buka suara.
“Kenapasih?” Tanya Lintar penasaran. Pasalnya, dari awal kedatangan teman-temannya mereka terlihat suntuk dan kurang beristirahat. “Oh ya Dev, kak Ify bener ke Singapore semalem?” Tanya Lintar yang langsung mengalihkan perhatiannya ke Deva.
Deva mengangguk lemah.
“Ini penyebab loe bertiga galau?” Tebak Lintar sambil mengarahkan pandangan ke yang lainnya.
Anggukan kepala dari yang lain cukup menjawab pertanyaan Lintar.
Kini pandangan Lintar kembali mengarah pada Deva seorang.
“Punya kakak kayak kak Ify emang luar biasa Dev. Gue paham sama kesedihan loe sekarang. Tapi apa sebelum kak Ify berangkat semalam kalian berdua gak saling berjanji? Untuk tetap semangat menjalani kehidupan masing-masing?” lintar mencoba memahami. “Sengeselin-ngeselinnya kak Ify terhadap loe. Apa pernah dia seneng disaat loe sedih kayak gini?” Lanjutnya.
Devamenggeleng.
“Kalian juga.” Pandangan Lintar beralih kepada Ray dan Obiet. “kalian bersama kak Ify juga kan semalam?”
Ray dan Obiet hanya terdiam.
“Apa kak Ify menutup perpisahan dengan kalian semua dengan sebuah tangisan.” Tanya Lintar lagi.
Sesaat terlintas senyum terakhir Ify untuk malam itu dalam benak ketiganya.
“Gue yakin, walau gue semalam gak berada disana. Kak Ify masih bisa tersenyum pada kalian yang datang.” Tegas Lintar. “Dan gue yakin juga. Justru orang-orang yang datang seperti kalian lah yang kalah menyembunyikan tangis didepan dia”
Ucapan lintar yang begitu mengena sukup membungkam mulut yang lain.

“Gue jadi paham kenapa kak Ify begitu disayangin sama Kak Via, bahkan sama temen-temen dia yang lain.” Sahut Keke dari meja yang bersebrangan dengan keempat laki-laki tadi. Yang lain langsung menoleh.
Keke yang menjadi pusat perhatian hanya menunduk malu. “Sorry gue gak sengaja denger” ucapnya pelan.
“Keke bohong!! Jelas-jelas daritadi Keke ngeliatin Deva. Dia bingung kenapa seharian Deva murung terus” Ceplos Nova yang ada disampingnya.
“Kok gue sih?” Ringis Keke,”Kan yang tadi nanyain Obiet si Oik. Kenapa gue yang kena”
Sementara Oik hanya mendengus. “Ember banget sih loe”
D’Lordz mau tak mau hanya menggelengkan kepala mendengar girls zone dihadapan mereka.
“Pantes dulu kak Alvin pernah tergila-gila sama kak Ify” Sahut Olivia yang dari tadi hanya diam.
Mendengar pernyataan Olivia barusan, sontak semua menengok kearahnya. Bukan apa, semua orang tahu jika Alvin sudah pacaran dengan Sivia yang notabene sahabat Ify. Mendengar Alvin pernah memiliki perasaan kepada Ify termasuk pernyataan yang mengejutkan bukan?
“Ngg.. eh… ngg..” Olivia jadi panik sendiri. “eh bukan tergila-gila juga sih” Olivia berusaha meluruskan. “eh tapi kalian jangan bilang siapa-siapa ya. Termasuk…… kak Via” Ucap Olivia sambil melirik kearah Keke.
Yang lain hanya menjawab dengan anggukan berharap mendengerkan cerita selengkapnya. Bahkan, termasuk Deva yang mulai tertarik dengan bahasan tersebut. Dari dulu Deva memang dekat dengan Alvin dan tidak menyangka orang yang selalu dianggapnya kakak menyimpan perasaan terhadap kakak perempuan satu-satunya itu.
“Jadi tuh dulu, kak Alvin kan demen banget motret. Nah semua objek bidikan diacuma wajah kak Ify. Dan itu semua diambil tanpa kesadaran kak ify alias candid gitu. Tapi, semenjak kenal sama kak Via, semua objek nya dia hanya Kak Sivia” Jelas Olivia sambil mengkhususkan diri tersenyum kearah Keke.
Keke tersenyum lega. Segala pikiran buruk yang tadi menghampirinya tentang kakaknya sirna.
“Gue jadi inget sama kak Ify ketika dia ngebuat gue dan kak Agni baikan” Kenang Oik.
“Kak Ify juga orang yang ngebuat abang gue mulai nyapa gue lagi” Sahut Oliv.
“Kak Ify bikin kak Acha jadi agak rame sama gue. Tadinya kan dia pendiem gimana gitu. Beda banget sama gue” Ucap Nova.
“Loe anak pungut kali Nov” Ledek Lintar.
“Sialan lo petir” Cibir Nova.
“Kak Ify bikin gue paham sama apa yang namanya persahabatan. Persahabatan dia sama kak Via bikin gue super iri sama mereka berdua” Ungkap Keke.
“kenapa loe harus iri?” Loe gak liat sahabat-sahabat disekeliling loe?” Cetus Obiet.
Keke mengangguk. Lalu beralih pada Deva. “loe juga gak sendiri Dev, lihat sahabat-sahabat loe juga merasakan kesedihan kayak loe tentang kepergian kak Ify ke Singapore. Tapi ini bukan akhir. Tetap berdoa ini adalah awal yang terbaik untuk kak Ify.” Ucap Keke simpati.
Deva mengangguk dan tersenyum tipis.

