“Gue disini Fy” Ucap Gabriel dengan nafas terengah.
Semua yang ada didalam ruangan langsung menoleh kearah
pintu.
“Iel” / “Kak Iel”
“Cakka??” Sahut Alvin begitu melihat sosok dibelakang
Gabriel. Cakka mengangguk.
Gabriel langsung menggelengkan kepalanya cepat.
Memberi isyarat agar tidak membicarakan sesuatu yang tejadi padanya dihadapan
Ify. Semua membungkam. Gabriel menyeret langkahnya kearah Ify.
“Gimana keadaan loe?” Tanya Gabriel lembut sambil
membelai rambut Ify.
Ify mengernyit sedikit, rasa nyeri menderanya, dan
Gabriel menangkap. Ya Tuhan.. seberapa parah keadaan adiknya sekarang?
“Maaf” Ucap Gabriel menyesal.
“Bukan salah elo kok” Ucap Ify lemah, meski bingung
dengan ucapan Gabriel.
“Salah gue Fy” Ucap Gabriel sambil menundukkan
kepalanya.
“Kalo emang loe salah, gue minta jangan salahin diri
loe sendiri untuk dapat maaf dari gue” Sahut Ify sambil tersenyum.
Gabriel memejamkan matanya, lalu menghembuskan nafas
untuk melegakan paru-parunya dan mengangguk pelan.
“Malam ini Ify harus terbang ke Singapore untuk
perawatan lebih lanjut. Loe dating disaat yang tepat Yel.” Jelas Alvin.
Gabriel menoleh kearah Alvin menuntut penjelasan
lebih.
Alvin menggeleng lemah, tidak mampu menjelaskan apa
yang tadi didengar dari mulut Dokter Tian dan Dokter Evan.
Ify menutup matanya melihat reaksi Alvin. Separah apa
keadaannya? Jika memang ini saat terakhir Ify hanya ingin bersama semuanya,
tidak disana yang hanya sendirian. Matanya terbuka, menatap satu persatu orang
yang terus didekatnya. Ingin berusaha menggapai meraka semua namun keadaannya
tidak memungkinkan. Secepat inikah?
***
“Pokoknya biar loe nanti jauh dari gue, biar nanti
kita udah gak ada waktu ngegosip lagi, biar kita udah gak saling lempar bantal
ke muka masing-masing lagi. Dan banyak hal lain yang dulu sering kita lakuin
bareng-bareng.” Sivia menghela nafas, mengatur gejolak yang begitu kuat
menguasai perasaannya. “Inget gue Fy. Via. Gue bakal tetap jadi sahabat elo
yang paling deket. Bahkan angin pun gabakal gue kasih ijin ngebuat jarak
diantara gue sama loe. You’re my best friend Fy” Sivia sekuat tenaga kembali
menyembunyikan raut sedihnya. Berpisah dengan Ify bukanlah sesuatu hal yang
mudah. Apalagi akhir-akhir yang begitu berat hanya ada mereka berdua. Bukan
berlima seperti seharusnya.
Ify tersenyum
kecil. Sivia sahabatnya kini. Ketika yang lain memilih meninggalkannya,
hanya Sivia yang tetap memilih disampingnya sebagai tempat berbagi cerita.
Bahkan lengkungan bibir Sivia tetap tidak menutupi gurat kesedihan yang justru
tampak jelas dimatanya.
“Udah dong. Loe jangan lebay gitu Vi. Gue pasti tetap
balik kok” Cengir Ify. Seluruh sisa tenaga terakhirnya saat ini harus untuk
mengakhiri pertemuannya dengan orang-orang penting terdekatnya. Dia tidak akan
menyianyiakan waktu lagi. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Batinnya.
“Lagian ya. Siapa sih yang betah denger ocehan loe
tentang ‘Alvin begini Fy. Alvin begitu Fy. Dia rese sih. Kadang php juga. Eh Alvin kecilnya suka main layangan
ya? Doyan amat tarik ulur orang?’ selain gue?” Cerocos Ify sambil menirukan
gaya Sivia yang langsung sukses membuat wajah sang pemilik gaya merah padam.
“Dia cerita gitu ke elo Fy?” Tanya Alvin sambil
menunjuk Sivia.
Ify nyengir sambil mengacungkan dua jari tanda
perdamaian kearah Sivia yang menatap tajam dirinya.
“Aduh Vii, Ify lagi atitt nii. Jangan diapa-apain yah”
Ucap Ify agak membungkuk badannya berpura-pura sakit untuk meredakan tatapan
sewot Sivia.
Sivia mendengus kasar. “Oke. Untuk kali ini loe bebas.”
Ify menghela nafas lega, dan kembali menormalkan
badannya seperti semula.
“Jangan seneng dulu” Cibir Sivia. “Ini gue anggep
hutang. Jadi, loe wajib balik dalam keadaan sehat wal’afiat biar gue bisa
ngebully loe unlimited sampe gue puas!” Ancam Sivia. Namun matanya memancarkan
ketulusan. Seakan-akan kesembuhan Ify adalah pengharapan terbesarnya sekarang.
Ify tersenyum tipis. Tidak mau menjanjikan apa-apa.
Sadar, banyak janji-janjinya yang terdahulu luput dari penepatannya.
Sivia menghela nafas pelan. Mengerti jika Ify tidak
memberikan jawaban apa-apa. Mengerti bahwa Ify pun tidak mampu lagi menebak apa
yang terjadi kedepannya setelah ini. Sivia hanya mampu berdoa dalam hati.
Semoga yang terbaik untuk Ify selalu tetap dilimpahkan untuk gadis berdagu
tirus ini.
“Gue cuma mau minta maaf atas semuanya kak. Terutama
soal abang gue. Gue gak bisa berbuat apa-apa, termasuk negur dia. Gue mewakili
dia kak untuk minta maaf semua ke elo. Atas apa yang dia lakuin sama loe hari
ini. Bahkan kemarin-kemarin ketika dia gak menyadarinya.” Ucap Ray semakin
lirih, ia menunduk, tidak tau lagi apa kata-kata yang akan disampaikan.
Mendadak dada Ify terasa sesak. Ray memang tidak
menyebut nama dalam ucapannya tadi. Tapi membayangkan siapa orang yang dimaksud
Ray tetap membuatnya kembali merasa sakit dengan sebab yang bahkan dia sendiri
tidak tau apa pastinya. Ify mengatur nafasnya pelan. Berharap kumpulan oksigen
dapat segera memasuki paru-parunya untuk mengatur darah yang terpompa hingga ia
mampu mengatur emosinya kembali tanpa ada satupun orang diruangan itu yang
mengetahui perasaannya kini.
Namun perkiraan Ify tidak tepat. Semua orang langsung
mengerti dengan luka yang dilukiskan matanya saat ini. Terbukti dengan Gabriel
yang seketika mengelus puncak kepalanya yang langsung menghadirkan sensasi
menenangkan tersendiri untuk Ify.
Ify tersenyum. “Gak ada yang salah Ray. Tanpa perlu
ada permintaan maaf semua juga akan tetap sama. Gue pun gak akan marah dan
menghakimi siapapun. Terimakasih ya.” Ucap Ify tersenyum tulus.
Kini bukan hanya Sivia yang sudah dari tadi
mengeluarkan air mata. Para jagoan pun sudah mulai memijat kening tengah mereka
untuk menghentikan pompa kelenjar air mata mereka yang sudah mulai bekerja.