“Loe juga Biet. Gue paham seberapa besar arti Kak Ify sekarang buat loe. Dia yang udah bikin loe kayak sekarang ini. Mungkin ini rencana Tuhan, ketika kak Ify udah gak menemani elo seperti diawal kalian kenal, tapi kak Ify udah ninggalin orang-orang yang bisa jadi sahabat loe seperti sekarang ini dan menemani loe disaat dia gak bisa disini” jelas Oik tulus.

Obiet terdiam, kembali memandang kearah teman-temannya. Benar, semua dikarenakan Ify yang berusaha mengenalnya. Mengenalkan jika ada bahagia di sisi lain ketika dia ada di sisi kesepian, terpuruk dalam diam. Namun mengenalkannya juga pada kehilangan disisi lain sama besarnya.
Dia tahu jika Ify tidak pergi kemana-mana. Hanya berobat untuk kembali mengembalikan kesehatan gadis itu. Tapi ketakutan sudah merangkulnya terlebih dahulu. Obiet yang berusaha melawan justru terjatuh lelah. Sekarang dia pasrah, pasrah dengan apa yang akan terjadi pada orang yang sudah ia anggap lebih dari kakak kandungnya sendiri.
Tapi oik benar, Ify tidak lupa mengenalkannya pada sahabat-sahabatnya sekarang. Obiet tidak sendiri. Dia bisa berbagi kesedihan kepada orang-orang yang disekelilingnya sekarang.
Tak butuh waktu lama lagi, Obiet memberikan senyum terbaiknya kearah Oik. Berterimakasih atas kata-kata yang telah diucapkan gadis itu tadi.

“Belajar berhenti menaruh kesalahan ini pada kakak loe Ray” Ucap Oliv sambil menepuk bahu Ray yang membelakanginya.
Sekarang semua perhatian kearah ray dan Oliv.
“Gue juga gak tau jalan ceritanya kakak-kakak kita semua seperti apa hingga mereka semua bisa menjadi dua bagian seperti sekarang.” Olivia menghela nafas. “Inget gak pas loe kabur dari rumah cuma gara-gara cemburu sama kak Rio dan pada akhirnya loe ngobrol sama kak Ify?” Tanya Olivia.
Ray membelalakan matanya. “Loe tau?”
“Sorry, gue gak sengaja denger waktu Kak Rio nelfon kak Alvin ketika nyari loe” ringis Olivia.
Ray mendesah mengingat kejadian itu. Kejadian yang sampai hari ini selalu membuatnya iri pada Deva karena memiliki kakak seperti Ify.
“Gue gak tau apa yang dibicarain kak Ify saat itu. Tapi gue yakin, kalo gue jadi Kak Ify gue akan bicara ‘tetep jadi Ray. Diri Ray sendiri, tanpa melihat kearah Rio. Karena kalian  pribadi masing-masing yang diciptakan untuk saling mendukung tanpa memojokkan satu dengan yang lainnya.’” Jelas Olivia. “Elo ya elo. Kak Rio ya kak Rio. Kak Ify pasti berusaha menyatukan kalian karena yang satu sahabat terbaiknya dan satunya adalah adik sahabat yang sudah dianggapnya adik sendiri juga. Dan apa loe tega nyia-nyiain usaha kak Ify saat itu dengan menyalahkan abang loe saat ini?” Tanya Olivia. “Gue yakin Ray, sebelum kak Ify berangkat kesingapore dia pasti titip pesen kekalian semua untuk tidak menyalahkan diri masing-masing ataupun orang lain. Iyakan?” Olivia melempar pandangannya kepada yang lain.
Yang lain hanya terdiam.
“berhenti untuk sedih. Kak Ify pasti lebih butuh doa dan semangat kalian untuk menyelesaikan pengobatannya sekarang” Ucap keke.
Deva mengangguk. “Thanks ya Ke” Ucap Deva tulus.
Keke tersenyum dan ikut mengangguk. “sama-sama Dev”
“Thanks untuk kalian” Ucap Obiet diikuti anggukan Ray.
“Gue bakal coba berdamai sama Kak Rio” Ucap Ray.
“Thanks ya. Gue jadi lebih mengerti tentang persahabatan sekarang” kata Obiet lebih kepada Oik.
“Sahabat yang baik layaknya sebuah kaca. Tidak tersenyum disaat kita menangis. Namun ketika kita terjatuh, sahabat yang baik tidak akan ikut terjatuh bersama kita. Melainkan mengulurkan tangan membantu kita untuk bangkit. Sahabat selalu bisa berempati dengan perasaan kita dengan caranya masing-masing.” Jelas Nova.
“Itu sebabnya gue gak mau ikut galau-galau kayak kalian bro. Loe semua harus tetap semangat seperti kak Ify. Kalian tau? Optimisme kalian yang justru jadi obat paling mujarab untuk dia.” Timpal.
Obiet mengangguk “thanks sob”
Lintar menepuk pundak Deva. “Hidup itu pilihan bro. Kayak lo passing bola dalam bermain basket. Iya, elo mengoper bola kepada orang yang lo yakinin bisa masukin bola itu ke ring kan?” Tanya Lintar. “Sama, ketika loe merelakan kepergian kak Ify ke Singapore. Loe percaya kan sama Dokter-dokter ahli disana bisa nyembuhin kak Ify?”
Deva terdiam.
“Walau kadang hidup lebih mirip orang main judi. Kita berharap menang, tapi bisa jadi hasilnya kalah. Yang penting pasang. Maju dulu! Usaha dulu, daripada loe gak melakukan apapun untuk kesembuhan kak Ify yakan?” Sambung Olivia.
“Behh bandar judi komentar” sahut Ray sambil terkekeh. Perasaan sudah jauh lebih baik sekarang.
“Singapore-Jakarta deket Dev. Loe bisa aja nengok kak Ify selagi loe mau kan?” Ucap Keke.
Pikiran Deva mulai agak rileks daripada sebelumnya. “Thanks braderr” Ucapnya sambil meninju pelan bahu Lintar. “Pikiran gue emang rada ruwet dari kemarin. Gue beruntung punya kalian disini.”
“Loe mungkin butuh istirahat Dev. Mending loe pulang atau ke UKS gitu.” Usul Oik.
“Sama-sama sepi. Mending gue disini.” Tolak Deva halus.
“Ngantin aja yuk? Siapa  tau perut kenyang pikiran lebih tenang” Ajak Lintar.
“Otak loe makan terusss” Ray menoyor Lintar.
“Alah loe paling juga mau.”Cibir Lintar sambil membalas toyoran Ray. “Lagian saying kalo ada cewek-cewek cantik disini cuma kita diemin aja.” Ucap Lintar sambil mengerling kearah perempuan disekelilingnya.
“Bentar-bentar” Sela Obiet.
“Apa lagi?” Dengus Lintar.
“Sejak kapan loe jadi sok bijak kayak tadi?” Tanya Obiet.
“Sejak kapan juga loe lebih aktif ngegoda cewek nyaingin gue?” Sambung Ray.
“Sejak kapan juga loe jadi kompak bener dari tadi sama Nova dan cewek-cewek ini?” Deva tidak mau kalah.
“Kalian lupa? Abang gue raja player disekolah ini?” Ujar Lintar santai sambil melangkah keluar tanpa mempedulikan teman-temannya masih terheran-heran atas sikapnya.

“Lintar tungguin!!!” Suara cempreng Nova memecah keheranan semuanya.
“Kalian tungguin!!!” Koor yang lain kompak sambil berlarian lepas kearah kantin., sambil sesekali bercanda dan tertawa bersama melupakan beban yang tadi menghimpit mereka.

***

Alvin dan Sivia baru saja membelikan sebungkus roti dan minuman dingin untuk Gabriel. Mereka memutuskan mata terlebih dahulu dikantin untuk menciptakan ketenangan bagi Gabriel sendiri tadi. Tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan masing-masing karena pada dasarnya mereka memang perut mereka sudah lapar karena sejak semalam tidak diisi apapun.

Mereka berjalan keluar kantin sambil bercanda dan membicarakan hal-hal yang menyenangkan. Melupakan kesedihan akan kejadian semalam.

BUKKK.