Bukan mereka merasa gengsi untuk menangis kali ini. Namun mereka sudah berjanji
untuk berusaha tegar dan memberikan semangat kepada Ify untuk menjalani
pengobatannya. Bukan kesedihan yang hanya memberikan dampak pesimisme untuk
gadis itu.
“Balik dalam
keadaan sehat ya kak. Gue belum sempet pamer sama dunia kalo gue punya
kakak terhebat kayak elo” Ucap Obiet dengan suara serak.
Ify tersenyum kecil. “Kakak terhebat loe tetap Shilla.
Dan akan tetap Shilla. Gue emang nganggep loe adik gue sendiri, tapi gue gak
ngerasa hebat. Kalo cantik sih, iya.. gue selalu ngerasa malah” Cengir Ify
memamerkan deretan gigi yang dibehel dengan kawatt biru.
Yang lain hanya mampu menggeleng melihat kemampuan Ify
bersandiwara kali ini. Bukan hanya untuk dirinya. Tapi untuk orang-orang
disekelilingnya. Sandiwara mereka yang sehat justru kalah dengan Ify yang masih
saja memamerkan senyum manisnya saat ini.
“Keep spirit and keep strong like Ify who I know ya
Fy. Baik-baik disana. Ikut aturan dan jangan ngatur lagi. Loe rival basket
cewek terbaik yang gue punya selain Agni. Loe harus balik dan tanding basket
lagi by couple ya. ” Cakka menghentikan kata-katanya. “Loe dengan Gabriel
tentunya.” Lanjut Cakka sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Meski agak kaget dengan kemunculan Cakka, Ify memilih
tidak mempedulikannya. “Taruhan ya. Yang cape duluan nanti harus traktir
rivalnya selama sebulan” Ujar Ify sambil mengerlingkan matanya.
Cakka mengernyitkan dahi menandakan penolakan halus.
Gabriel menoyor kepala Ify pelan. “Otak loe lebih
cocok jadi bandar judi daripada jadi orang pesakitan gini” Keluhnya.
Ify nyengir. “loe mau makan Gratis gak sih. Gue buka
jalan nih” Ucap ify berbisik, meski tidak mirip bisikan karena suaranya tetap
terdengar oleh yang lain.
“Sekarang lebih mirip mafia.” Cibir Deva.
“Brisik loe setan bali. Nikmatin aja, lo dapet jatah
setengah-setengah gue sama Iel deh” Sahut Ify.
“Yah demi kebaikan 3 bersaudara ganteng dan cantik
ini. Gue rela deh diajak komplotan” Pasrah Deva.
“Haram begoooooo” toyor Obiet dan Ray dari kanan dan
kiri Deva.
“Kalian dapet jatah juga deh” Tawar Deva.
“Nah gitu dong” Ucap Ray sambil merangkul Deva.
“Ini baru namanya rejeki. Halal deh Dev” Ucap Obiet
dengan cengiran diwajahnya.
“Loe pada samaaa” keluh Alvin.
Via pun ikut tertawa karena tingkah laku orang
dihadapannya. Sambil menghapus sisa jejak-jejak air matanya, gadis itu mulai
mengembangkan senyumnya.
Ify mengukirkan senyum terbaiknya, lega telah mengukir
senyum diwajah orang-orang disekelilingnya sekarang. Jika dia boleh sedikit
berharap, hentikan waktu sampai detik ini saja. Dimana semua senyum mampu
menghiasi kebahagiaan kecil disekelilingnya.
“Terus berusaha sembuh untuk kita semua ya Fy.” Ucap
Alvin sambil memandang dalam kearah Ify, tangannya mengusap pelan puncak kepala
Ify. Gadis yang tadinya sempat merebut hatinya, dan masih merebut hatinya untuk
dijadikan seorang adik.
Ify hanya mengangguk pelan. Sekali lagi dia tekatkan
dalam hatinya untuk tidak berjanji apapun lagi.
“Gue tau loe gak mau berjanji apa-apa lagi” Alvin
seperti membaca pikiran Ify. “Tapi gue minta. Kita semua mau loe tetap
optimis.” Alvin tersenyum. “Kadang hidup kayak sebuah pertandingan basket. Kita
bisa menang, namun ada saatnya kita harus kalah.” Alvin menghela nafas. “Tapi
disaat kita tetap optimis dan berusaha, kita akan kembali menjadi pemenang
bukan?”
Seluruh orang yang ada diruangan mengangguk
membenarkan ucapan Alvin. Termasuk Ify.
“Loe harus balik dalam keadaan sehat. Atau gue bakal
nganggur seumur hidup setiap pagi karena gak ada kebo yang harus gue bangunin.”
Sahut Deva.
“Loe doain kok ngehina gitu sih” Ringis Ify.
Deva nyengir.
“Iya.. iya.. kakak gue yang cantikk. Loe masih banyak
utang berantem sama gue. Jadi loe wajib balik” Pinta Deva tulus.
“Oke, kita rekap semuanya kalo gue balik nanti” Ify
mengarahkan pandangannya kearah Gabriel yang paling dekat dengannya. “Loe gak
ada pesan apa-apa buat gue?” Tanya Ify.
Gabriel mengangkat sebelah alisnya. “ngapain amat? Loe
tengil sih. Dipesenin kebanyakan dilanggar. Jadi daripada mulut gue berbusa
sia-sia untuk nasehatin loe mending gue langsung berdoa kepada Yang Maha Kuasa
biar loe cepet dapet hidayah biar gak tengil lagi”Jawab Gabriel.
Ify mencibir.
Sebenarnya bukan tidak ada yang ingin disampaikan
Gabriel, tapi semua, meski terlihat jelas, masih terasa samar untuknya. Banyak
ketakutan yang harus mati-matian disembunyikannya tentang kepergian Ify nanti.
“kalo emang loe gak ada pesen buat gue. Biar gue yang
pesen buat loe” Suara Ify mengembalikan Gabriel kea lam sadarny.
Gabriel hanya mengangkat sebelah alisnya
mengisyaratkan pertanyaan “Apa?”
“Jangan bego lagi ya twin. Kejar apa yang harus
dikejar. Sebentar lagi gue gak ada disini. Loe harus dapetin yang selama ini
belum loe dapetin karena loe lebih ngebelain memilih gue. Loe bebas. Inget,
penentu akhir cerita ini bukan hanya gue. Ada tokoh lain. Dan mungkin gue cuma sampai disini.
Tapi siapa yang tahu?”
Gabriel memandang lekat Ify, seraya mencerna apa yang
dikatakan adiknya. Yang lainpun sama, perkataan ify untuk Gabriel seperti pesan
tersirat yang entah apa maknanya.
“Viaa” Panggil Ify lirih sambil mengulurkan tangannya.
Sivia lebih mendekat kearah Ify sambil menyambut uluran tangan gadis itu.
Tangan Ify yang terasa dingin menggenggam begitu erat tangan Sivia.
“Rasa sakitnya seperti ini Vi” Ucap Ify pelan namun
genggaman tangannya semakin erat diletakkan diatas perutnya. Bisa dilihat
tangan Sivia agak memerah karenanya. Titik bening mulai membentuk sebuah aliran
di pipi putih Sivia.