“Aduhh.. loe kalo jalan bisa liat… eh loe lagi ternyata” Via langsung memandang tajam pada penabraknya. “Loe gak bosen ya cari masalah sama gue?”
“Udah yuk Vi, diemin aja” Bujuk Alvin sambil menarik Sivia, sadar sebentar lagi mereka akan menarik perhatian pengunjung kantin.
“GR banget sih loe. Lagian salah sendiri jalan aja sambil bercanda, matanya lupa dipake deh” Sinis penabrak tadi.
“Hell to the lloeo? Suka-suka gue dong. Mau jalan sambil bercanda kek, sambil kayang kek, sikap lilin kek. Gak bikin mat aloe ketutup dan pada akhirnya sengaja nabrak gue kan Zebraaa?” Balas Sivia.
“Nama gue Zevana!!” Sewot Zeva –sang penabrak tadi.
“Yah nama loe juga gak penting gue inget keleus” Ujar Sivia santai.
“Udah ya Via, gabriel nanti keburu laper nunggu kamu adu mulut dulu” Bujuk Alvin lagi sambil menarik Sivia.
“Ehmm Vin……….” Suara itu langsung merebut perhatian Alvin seketika. Pemilik suara yang seharian ini dihindarinya untuk menahan emosinya, langsung Alvin melepaskan tangannya dari Sivia.
Suasana agak menyepi. Tangan Sivia yang terlepas dari Alvin justru membuatnya was-was. Belum lagi tangan Alvin agak mengepal begitu orang yang memanggilnya lagi tepat dihadapannya, Rio.
Sivia langsung mengedarkan pandangannya. Personil dihadapannya yang biasanya terlihat lengkappun kali ini ada beberapa yang terlihat absen. Salah satunya Shilla. Sivia mengangkat sebelah alisnya, ‘kenapa Rio ada disini?’ Lalu pandangannya jatuh pada Cakka yang menjawab semuanya.
Sivia mencoba memegang lengan Alvin takut-takut. “Vin, kita pergi dari sini aja yuk, kasian Gabriel…………”
Alvin keburu menepis halus tangan Sivia. Pandangannya berubah tajam kearah Rio. Sivia melirik kerah Cakka meminta bantuannya. Cakka yang langsung paham tatapan Sivia langsung melangkah maju untuk berdiri diantara Rio dan Alvin. Namun belum sampai niatnya terjalankan, Alvin sudah keburu menerjang Rio dengan bogem mentah yang hingga Rio jatuh terjengkang kebelakang. Seperti belum cukup dengan itu Alvin langsung memburu tubuh Rio yang jatuh dan menarik kerahnya, lalu memojokkan tubuh itu ke pilar yang ada dikantin tersebut.
“Kemana aja loe semalam br*ngsek” Pojok Alvin sambil mengetatkan tarikan pada kerah Rio hingga membuat pemuda itu agak tercekik. Bisa terlihat jelas, darah mulai mengalir disudut kiri bibir Rio.
“Vin udah. Kontrol diri loe” Bentak Cakka sambil berusaha menarik Alvin.
Namun kali ini sepertinya Alvin tidak ingin diganggu siapapun, hingga niat baik Cakka untuk melerainya menghempaskan pemuda itu kebelakang.
Agni dan Ozy langsung membantu Cakka bangun.
“Vin udah ya” Suara lembut Sivia agak melonggarkan tarikan pada leher Rio, hingga kesempatan itu diambil Rio untuk menarik nafas sekuat-kuatnya serta balik mendorong Alvin kebelakang, namun langsung menarik kerah Alvin kuat-kuat dan menekannya ke pilar tadi.
Keadaan berbalik.
“Alvin!” “Rio!” Jeritan yang didominasi kaum hawa mulai memenuhi kantin.
“Kka, mereka bisa bunuh-bunuhan kalo gak dipisahin sekarang juga” Desak Sivia cemas.
“Zy, loe pegang Rio, gue pegang Alvin ya” Titah Cakka pada Ozy yang langsung diangguki. Mereka mengambil posisi masing-masing dibalik Alvin dan Rio.
“Kasih gue penjelasan kali ini” Tekan Rio. Alvin terdesak, tekanan pada lehernya semakin kuat.
Alvin mengatur nafas dan kekuatannya yang tersisa sedikit, setelah yakin dia langsung mendorong Rio sekuat tenaga yang ia miliki.
Rio terhempas kebelakang lagi karena dorongan Alvin,
“Uhuk… uhukkk..” Nafas Alvin tidak beraturan lagi. Tanpa peduli apapun Sivia langsung memburu Alvin dan mengurut punggung laki-laki itu. Sementara Ozy langsung membantu Rio bangun.
“Atur nafas pelan-pelan ya Vin” tuntun Sivia lembut. Setelah mulai dapat mengendalikan nafasnya lagi, Alvin kembali menghampiri Rio yang sudah melepaskan diri dari Ozy, sedangkan Sivia sudah terlambat mencegahnya. Sementara Agni dan Acha kompak menarik Sivia kepinggir takut baku hantam Alvin dan Rio kembali terjadi.
“Pukul gue sepuas loe inginkan Vin.” Tantang Rio. “Tapi tolong, kasih penjelasan yang gue inginkan” Ujar Rio dengan tatapan tajam.
Alvin mendengus kasar. “Loe masih gak mau disalahkan?”
“Gue gak tau apa-apa”
“Mungkin selama ini loe gak tau apa-apa, Mario. Tapi setidaknya loe marasakan sesuatu yang sebenernya ada apa-apa. Peka dikit bro, bukan cuma loe yang ingin dimengerti” tegas Alvin.
Rio membuang saliva yang mulai terasa anyir karena darah yang ada didalam mulutnya. “Kalo gitu jangan salahin gue kalo gue gak merasa. Kalianpun hanya diam” Ujarnya santai.
“Br*ngsek” Tanpa babibu  lagi Alvin langsung kembali menerjang kearah Rio. Memberikan sedikit tanda lagi pada pipi lelaki itu. Rio pun tidak mau kalah dengan mendorong Alvin kasar hingga terjatuh hingga membuat bentang jarak diantara mereka berdua. Kesempatan yang tidak disia-siakan Ozy dan Cakka yang langsung sama-sama menarik Rio dan Alvin kearah berlawanan.

Keduanya masih meronta, hingga ada yang mencoba menyeruak dari kerumunan yang memperhatikan kejadian tersebut.
“Kak Alvin!”
“Kak Rio!”

Kelompok Deva dkk yang tadi berniat kekantin justru melihat keramaian kantin yang tidak wajar semakin mempercepat langkah hingga mencapai depan kerumunan tersebut. Ray langsung berlari kearah Rio dan mulai membantu Ozy mengendalikan kakaknya itu. Sedangkan Deva langsung kearah Alvin untuk menahan Alvin.
“Gue gak ngerti apa yang kalian lakuin berdua.” Ucap Obiet setelah menembus kerumunan paling akhir.
“Kak Alvin, loe lupa pesen kak Ify untuk tidak menyalahkan siapapun atas kejadian ini? Bahkan termasuk kak Rio yang pergi semalam tiba-tiba.” Tegas Obiet. Alvin hanya menunduk.

Mendengar nama gadisnya disebut Rio langsung terdiam. Bahkan disaat kritisnya Ify semalam masih mengingat dirinya. Memesankan kepada teman-temannya untuk tidak menyalahkan dia? Jelas sekali Rio sendiri sadar dirinya salah semalam. Memilih meninggalkan Ify yang terluka karenanya yang justru malah pergi kerumah Shilla.

Kenyataan itu menghimpit dadanya.

Kerumunan tadi kembali bergejolak, namun bukan suara yang semakin riuh yang mendominasi, hanya keheningan diiringi bisik-bisik kecil.

“Ada apa ini?” Seru Pak Duta begitu mencapai depan. Wajahnya menggeram ketika pandangannya jatuh pada luka lebam di wajah Rio dan Alvin serta seragam mereka yang sudah tidak beraturan.
“Alvin! Rio! Ikut saya keruangan. Yang lain segera lanjutkan kegiatan kalian masing-masing” Tegas Pak Duta.

***

Gabriel masih asyik memainkan bola basket yang tadi hanya dilemparnya asal. Sekarang dia mulai bisa menikmati permainannya. Rasa lapar yang dari tadi terlontar dalam perutnya diabaikan. Hingga ada langkah kaki yang memasuki lapangan indoor yang langsung mencuri perhatiannya. ‘Ah paling Via sama Alvin’ bathinnya tidak peduli. Gabriel masih memfokuskan diri pada permainannya.

Langkah kaki dibelakangnya semakin mendekat, tetapi tidak ada suara lainnya, lagipula, selain hentakan bola basket yang beradu dengan lantai lapangan, Gabriel hanya mendengar langkah kaki satu orang dibelakangnya. Memastikan, Gabriel langsung membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang datang.

Shilla.

Bathin Gabriel berdesir. Gadis itu hanya berdiri dibelakangnya sambil membawa sebungkus roti dan sebotol air mineral. Namun Gabriel hanya memandang itu semua dengan pandangan datar. Dia benci sekali gadis ini. Gadis yang banyak merebut kebahagiaan saudara kembarnya. Iya, Gabriel membenci gadis ini. Terlebih dia sempat mencuri dengar percakapan Alvin dan Sivia jika tadi malam Rio meninggalkan Ify dan pergi kerumah Shilla. Gabriel membencinya. Gabriel membuang pandangannya.

Berat. Susah sekali mengalihkan pandangan dari gadis yang masih terdiam dihadapannya ini.

“Ngg.. Mmm.. Yel, ini buat loe.” Kata Shilla sambil menyerahkan bawaannya. “Loe pasti belum sarapan kan? Tadi gue liat loe datang langsung kesini, bahkan tanpa naruh tas loe dikelas.” Shilla mengarahkan pandangan pada sebuah tas hitam yang tergeletak asal diatas bangku tribun.

Gabriel tercekat. Gadis ini memperhatikannya dari tadi. “Gue gak laper.” Hanya itu yang bisa dikatakannya sekarang.

Shilla semakin canggung, daritadi Gabriel hanya menatapnya datar. Seolah tidak mengharapkan kedatangannya. Apalagi ketika Gabriel membuang pandangannya. Seolah tidak ingin melihatnya lagi.

“Yel, gue mau minta maaf. Semalem gue gak tau kalo Ify………..”