“Waktu itu loe minta gue untuk genggam balik tangan
loe hanya untuk mengalirkan rasa sakitnya.” Ify tersenyum lemah, pelan,
tenaganya sudah terkuras banyak. “Rasanya semakin sakit”
Sivia menggeleng cepat untuk menguatkan perasaannya.
“Vin..” Panggil Ify kepada Alvin yang langsung
mendekat kepadanya. Genggaman tangan kanannya pada Sivia seketika melemah.
Tangan kirinya berusaha menggapai tangan Alvin dan menumpukannya pada tangan
Sivia yang digenggamnya tadi.
“Terus jaga sohib gue kayak gini ya Vin.”
Alvin hanya mengangguk pelan. Perasaannya mulai tidak
karuan sekarang.
“Kka” Cakka langsung mengambil posisi disamping Alvin,
tangannya ikut menggengam tangan Ify.
“Titip Agni ya. Salam untuk Ozy untuk jaga Acha juga”
Cakka hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, meyakinkan Ify ia pasti akan
menjalankan pesan gadis itu baik-baik.
“Biet” Obiet mendekati Ify sambil menunduk, namun
tetap menumpukan tangannya diatas tangan yang lain seperti diisyaratkan gadis
itu.
“Jaga kak Shilla. Jaga nyokap loe. Jangan cuek-cuek
sama mereka. Loe harus janji sama gue untuk itu.”
“Loe mau buat gue janji tapi loe sendiri gamau
berjanji untuk kita semua?” Tanya Obiet.
Ify tersenyum dan menggeleng. “Gue tau loe bisa
menepati janji loe. Please say promise” Pinta Ify tanpa mempedulikan bahasan
terakhir Obiet
Obiet tidak menjawab. Hanya mengangguk pelan. Ify
tersenyum puas.
“Dev.. Yel..” Gabriel dan Deva bersamaan mengulurkan
tangan mereka kearah Ify. Ify tidak langsung menumpukan tangan kedua saudaranya
diatas tumpukan tangan lain, melainkan membimbing kedua tangan tersebut kearah
bibirnya untuk dikecupnya pelan dan dalam.
Gabriel dan Deva kompak langsung saling melemparkan
pandang keatas. Menyembunyikan aliran air yang siap membentuk riak dipipi
mereka dan untuk menormalkan perasaan masing-masing.
“Saling menjaga ya.
Tetap percaya kalian memiliki satu sama lain. Cuma kalian yang gue
punya” Kali ini Ify tidak lagi menyembunyikan air matanya yang mulai mengalir
tenang.
Gabriel dan Deva bersamaan mengecup puncak kepala Ify
dari masing-masing sisi.
“Loe harus sembuh. Kita sayang elo” bisik Deva dan
Gabriel bersamaan.
Ify memejamkan matanya menikmati semua itu. Kini dia
bisa tenang. Hanya tersisa satu sekarang.
“Ray..”
Ray mendekat kearah Ify. “Jangan nyalahin abang loe
ya. Support dia apapun yang dia lakukan sekarang. Maaf udah bikin hubungan
kalian berdua renggang. Salam untuk Mama Manda ya” Ray mengangguk susah payah.
Merasa ada scenario yang salah. Kenapa pula harus Ify yang meminta maaf. Dalam
hati ray meminta maaf. Merasa tidak akan menepati janji itu sepenuhnya.
Ify tersenyum lega. Kini dia bisa meninggalkan
semuanya. Apapun yang terjadi nanti dia hanya mampu berserah. Perlahan Ify
menarik lengkungan bibirnya kearah berlawanan. Tatapannya menggelap seiring
sakit yang didera hingga menyumbat tenggorokannya. Namun bisa terdengar samar teriakan
semua teman-temannya.
***
BUKK…
Hentakan bola basket yang beradu asal dengan ring
menghempaskan Gabriel kealam nyata. Kegiatan semalam memaksanya kurang
beristirahat sehingga ia memilih menghabiskan waktu untuk beristirahat
dilapangan basket indoor sekolahnya. Tidak beristirahat yang sebenarnya, karena
pikiran masih menyalang kesana kemari. Dan bayangan kejadian tadi malam selalu
berputar seperti kaset rusak saat ia mulai memejamkan mata.
Gabriel melihat kearah sesuatu yang membuatnya
langsung terbangun tadi. Pasangan Alvin-Sivia sudah ada ditengah lapangan
sambil mencoba memainkan sang orange bundar. Mengingat kerasnya suara benturan
yang ditimbulkan tadi. Gabriel tidak perlu menebak siapa pelaku diantara
keduanya. Toh, Gabriel memilih kembali membaringkan tubuhnya diantara
bangku-bangku tribun.
Tidak lama, hentakan bola tidak lagi memenuhi gaung
lapangan. Hanya ada langkah-langkah kaki yang mulai mendekat kearah Gabriel.
Gabriel masih tetap memejamkan mata, tidak peduli orang yang akan mengganggu
waktu istirahatnya.
“Mau sampe kapan loe pura-pura tidur gitu?” Suara
Alvin langsung membuka percakapan.
“Gak akan bikin kenyang Yel. Loe belum makan kan dari
kemarin? Loe mau makan apa? Kita mau kekantin nih” tawar Sivia.
“Gue gak laper Vi” Jawab Gabriel sekenanya, masih
memejamkan mata.
“Badan kurus begitu belum dimasukin apa-apa dari kemaren.
Loe bisa sakit tau” Dengus Alvin, yang telah mengetahui cerita Gabriel –Cakka
yang bertemu tidak sengaja.
“Badan loe juga udah keliatan lemes Yel” sambung
Sivia.
“Gue cuma ngantuk” bantah Gabriel.
“Kenapa gak tidur aja dirumah. Emang siapa yang bakal
skors loe gara-gara bolos sehari?” Sahut Alvin.
“Gue lagi males jalan kekantin”
“Kita beliin dan bawain kesini” Jawab Sivia.
“Terserah kalian deh mau beli apa” Dengus Gabriel
karena tidak tahan dicecar pasangan ini.
Alvia berpandangan lalu nyengir bersamaan.
Bukan langsung pergi kekantin, Alvin melangkahkan
kakinya ke tribun tempat Gabriel berbaring.
“Seperti yang lo bilang dulu. Hidup itu kayak
permainan basket ya bro” Ucap Alvin sambil memandang kearah lapangan.
“Kita sebagai pemain utama. Bola basket seperti orang
yang paling dekat dengan kita. Dan pemain lain seperti figuran orang-orang
disekeliling kita.” Alvin menghela nafas, sementara Gabriel sudah membuka
matanya dan memandang lurus keatas. Bersiap mencerna ucapan Alvin selanjutnya.
“Sebagai pemain utama, membuat kita terus berdampingan
dengan bola basket adalah sebuah keharusan. Dalam langkah dan irama yang sama”
Alvin diam sejenak memandang kearah Sivia.
Sivia tersenyum lalu melangkahkan kakinya menghampiri
Alvin. “Tapi terkadang, untuk mencapai sebuah tujuan, mencapai kearah ring.
Semua pemain utama gak mungkin melakukannya sendirian dengan si orange bundar
itu.” Lanjut Sivia sambil mengarahkan pandangannya pada bola yang terdiam
ditengah lapangan.
“Akan ada pemain lain yang membantu permainan tersebut.
Namun tujuannya sama.” Alvin tersenyuim. “Sebuah kemenangan” Alvin menjulurkan
tangannya kearah Gabriel. Yang langsung disambut baik hingga Gabriel mendudukan
dirinya. Alvin tersenyum miring.
“Sama seperti loe dan Ify saat ini. Kalian kembar yang
tidak mungkin terpisahkan satu sama lain seperti pemain basket dan bolanya.
Namun sekarang kalian berpisah. Ify bersama Dokter Tian –sang-figuran-lain-
berobat ke Singapore, tapi ini semua ini karena tujuan perpisahan ini sama.
Untuk kebaikan Ify” Jelas Alvin sambil menggenggam tangan Sivia. Berharap gadis
itu juga mengerti.
“Kita berdoa untuk hal yang sama Yel, loe gak sendiri”
Ucap Alvin sambil menepuk pundak Gabriel.
Gabriel terdiam agak lama, membenarkan semua ucapan
Alvin, hingga kemudian ia mengangguk “Thanks” ucapnya pelan,
“Urwel bro.” Ucap Alvin sambil mendorong bahu Gabriel.
“Yuk Vi, kita cari makanan dulu untuk Tuan muda Gabriel, sebelum ia menggelepar
kelaparan disini” Ucap Alvin iseng.
Gabriel hanya terkekeh pelan, sambil bangkit dari
duduknya dan menghampiri sang kulit bundar
yang membisu ditengah lapangan. Sementara Alvia keluar lapangan basket
untuk ke kantin seperti tujuan mereka awalnya.
***
“Woy sob” Sapa Lintar sambil menepuk bahu Deva, Ray,
dan Obiet bergantian. “Kompak amat muka galau loe bertiga?”
Yang disapa hanya bergeming.
“Ah tumben gak asik loe pada” Ringis Lintar merasa
sapaanya teracuhkan.
“Sorry-sorry. Mendadak gak pengen ngapa-ngapain hari
ini.” Obiet yang pertama buka suara.
“Kenapasih?” Tanya Lintar penasaran. Pasalnya, dari awal
kedatangan teman-temannya mereka terlihat suntuk dan kurang beristirahat. “Oh
ya Dev, kak Ify bener ke Singapore semalem?” Tanya Lintar yang langsung
mengalihkan perhatiannya ke Deva.
Deva mengangguk lemah.
“Ini penyebab loe bertiga galau?” Tebak Lintar sambil
mengarahkan pandangan ke yang lainnya.
Anggukan kepala dari yang lain cukup menjawab
pertanyaan Lintar.
Kini pandangan Lintar kembali mengarah pada Deva
seorang.
“Punya kakak kayak kak Ify emang luar biasa Dev. Gue
paham sama kesedihan loe sekarang. Tapi apa sebelum kak Ify berangkat semalam
kalian berdua gak saling berjanji? Untuk tetap semangat menjalani kehidupan
masing-masing?” lintar mencoba memahami. “Sengeselin-ngeselinnya kak Ify
terhadap loe. Apa pernah dia seneng disaat loe sedih kayak gini?” Lanjutnya.
Devamenggeleng.
“Kalian juga.” Pandangan Lintar beralih kepada Ray dan
Obiet. “kalian bersama kak Ify juga kan semalam?”
Ray dan Obiet hanya terdiam.
“Apa kak Ify menutup perpisahan dengan kalian semua
dengan sebuah tangisan.” Tanya Lintar lagi.
Sesaat terlintas senyum terakhir Ify untuk malam itu
dalam benak ketiganya.
“Gue yakin, walau gue semalam gak berada disana. Kak
Ify masih bisa tersenyum pada kalian yang datang.” Tegas Lintar. “Dan gue yakin
juga. Justru orang-orang yang datang seperti kalian lah yang kalah
menyembunyikan tangis didepan dia”
Ucapan lintar yang begitu mengena sukup membungkam
mulut yang lain.
“Gue jadi paham kenapa kak Ify begitu disayangin sama
Kak Via, bahkan sama temen-temen dia yang lain.” Sahut Keke dari meja yang
bersebrangan dengan keempat laki-laki tadi. Yang lain langsung menoleh.
Keke yang menjadi pusat perhatian hanya menunduk malu.
“Sorry gue gak sengaja denger” ucapnya pelan.
“Keke bohong!! Jelas-jelas daritadi Keke ngeliatin
Deva. Dia bingung kenapa seharian Deva murung terus” Ceplos Nova yang ada
disampingnya.
“Kok gue sih?” Ringis Keke,”Kan yang tadi nanyain
Obiet si Oik. Kenapa gue yang kena”
Sementara Oik hanya mendengus. “Ember banget sih loe”
D’Lordz mau tak mau hanya menggelengkan kepala
mendengar girls zone dihadapan mereka.
“Pantes dulu kak Alvin pernah tergila-gila sama kak
Ify” Sahut Olivia yang dari tadi hanya diam.
Mendengar pernyataan Olivia barusan, sontak semua
menengok kearahnya. Bukan apa, semua orang tahu jika Alvin sudah pacaran dengan
Sivia yang notabene sahabat Ify. Mendengar Alvin pernah memiliki perasaan
kepada Ify termasuk pernyataan yang mengejutkan bukan?
“Ngg.. eh… ngg..” Olivia jadi panik sendiri. “eh bukan
tergila-gila juga sih” Olivia berusaha meluruskan. “eh tapi kalian jangan
bilang siapa-siapa ya. Termasuk…… kak Via” Ucap Olivia sambil melirik kearah
Keke.
Yang lain hanya menjawab dengan anggukan berharap
mendengerkan cerita selengkapnya. Bahkan, termasuk Deva yang mulai tertarik
dengan bahasan tersebut. Dari dulu Deva memang dekat dengan Alvin dan tidak
menyangka orang yang selalu dianggapnya kakak menyimpan perasaan terhadap kakak
perempuan satu-satunya itu.
“Jadi tuh dulu, kak Alvin kan demen banget motret. Nah
semua objek bidikan diacuma wajah kak Ify. Dan itu semua diambil tanpa
kesadaran kak ify alias candid gitu. Tapi, semenjak kenal sama kak Via, semua
objek nya dia hanya Kak Sivia” Jelas Olivia sambil mengkhususkan diri tersenyum
kearah Keke.
Keke tersenyum lega. Segala pikiran buruk yang tadi
menghampirinya tentang kakaknya sirna.
“Gue jadi inget sama kak Ify ketika dia ngebuat gue
dan kak Agni baikan” Kenang Oik.
“Kak Ify juga orang yang ngebuat abang gue mulai nyapa
gue lagi” Sahut Oliv.
“Kak Ify bikin kak Acha jadi agak rame sama gue.
Tadinya kan dia pendiem gimana gitu. Beda banget sama gue” Ucap Nova.
“Loe anak pungut kali Nov” Ledek Lintar.
“Sialan lo petir” Cibir Nova.
“Kak Ify bikin gue paham sama apa yang namanya
persahabatan. Persahabatan dia sama kak Via bikin gue super iri sama mereka
berdua” Ungkap Keke.
“kenapa loe harus iri?” Loe gak liat sahabat-sahabat
disekeliling loe?” Cetus Obiet.
Keke mengangguk. Lalu beralih pada Deva. “loe juga gak
sendiri Dev, lihat sahabat-sahabat loe juga merasakan kesedihan kayak loe
tentang kepergian kak Ify ke Singapore. Tapi ini bukan akhir. Tetap berdoa ini
adalah awal yang terbaik untuk kak Ify.” Ucap Keke simpati.