“SELAMAT SIANG. MOHON PERHATIAN. PANGGILAN DITUJUKAN PADA ALVIN JONATHAN DAN GABRIEL STEVENT DI RUANGAN KEPALA SEKOLAH SEKARANG. MOHON PANGGILAN INI DIINDAHKAN. TERIMAKASIH”

Gabriel mengangkat sebelah alisnya heran, pandangannya mengarah pada pengeras suara yang ada dalam ruangan tersebut seakan-akan disanalah orang yang berbicara. Tanpa berpikir lagi untuk apa dia dipanggil Gabriel langsung melangkahkan kakinya keluar lapangan tanpa mempedulikan jika ada orang lain yang bergeming menunggunya.
---

“Yel.. Yel.. Yel.. sorry lama, tadi ada insiden dikit di kantin. Nih roti buat ganjel perut loe, ini minumnya biar  gak seret” Cerocos Sivia begitu mendapati Gabriel sudah dipintu lapangan indoor tersebut.  Diperjalanan tadi Sivia juga sempat mendengar pengumuman panggilan kepada Gabriel dan kekasihnya. Sebelum Alvin pergi ke Ruangan Pak Duta, ia sempat berpesan kepada Sivia untuk mengantarkan makanan tersebut ke Gabriel.
“Never mind Vi. Tapi gue dipanggil keruang kepsek nih.” Sahut Gabriel.
“Yaudah loe makan aja diperjalanan kesana. Sini air loe gue pegangin dulu, nih loe makan rotinya” Atur Sivia sambil menyodorkan roti kerah Gabriel dan mengambil alih minuman dingin tadi.
Gabriel terkekeh. “Loe bawel amat sih. Ganyangka Alvin yang sediem itu tahan sama loe”
Sivia menggembungkan pipinya kesal. “Loe gak tau terimakasih ya kadang.”
Gabriel tertawa keras. “Loe ngambeknya bisa sambil jalan gak? Ntar keburu disemprot Bu Ira nih” Ucap Gabriel sambil memasukan potongan roti kedalam mulutnya dan melangkah pergi diikuti Sivia.

---

Shilla melihat kejadian tadi. Lututnya melemas. Diacuhkan –lagi. Dia pernah merasakannya dulu. Tapi, mengapa yang ini lebih dari sakit? Tanpa sadar butiran bening mulai mengalir dari matanya. Daritadi apgi ntah mengapa perasaannya tidak enak setelah melihat Gabriel. Shilla mulai memperhatikannya sejak kedatangannya. Sampai-sampai ia menghabiskan jam istirahatnya tidak bersama Rio dan yang lain, berdalih ingin memeriksa tempat peralatan cheers. Tapi apa yang didapatnya sekarang?

Shilla menghapus air mata dipipinya secara kasar. Tidak, Ify pernah (dulu, selalu) mengajarinya berbuat sesuatu yang baik dengan tulus tanpa peduli mendapat tanggapannya seperti apa. Ah gadis itu, sudah berapa lama Shilla tidak bercengkrama dengan Gadis itu? Menghabiskan waktu berdua bahkan berlima dengan Sivia, Agni dan Acha?

Shilla tersenyum sedih. Sebelum meninggalkan lapangan, Shilla melangkahkan kakinya kearah bangku tribun. Menjejalkan roti dan air mineral yang tadi sempat dibelinya dikantin –sebelum kesini- kedalam tas milik orang yang dimaksudkannya.

Ketika ingin membetulkan retsleting tas itu agar kembali menutup ada lembaran yang terjatuh didekat sepatu ketsnya. Shilla mengambilnya, dibaliknya lembaran tersebut, sebuah foto. Foto tiga orang anak kecil yang menjadi objeknya.
“Deva kecil, Ify kecil” Gumam Shilla pelan melihat foto Ify dan Deva semasa kecil. Shilla mengetahuinya karena pernah melihat saat bermain dirumah Ify. Disana banyak foto Ify dan Deva semasa kecil hingga beranjak dewasa. Kakak adik yang sama-sama narsis. Begitulah penilaiannya begitu melihat banyaknya foto Ify dan Deva bersama.

Shilla mencoba lebih memperhatikan laki-laki lain yang berdiri disamping Ify. Begitu sadar, Shilla membelalakan matanya.

***

Rio dan Alvin mengikuti Pak Duta berjalan keruangnya. Begitu sampai, Rio yang masuk terlebih dahulu diikuti Alvin dibelakangnya.
“Duduk” Perintah Pak Duta sambil duduk dikursinya sendiri. Ditutupnya sebuah map yang berisi dokumen yang sepertinya sedang diurusnya.
Pak Duta membenahi duduknya dengan tangan yang disatukan dihadapannya, ditatapnya tajam murid-murid yang ada dihadapannya sekarang.
“Saya tidak habis pikir dengan kelakuan kalian berdua.” Ujar Pak Duta memulai monolognya. “kalian sadar apa yang lakukan tadi?” cecar Pak Duta.
Alvin dan Rio tetap bergeming.
“Alvin, Rio. Kalian ini murid-murid kepercayaan bapak. Kalian juga bersahabat satu sama lain. Satu team dalam team basket Varaway sekolah kita.” Penuh penegasan dalam setiap perkataan Pak Duta.
“Mario. Kamu Ketua Osis dan Ketua Team basket sekolah kita.” Pak Duta menatap Rio, lalu tatapannya beralih kepada Alvin. “Alvin, kamu ketua klub Fotografi yang banyak menyumbangkan prestasi untuk sekolah ini.”
Alvin maupun Rio tidak ada yang berniat membalas ucapan pak Duta.
“Apa yang kalian pikirkan sampai baku hantam dihadapan seluruh teman-teman kalian?” Tanya pak Duta. “Kalian panutan yang bisa dijadikan teladan untuk semua teman-teman kalian. Apa berkelahi, baku hantam dan menyerang satu sama lain itu adalah sebuah keteladanan?” Pak Duta menatap tajam muridnya satu persatu. Masih tetap bungkam dengan semuaomongannya.