Deva mengangguk dan tersenyum tipis.
“Loe juga Biet. Gue paham seberapa besar arti Kak Ify
sekarang buat loe. Dia yang udah bikin loe kayak sekarang ini. Mungkin ini
rencana Tuhan, ketika kak Ify udah gak menemani elo seperti diawal kalian kenal,
tapi kak Ify udah ninggalin orang-orang yang bisa jadi sahabat loe seperti
sekarang ini dan menemani loe disaat dia gak bisa disini” jelas Oik tulus.
Obiet terdiam, kembali memandang kearah
teman-temannya. Benar, semua dikarenakan Ify yang berusaha mengenalnya.
Mengenalkan jika ada bahagia di sisi lain ketika dia ada di sisi kesepian,
terpuruk dalam diam. Namun mengenalkannya juga pada kehilangan disisi lain sama
besarnya.
Dia tahu jika Ify tidak pergi kemana-mana. Hanya
berobat untuk kembali mengembalikan kesehatan gadis itu. Tapi ketakutan sudah
merangkulnya terlebih dahulu. Obiet yang berusaha melawan justru terjatuh
lelah. Sekarang dia pasrah, pasrah dengan apa yang akan terjadi pada orang yang
sudah ia anggap lebih dari kakak kandungnya sendiri.
Tapi oik benar, Ify tidak lupa mengenalkannya pada
sahabat-sahabatnya sekarang. Obiet tidak sendiri. Dia bisa berbagi kesedihan
kepada orang-orang yang disekelilingnya sekarang.
Tak butuh waktu lama lagi, Obiet memberikan senyum
terbaiknya kearah Oik. Berterimakasih atas kata-kata yang telah diucapkan gadis
itu tadi.
“Belajar berhenti menaruh kesalahan ini pada kakak loe
Ray” Ucap Oliv sambil menepuk bahu Ray yang membelakanginya.
Sekarang semua perhatian kearah ray dan Oliv.
“Gue juga gak tau jalan ceritanya kakak-kakak kita
semua seperti apa hingga mereka semua bisa menjadi dua bagian seperti
sekarang.” Olivia menghela nafas. “Inget gak pas loe kabur dari rumah cuma
gara-gara cemburu sama kak Rio dan pada akhirnya loe ngobrol sama kak Ify?”
Tanya Olivia.
Ray membelalakan matanya. “Loe tau?”
“Sorry, gue gak sengaja denger waktu Kak Rio nelfon
kak Alvin ketika nyari loe” ringis Olivia.
Ray mendesah mengingat kejadian itu. Kejadian yang
sampai hari ini selalu membuatnya iri pada Deva karena memiliki kakak seperti
Ify.
“Gue gak tau apa yang dibicarain kak Ify saat itu.
Tapi gue yakin, kalo gue jadi Kak Ify gue akan bicara ‘tetep jadi Ray. Diri Ray
sendiri, tanpa melihat kearah Rio. Karena kalian pribadi masing-masing yang diciptakan untuk
saling mendukung tanpa memojokkan satu dengan yang lainnya.’” Jelas Olivia.
“Elo ya elo. Kak Rio ya kak Rio. Kak Ify pasti berusaha menyatukan kalian karena
yang satu sahabat terbaiknya dan satunya adalah adik sahabat yang sudah
dianggapnya adik sendiri juga. Dan apa loe tega nyia-nyiain usaha kak Ify saat
itu dengan menyalahkan abang loe saat ini?” Tanya Olivia. “Gue yakin Ray,
sebelum kak Ify berangkat kesingapore dia pasti titip pesen kekalian semua
untuk tidak menyalahkan diri masing-masing ataupun orang lain. Iyakan?” Olivia
melempar pandangannya kepada yang lain.
Yang lain hanya terdiam.
“berhenti untuk sedih. Kak Ify pasti lebih butuh doa
dan semangat kalian untuk menyelesaikan pengobatannya sekarang” Ucap keke.
Deva mengangguk. “Thanks ya Ke” Ucap Deva tulus.
Keke tersenyum dan ikut mengangguk. “sama-sama Dev”
“Thanks untuk kalian” Ucap Obiet diikuti anggukan Ray.
“Gue bakal coba berdamai sama Kak Rio” Ucap Ray.
“Thanks ya. Gue jadi lebih mengerti tentang
persahabatan sekarang” kata Obiet lebih kepada Oik.
“Sahabat yang baik layaknya sebuah kaca. Tidak
tersenyum disaat kita menangis. Namun ketika kita terjatuh, sahabat yang baik
tidak akan ikut terjatuh bersama kita. Melainkan mengulurkan tangan membantu
kita untuk bangkit. Sahabat selalu bisa berempati dengan perasaan kita dengan
caranya masing-masing.” Jelas Nova.
“Itu sebabnya gue gak mau ikut galau-galau kayak
kalian bro. Loe semua harus tetap semangat seperti kak Ify. Kalian tau? Optimisme
kalian yang justru jadi obat paling mujarab untuk dia.” Timpal.
Obiet mengangguk “thanks sob”
Lintar menepuk pundak Deva. “Hidup itu pilihan bro.
Kayak lo passing bola dalam bermain basket. Iya, elo mengoper bola kepada orang
yang lo yakinin bisa masukin bola itu ke ring kan?” Tanya Lintar. “Sama, ketika
loe merelakan kepergian kak Ify ke Singapore. Loe percaya kan sama
Dokter-dokter ahli disana bisa nyembuhin kak Ify?”
Deva terdiam.
“Walau kadang hidup lebih mirip orang main judi. Kita
berharap menang, tapi bisa jadi hasilnya kalah. Yang penting pasang. Maju dulu!
Usaha dulu, daripada loe gak melakukan apapun untuk kesembuhan kak Ify yakan?”
Sambung Olivia.
“Behh bandar judi komentar” sahut Ray sambil terkekeh.
Perasaan sudah jauh lebih baik sekarang.
“Singapore-Jakarta deket Dev. Loe bisa aja nengok kak
Ify selagi loe mau kan?” Ucap Keke.
Pikiran Deva mulai agak rileks daripada sebelumnya.
“Thanks braderr” Ucapnya sambil meninju pelan bahu Lintar. “Pikiran gue emang
rada ruwet dari kemarin. Gue beruntung punya kalian disini.”
“Loe mungkin butuh istirahat Dev. Mending loe pulang
atau ke UKS gitu.” Usul Oik.
“Sama-sama sepi. Mending gue disini.” Tolak Deva
halus.
“Ngantin aja yuk? Siapa tau perut kenyang pikiran lebih tenang” Ajak
Lintar.
“Otak loe makan terusss” Ray menoyor Lintar.
“Alah loe paling juga mau.”Cibir Lintar sambil
membalas toyoran Ray. “Lagian saying kalo ada cewek-cewek cantik disini cuma
kita diemin aja.” Ucap Lintar sambil mengerling kearah perempuan
disekelilingnya.
“Bentar-bentar” Sela Obiet.
“Apa lagi?” Dengus Lintar.
“Sejak kapan loe jadi sok bijak kayak tadi?” Tanya
Obiet.
“Sejak kapan juga loe lebih aktif ngegoda cewek
nyaingin gue?” Sambung Ray.
“Sejak kapan juga loe jadi kompak bener dari tadi sama
Nova dan cewek-cewek ini?” Deva tidak mau kalah.
“Kalian lupa? Abang gue raja player disekolah ini?”
Ujar Lintar santai sambil melangkah keluar tanpa mempedulikan teman-temannya
masih terheran-heran atas sikapnya.
“Lintar tungguin!!!” Suara cempreng Nova memecah keheranan
semuanya.
“Kalian tungguin!!!” Koor yang lain kompak sambil
berlarian lepas kearah kantin., sambil sesekali bercanda dan tertawa bersama
melupakan beban yang tadi menghimpit mereka.
***
Alvin dan Sivia baru saja membelikan sebungkus roti
dan minuman dingin untuk Gabriel. Mereka memutuskan mata terlebih dahulu
dikantin untuk menciptakan ketenangan bagi Gabriel sendiri tadi. Tidak butuh
waktu lama untuk menghabiskan makanan masing-masing karena pada dasarnya mereka
memang perut mereka sudah lapar karena sejak semalam tidak diisi apapun.
Mereka berjalan keluar kantin sambil bercanda dan
membicarakan hal-hal yang menyenangkan. Melupakan kesedihan akan kejadian
semalam.
BUKKK.
“Aduhh.. loe kalo jalan bisa liat… eh loe lagi
ternyata” Via langsung memandang tajam pada penabraknya. “Loe gak bosen ya cari
masalah sama gue?”
“Udah yuk Vi, diemin aja” Bujuk Alvin sambil menarik
Sivia, sadar sebentar lagi mereka akan menarik perhatian pengunjung kantin.
“GR banget sih loe. Lagian salah sendiri jalan aja
sambil bercanda, matanya lupa dipake deh” Sinis penabrak tadi.
“Hell to the lloeo? Suka-suka gue dong. Mau jalan
sambil bercanda kek, sambil kayang kek, sikap lilin kek. Gak bikin mat aloe
ketutup dan pada akhirnya sengaja nabrak gue kan Zebraaa?” Balas Sivia.
“Nama gue Zevana!!” Sewot Zeva –sang penabrak tadi.
“Yah nama loe juga gak penting gue inget keleus” Ujar
Sivia santai.
“Udah ya Via, gabriel nanti keburu laper nunggu kamu
adu mulut dulu” Bujuk Alvin lagi sambil menarik Sivia.
“Ehmm Vin……….” Suara itu langsung merebut perhatian
Alvin seketika. Pemilik suara yang seharian ini dihindarinya untuk menahan
emosinya, langsung Alvin melepaskan tangannya dari Sivia.
Suasana agak menyepi. Tangan Sivia yang terlepas dari
Alvin justru membuatnya was-was. Belum lagi tangan Alvin agak mengepal begitu
orang yang memanggilnya lagi tepat dihadapannya, Rio.
Sivia langsung mengedarkan pandangannya. Personil
dihadapannya yang biasanya terlihat lengkappun kali ini ada beberapa yang
terlihat absen. Salah satunya Shilla. Sivia mengangkat sebelah alisnya, ‘kenapa
Rio ada disini?’ Lalu pandangannya jatuh pada Cakka yang menjawab semuanya.
Sivia mencoba memegang lengan Alvin takut-takut. “Vin,
kita pergi dari sini aja yuk, kasian Gabriel…………”
Alvin keburu menepis halus tangan Sivia. Pandangannya
berubah tajam kearah Rio. Sivia melirik kerah Cakka meminta bantuannya. Cakka
yang langsung paham tatapan Sivia langsung melangkah maju untuk berdiri
diantara Rio dan Alvin. Namun belum sampai niatnya terjalankan, Alvin sudah
keburu menerjang Rio dengan bogem mentah yang hingga Rio jatuh terjengkang
kebelakang. Seperti belum cukup dengan itu Alvin langsung memburu tubuh Rio
yang jatuh dan menarik kerahnya, lalu memojokkan tubuh itu ke pilar yang ada
dikantin tersebut.
“Kemana aja loe semalam br*ngsek” Pojok Alvin sambil
mengetatkan tarikan pada kerah Rio hingga membuat pemuda itu agak tercekik.
Bisa terlihat jelas, darah mulai mengalir disudut kiri bibir Rio.
“Vin udah. Kontrol diri loe” Bentak Cakka sambil
berusaha menarik Alvin.
Namun kali ini sepertinya Alvin tidak ingin diganggu
siapapun, hingga niat baik Cakka untuk melerainya menghempaskan pemuda itu
kebelakang.
Agni dan Ozy langsung membantu Cakka bangun.
“Vin udah ya” Suara lembut Sivia agak melonggarkan
tarikan pada leher Rio, hingga kesempatan itu diambil Rio untuk menarik nafas
sekuat-kuatnya serta balik mendorong Alvin kebelakang, namun langsung menarik
kerah Alvin kuat-kuat dan menekannya ke pilar tadi.
Keadaan berbalik.
“Alvin!” “Rio!” Jeritan yang didominasi kaum hawa
mulai memenuhi kantin.
“Kka, mereka bisa bunuh-bunuhan kalo gak dipisahin
sekarang juga” Desak Sivia cemas.
“Zy, loe pegang Rio, gue pegang Alvin ya” Titah Cakka
pada Ozy yang langsung diangguki. Mereka mengambil posisi masing-masing dibalik
Alvin dan Rio.
“Kasih gue penjelasan kali ini” Tekan Rio. Alvin
terdesak, tekanan pada lehernya semakin kuat.
Alvin mengatur nafas dan kekuatannya yang tersisa
sedikit, setelah yakin dia langsung mendorong Rio sekuat tenaga yang ia miliki.
Rio terhempas kebelakang lagi karena dorongan Alvin,
“Uhuk… uhukkk..” Nafas Alvin tidak beraturan lagi.
Tanpa peduli apapun Sivia langsung memburu Alvin dan mengurut punggung
laki-laki itu. Sementara Ozy langsung membantu Rio bangun.
“Atur nafas pelan-pelan ya Vin” tuntun Sivia lembut.
Setelah mulai dapat mengendalikan nafasnya lagi, Alvin kembali menghampiri Rio
yang sudah melepaskan diri dari Ozy, sedangkan Sivia sudah terlambat
mencegahnya. Sementara Agni dan Acha kompak menarik Sivia kepinggir takut baku
hantam Alvin dan Rio kembali terjadi.
“Pukul gue sepuas loe inginkan Vin.” Tantang Rio.
“Tapi tolong, kasih penjelasan yang gue inginkan” Ujar Rio dengan tatapan
tajam.
Alvin mendengus kasar. “Loe masih gak mau disalahkan?”
“Gue gak tau apa-apa”
“Mungkin selama ini loe gak tau apa-apa, Mario. Tapi
setidaknya loe marasakan sesuatu yang sebenernya ada apa-apa. Peka dikit bro,
bukan cuma loe yang ingin dimengerti” tegas Alvin.
Rio membuang saliva yang mulai terasa anyir karena
darah yang ada didalam mulutnya. “Kalo gitu jangan salahin gue kalo gue gak
merasa. Kalianpun hanya diam” Ujarnya santai.
“Br*ngsek” Tanpa babibu lagi Alvin langsung kembali menerjang kearah
Rio. Memberikan sedikit tanda lagi pada pipi lelaki itu. Rio pun tidak mau
kalah dengan mendorong Alvin kasar hingga terjatuh hingga membuat bentang jarak
diantara mereka berdua. Kesempatan yang tidak disia-siakan Ozy dan Cakka yang
langsung sama-sama menarik Rio dan Alvin kearah berlawanan.