Keheninganpun tercipta, hingga suara familiar dari kepala sekolah mereka membuyarkan semuanya.

“SELAMAT SIANG. MOHON PERHATIAN. PANGGILAN DITUJUKAN PADA ALVIN JONATHAN DAN GABRIEL STEVENT DI RUANGAN KEPALA SEKOLAH SEKARANG. MOHON PANGGILAN INI DIINDAHKAN. TERIMAKASIH”

Pak Duta mendesah pelan. “Saya tidak tahu masalah kalian sendiri apa. Dan saya memutuskan tidak menghukum kalian saat ini”
Alvin dan Rio sama-sama menghela nafas lega mendengar pernyataan Pak Duta. Awalnya mereka sudah dibayangi firasat buruk jika orang tua mereka sampai dipanggil kesekolah hanya karena ini.
“Saya tahu kalian sudah sama-sama dewasa untuk menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin bukan saling hantam seperti tadi. Namun panggilan saya kali ini adalah peringatan. Jika kalian mengulanginya lagi, didalam maupun diluar lingkungan sekolah. Saya tidak segan-segan untuk memanggil orang tua kalian.”Ancam Pak Duta.

Alvin dan Rio sama-sama menengguk salivanya mendengar ancaman pak Duta, sama-sama berdoa dalam hati jangan sampai lepas kontrol seperti tadi.
“Alvin, sepertinya Bu Ira lebih membutuhkanmu saat ini. Rio, silahkan kembali kekelas” Pak Duta bangkit lebih dulu melangkah keluar ruangan diikuti Alvin. Sedangkan Rio masih duduk. Pandangannya terpaku pada sebuah map dokumen yang tadi tertutupi tangan Pak Duta diatas meja. “Alyssa Saufika D” begitulah tag name yang ada diatas berkas tersebut.

Rio mengerutkan keningnya. “Ify?” gumam Rio. “Tapi kan…” Rio mengingat-ingat nama lengkap Ify. “Alyssa Saufika Umari kan?” Gumamnya pelan. Rio menggapai map tersebut ingin melihat isi didalamnya. Memastikan itu map milik Ify dan hanya terjadi kesalahan pengetikan di tag name mapnya.

Pintu terbuka lagi, Rio menghentikan niatnya.

“Rio? Kamu masih disini?” Tanya pak Duta sambil berjalan kearah mejanya lagi.
“Iya Pak.” Rio tersenyum kaku seperti maling yang tertangkap basah.
“Sedang apa?” Tanya Pak Duta sambil mengambil berkas ber tag name “Alyssa Saufika D” tadi.
“Mm.. Ngg.. Hhh saya..” Rio berusaha mencari alasan. “Tadi ada yang ingin saya bicarakan dengan bapak soal Osis, tapi sepertinya bapak sedang sibuk” Jelas Rio berbohong sambil melirik kearah map di tangan Pak Duta. “jadi sebaiknya saya kembali kekelas. Kita.. Kita bicara lain waktu. Permisi Pak.” Rio pamit dan langsung melangkahkan kakinya keluar ruangan pak Duta tanpa menunggu jawaban Gurunya tersebut. Berusaha melupakan tentang apa yang dilihatnya tadi. Meyakinkan itu hanya sebuah kesalahan pengetikan.

***

“Alvinnn!!” Pekik Sivia sambil berjalan mendahului Gabriel begitu melihat Alvin disudut koridor.
Alvin yang melihat Sivia berlari kearahnya hanya tersenyum pada gadis itu.
“Kamu tadi diapain aja?” Tanya Sivia.
“Loe abis darimana?” Sahut Gabriel setelah berhasil menyusul Sivia, Gabriel juga belum tahu apa-apa soal Alvin yang tidak bersama Sivia.
“Abis dipanggil Pak Duta. Biasa Osis” jawab Alvin berbohong.
Mata Gabriel memicing. “Kok gak sinkron sama pertanyaan Sivia? Lagian muka loe kenapa babak belur kayak preman gitu?” Gabriel mulai curiga.
Alvin terkekeh, “Loe kalo mau ngatain preman seharusnya ngaca dulu yel. Liat seragam loe yang kancingnya udah lepas semua. Dasi loe yang seharusnya taro dileher jadi ada dikantong celana” Ucapan Alvin diakhiri dengan lirikannya pada kantong belakang celana Gabriel.
Gabriel cengengesan. “Kita dipanggil bukan gara-gara hari ini penampilan kita kayak preman kan?” Ucapnya tanpa memperpanjang kecurigaanya lagi.
Alvin meninju pelan bahu Gabriel sambil tertawa. “Loe tau kan antar preman itu solidaritasnya tinggi. Kita buktikan solidaritas kita di ruang bu Ira kalo-kalo kita diomelin, Kita keren broh” Ucap Alvin yang langsung berhighfive ria dengan Gabriel.
Sivia menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua orang dihadapannya. “yaudah aku kekelas duluan ya. Kalian baik-baik jangan buat onar” pamit Sivia yang diangguki Alvin dan Gabriel.