Keduanya masih meronta, hingga ada yang mencoba
menyeruak dari kerumunan yang memperhatikan kejadian tersebut.
“Kak Alvin!”
“Kak Rio!”
Kelompok Deva dkk yang tadi berniat kekantin justru
melihat keramaian kantin yang tidak wajar semakin mempercepat langkah hingga
mencapai depan kerumunan tersebut. Ray langsung berlari kearah Rio dan mulai
membantu Ozy mengendalikan kakaknya itu. Sedangkan Deva langsung kearah Alvin
untuk menahan Alvin.
“Gue gak ngerti apa yang kalian lakuin berdua.” Ucap
Obiet setelah menembus kerumunan paling akhir.
“Kak Alvin, loe lupa pesen kak Ify untuk tidak
menyalahkan siapapun atas kejadian ini? Bahkan termasuk kak Rio yang pergi
semalam tiba-tiba.” Tegas Obiet. Alvin hanya menunduk.
Mendengar nama gadisnya disebut Rio langsung terdiam.
Bahkan disaat kritisnya Ify semalam masih mengingat dirinya. Memesankan kepada
teman-temannya untuk tidak menyalahkan dia? Jelas sekali Rio sendiri sadar
dirinya salah semalam. Memilih meninggalkan Ify yang terluka karenanya yang
justru malah pergi kerumah Shilla.
Kenyataan itu menghimpit dadanya.
Kerumunan tadi kembali bergejolak, namun bukan suara
yang semakin riuh yang mendominasi, hanya keheningan diiringi bisik-bisik
kecil.
“Ada apa ini?” Seru Pak Duta begitu mencapai depan. Wajahnya
menggeram ketika pandangannya jatuh pada luka lebam di wajah Rio dan Alvin
serta seragam mereka yang sudah tidak beraturan.
“Alvin! Rio! Ikut saya keruangan. Yang lain segera
lanjutkan kegiatan kalian masing-masing” Tegas Pak Duta.
***
Gabriel masih asyik memainkan bola basket yang tadi
hanya dilemparnya asal. Sekarang dia mulai bisa menikmati permainannya. Rasa
lapar yang dari tadi terlontar dalam perutnya diabaikan. Hingga ada langkah
kaki yang memasuki lapangan indoor yang langsung mencuri perhatiannya. ‘Ah
paling Via sama Alvin’ bathinnya tidak peduli. Gabriel masih memfokuskan diri
pada permainannya.
Langkah kaki dibelakangnya semakin mendekat, tetapi
tidak ada suara lainnya, lagipula, selain hentakan bola basket yang beradu
dengan lantai lapangan, Gabriel hanya mendengar langkah kaki satu orang
dibelakangnya. Memastikan, Gabriel langsung membalikkan tubuhnya untuk melihat
siapa yang datang.
Shilla.
Bathin Gabriel berdesir. Gadis itu hanya berdiri
dibelakangnya sambil membawa sebungkus roti dan sebotol air mineral. Namun
Gabriel hanya memandang itu semua dengan pandangan datar. Dia benci sekali
gadis ini. Gadis yang banyak merebut kebahagiaan saudara kembarnya. Iya,
Gabriel membenci gadis ini. Terlebih dia sempat mencuri dengar percakapan Alvin
dan Sivia jika tadi malam Rio meninggalkan Ify dan pergi kerumah Shilla.
Gabriel membencinya. Gabriel membuang pandangannya.
Berat. Susah sekali mengalihkan pandangan dari gadis
yang masih terdiam dihadapannya ini.
“Ngg.. Mmm.. Yel, ini buat loe.” Kata Shilla sambil
menyerahkan bawaannya. “Loe pasti belum sarapan kan? Tadi gue liat loe datang
langsung kesini, bahkan tanpa naruh tas loe dikelas.” Shilla mengarahkan
pandangan pada sebuah tas hitam yang tergeletak asal diatas bangku tribun.
Gabriel tercekat. Gadis ini memperhatikannya dari
tadi. “Gue gak laper.” Hanya itu yang bisa dikatakannya sekarang.
Shilla semakin canggung, daritadi Gabriel hanya
menatapnya datar. Seolah tidak mengharapkan kedatangannya. Apalagi ketika
Gabriel membuang pandangannya. Seolah tidak ingin melihatnya lagi.
“Yel, gue mau minta maaf. Semalem gue gak tau kalo
Ify………..”
“SELAMAT SIANG. MOHON PERHATIAN. PANGGILAN DITUJUKAN
PADA ALVIN JONATHAN DAN GABRIEL STEVENT DI RUANGAN KEPALA SEKOLAH SEKARANG.
MOHON PANGGILAN INI DIINDAHKAN. TERIMAKASIH”
Gabriel mengangkat sebelah alisnya heran, pandangannya
mengarah pada pengeras suara yang ada dalam ruangan tersebut seakan-akan
disanalah orang yang berbicara. Tanpa berpikir lagi untuk apa dia dipanggil
Gabriel langsung melangkahkan kakinya keluar lapangan tanpa mempedulikan jika
ada orang lain yang bergeming menunggunya.
---
“Yel.. Yel.. Yel.. sorry lama, tadi ada insiden dikit
di kantin. Nih roti buat ganjel perut loe, ini minumnya biar gak seret” Cerocos Sivia begitu mendapati
Gabriel sudah dipintu lapangan indoor tersebut.
Diperjalanan tadi Sivia juga sempat mendengar pengumuman panggilan
kepada Gabriel dan kekasihnya. Sebelum Alvin pergi ke Ruangan Pak Duta, ia
sempat berpesan kepada Sivia untuk mengantarkan makanan tersebut ke Gabriel.
“Never mind Vi. Tapi gue dipanggil keruang kepsek
nih.” Sahut Gabriel.
“Yaudah loe makan aja diperjalanan kesana. Sini air
loe gue pegangin dulu, nih loe makan rotinya” Atur Sivia sambil menyodorkan
roti kerah Gabriel dan mengambil alih minuman dingin tadi.
Gabriel terkekeh. “Loe bawel amat sih. Ganyangka Alvin
yang sediem itu tahan sama loe”
Sivia menggembungkan pipinya kesal. “Loe gak tau
terimakasih ya kadang.”
Gabriel tertawa keras. “Loe ngambeknya bisa sambil
jalan gak? Ntar keburu disemprot Bu Ira nih” Ucap Gabriel sambil memasukan
potongan roti kedalam mulutnya dan melangkah pergi diikuti Sivia.
---
Shilla melihat kejadian tadi. Lututnya melemas.
Diacuhkan –lagi. Dia pernah merasakannya dulu. Tapi, mengapa yang ini lebih
dari sakit? Tanpa sadar butiran bening mulai mengalir dari matanya. Daritadi
apgi ntah mengapa perasaannya tidak enak setelah melihat Gabriel. Shilla mulai
memperhatikannya sejak kedatangannya. Sampai-sampai ia menghabiskan jam
istirahatnya tidak bersama Rio dan yang lain, berdalih ingin memeriksa tempat
peralatan cheers. Tapi apa yang didapatnya sekarang?
Shilla menghapus air mata dipipinya secara kasar.