“Bawel banget ya cewek loe” Komentar Gabriel sambil memandangi kepergian Sivia.
“Emang” Sahut Alvin yang mengikuti arah pandang Gabriel. “Udah loe jangan ngeliatin mulu, ntar naksir, gue yang repot” Alvin menoyor Gabriel yang hanya dibalas kekehannya.
“Siap jadi keren bro?” Tawar Gabriel sambil mengarahkan pandangannya keruangan Bu Ira dihadapan mereka.
Alvin tersenyum dan mereka kembali berhighfive sebelum memutuskan masuk keruangan tersebut.

***


@tri_susilowati

30 komentar:

  1. demi apa udah di lanjutin lagi????!!!! *histeris
    LUAR BIASA
    makin keren lagi ceritanya, sampe-sampe meneteskan air mata
    lanjut lagii okey?!! (kalo bisa jangan lama lama)
    SEMANGAT!!

    BalasHapus
  2. Cut Rizky Ananda2 April 2014 pukul 14.31

    Okee!! Walaupun udah lama gak lanjut, tetap keren seperti part-part sebelumnyaaa...

    Jangan lama kali ya untuk part selanjutnyaa... Keep writing!! :)

    BalasHapus
  3. aq jga gak jauh beda sma mreka yg slalu dan slalu nunggu part selanjutnya dari cerbung taci..... keren bingits kaka:)

    BalasHapus
  4. Bagus banget.. kreatif kak! Sampe sampe saya nangis bacanya hehe keren!!
    lanjut lagi yahhh.. ngga sabar nih bacanya lagi.. kalau bisa langsung banyaknya part partnya hehe

    BalasHapus
  5. lanjutiin kaaakkkk!!! yang banyaak yaaa :D

    BalasHapus
  6. TACI makin keyeennsss,,,, ka lanjutin dooongg,, penasaran niiihh,,,

    BalasHapus
  7. lanjutt lagi donkk kakk.. keren.... :)

    BalasHapus
  8. jangan lama-lama ya kak next partnya lagi,,, bikin stres.. :(

    BalasHapus
  9. keen banget sumph.......

    hahaha.... maaf bru bisa komen di part ini....... :)


    next bisa lebih cepet....... *heheheh

    BalasHapus
  10. kak trisil lanjut dong kakkk, gak sian liat gue sakaw?

    BalasHapus
  11. lanjutttnyaaaa kapannnn niiiii ???????

    BalasHapus
  12. Udh brp kali keluar masuk blog ini lanjutan part 39 blm jga ada :'))))

    BalasHapus
  13. Kapan lanjutnya ka ? Post nya sehari sekali dong ka :D

    BalasHapus
  14. Kak please lanjutin lagi TACInya udah penasaran nih

    BalasHapus
  15. lanjut dong.. udah lama gak dilanjut.. penasaran tingkat dewa sama kelanjutannya gimana. kalo bisa jangan cuma 1 part ya.. hehehe

    ditunggu secepatnya....

    BalasHapus
  16. Lanjut donk kak! Nunggunya bertahun tahun nih! Keren sumpah!

    BalasHapus
  17. kak please lanjut dongg cerbung TACI nya, please pake bangeettttt

    BalasHapus
  18. Please lanjutin kakk...

    BalasHapus
  19. lanjut dong kak..
    pengen tau ceritanya ini ..

    BalasHapus
  20. kak lajuuuuttt.... jujur, nyesek parah bacanya.... lanjut ya kk... di tunggu :p

    BalasHapus
  21. Aduhh kak, kapan lanjutannya.??
    Gg sabar lagi ni kak

    BalasHapus
  22. Kaaa demi ampun plis lanjutin plis. Gua bantu doa dari sini kok kaaa. Masalahnya banyak banget yg belum selese kaaa ayolaaaaahhhh plis. Gua tiap hari cek ke ni blog tapi apa?huhuuu*okeinilebay. Tapi plis kak gua mohon dengan sangat lanjutin! Hehe✌😁

    BalasHapus
  23. Apaan sih ceritanya ngegantung... Lanjutin dong!! Keren kak

    BalasHapus
  24. Sumpah demi apapun gue bakalan mati penasaran*okeinilebay* tapii plesee kaaa di lanjut next partnya :'( gue udah lama lho nunggu part selanjutnya.. ayooo lanjuttt..

    BalasHapus
  25. Subhanaallah keren bgt ceritanya.
    Cerbung rioify kedua yag sukses ngebuat gue nangis😥
    Ingin rasanya punya sahabat sperti ify

    BalasHapus
  26. Kak lanjut dong kak:') pengen tau endingnya kek gimana;""
    Baper kak baca cerbung ini;')

    BalasHapus