Tidak, Ify pernah (dulu, selalu) mengajarinya berbuat sesuatu yang baik dengan
tulus tanpa peduli mendapat tanggapannya seperti apa. Ah gadis itu, sudah
berapa lama Shilla tidak bercengkrama dengan Gadis itu? Menghabiskan waktu
berdua bahkan berlima dengan Sivia, Agni dan Acha?
Shilla tersenyum sedih. Sebelum meninggalkan lapangan,
Shilla melangkahkan kakinya kearah bangku tribun. Menjejalkan roti dan air
mineral yang tadi sempat dibelinya dikantin –sebelum kesini- kedalam tas milik
orang yang dimaksudkannya.
Ketika ingin membetulkan retsleting tas itu agar
kembali menutup ada lembaran yang terjatuh didekat sepatu ketsnya. Shilla
mengambilnya, dibaliknya lembaran tersebut, sebuah foto. Foto tiga orang anak
kecil yang menjadi objeknya.
“Deva kecil, Ify kecil” Gumam Shilla pelan melihat
foto Ify dan Deva semasa kecil. Shilla mengetahuinya karena pernah melihat saat
bermain dirumah Ify. Disana banyak foto Ify dan Deva semasa kecil hingga
beranjak dewasa. Kakak adik yang sama-sama narsis. Begitulah penilaiannya begitu
melihat banyaknya foto Ify dan Deva bersama.
Shilla mencoba lebih memperhatikan laki-laki lain yang
berdiri disamping Ify. Begitu sadar, Shilla membelalakan matanya.
***
Rio dan Alvin mengikuti Pak Duta berjalan keruangnya.
Begitu sampai, Rio yang masuk terlebih dahulu diikuti Alvin dibelakangnya.
“Duduk” Perintah Pak Duta sambil duduk dikursinya
sendiri. Ditutupnya sebuah map yang berisi dokumen yang sepertinya sedang
diurusnya.
Pak Duta membenahi duduknya dengan tangan yang
disatukan dihadapannya, ditatapnya tajam murid-murid yang ada dihadapannya
sekarang.
“Saya tidak habis pikir dengan kelakuan kalian
berdua.” Ujar Pak Duta memulai monolognya. “kalian sadar apa yang lakukan
tadi?” cecar Pak Duta.
Alvin dan Rio tetap bergeming.
“Alvin, Rio. Kalian ini murid-murid kepercayaan bapak.
Kalian juga bersahabat satu sama lain. Satu team dalam team basket Varaway
sekolah kita.” Penuh penegasan dalam setiap perkataan Pak Duta.
“Mario. Kamu Ketua Osis dan Ketua Team basket sekolah
kita.” Pak Duta menatap Rio, lalu tatapannya beralih kepada Alvin. “Alvin, kamu
ketua klub Fotografi yang banyak menyumbangkan prestasi untuk sekolah ini.”
Alvin maupun Rio tidak ada yang berniat membalas
ucapan pak Duta.
“Apa yang kalian pikirkan sampai baku hantam dihadapan
seluruh teman-teman kalian?” Tanya pak Duta. “Kalian panutan yang bisa
dijadikan teladan untuk semua teman-teman kalian. Apa berkelahi, baku hantam
dan menyerang satu sama lain itu adalah sebuah keteladanan?” Pak Duta menatap
tajam muridnya satu persatu. Masih tetap bungkam dengan semuaomongannya.
Keheninganpun tercipta, hingga suara familiar dari
kepala sekolah mereka membuyarkan semuanya.
“SELAMAT SIANG. MOHON PERHATIAN. PANGGILAN DITUJUKAN
PADA ALVIN JONATHAN DAN GABRIEL STEVENT DI RUANGAN KEPALA SEKOLAH SEKARANG.
MOHON PANGGILAN INI DIINDAHKAN. TERIMAKASIH”
Pak Duta mendesah pelan. “Saya tidak tahu masalah
kalian sendiri apa. Dan saya memutuskan tidak menghukum kalian saat ini”
Alvin dan Rio sama-sama menghela nafas lega mendengar
pernyataan Pak Duta. Awalnya mereka sudah dibayangi firasat buruk jika orang
tua mereka sampai dipanggil kesekolah hanya karena ini.
“Saya tahu kalian sudah sama-sama dewasa untuk
menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin bukan saling hantam seperti
tadi. Namun panggilan saya kali ini adalah peringatan. Jika kalian
mengulanginya lagi, didalam maupun diluar lingkungan sekolah. Saya tidak
segan-segan untuk memanggil orang tua kalian.”Ancam Pak Duta.
Alvin dan Rio sama-sama menengguk salivanya mendengar
ancaman pak Duta, sama-sama berdoa dalam hati jangan sampai lepas kontrol
seperti tadi.
“Alvin, sepertinya Bu Ira lebih membutuhkanmu saat
ini. Rio, silahkan kembali kekelas” Pak Duta bangkit lebih dulu melangkah
keluar ruangan diikuti Alvin. Sedangkan Rio masih duduk. Pandangannya terpaku
pada sebuah map dokumen yang tadi tertutupi tangan Pak Duta diatas meja.
“Alyssa Saufika D” begitulah tag name yang ada diatas berkas tersebut.
Rio mengerutkan keningnya. “Ify?” gumam Rio. “Tapi
kan…” Rio mengingat-ingat nama lengkap Ify. “Alyssa Saufika Umari kan?”
Gumamnya pelan. Rio menggapai map tersebut ingin melihat isi didalamnya.
Memastikan itu map milik Ify dan hanya terjadi kesalahan pengetikan di tag name
mapnya.
Pintu terbuka lagi, Rio menghentikan niatnya.
“Rio? Kamu masih disini?” Tanya pak Duta sambil
berjalan kearah mejanya lagi.
“Iya Pak.” Rio tersenyum kaku seperti maling yang
tertangkap basah.
“Sedang apa?” Tanya Pak Duta sambil mengambil berkas
ber tag name “Alyssa Saufika D” tadi.
“Mm.. Ngg.. Hhh saya..” Rio berusaha mencari alasan.
“Tadi ada yang ingin saya bicarakan dengan bapak soal Osis, tapi sepertinya
bapak sedang sibuk” Jelas Rio berbohong sambil melirik kearah map di tangan Pak
Duta. “jadi sebaiknya saya kembali kekelas. Kita.. Kita bicara lain waktu.
Permisi Pak.” Rio pamit dan langsung melangkahkan kakinya keluar ruangan pak
Duta tanpa menunggu jawaban Gurunya tersebut. Berusaha melupakan tentang apa
yang dilihatnya tadi. Meyakinkan itu hanya sebuah kesalahan pengetikan.
***
“Alvinnn!!” Pekik Sivia sambil berjalan mendahului
Gabriel begitu melihat Alvin disudut koridor.
Alvin yang melihat Sivia berlari kearahnya hanya
tersenyum pada gadis itu.
“Kamu tadi diapain aja?” Tanya Sivia.
“Loe abis darimana?” Sahut Gabriel setelah berhasil
menyusul Sivia, Gabriel juga belum tahu apa-apa soal Alvin yang tidak bersama
Sivia.
“Abis dipanggil Pak Duta. Biasa Osis” jawab Alvin
berbohong.
Mata Gabriel memicing. “Kok gak sinkron sama
pertanyaan Sivia? Lagian muka loe kenapa babak belur kayak preman gitu?”
Gabriel mulai curiga.
Alvin terkekeh, “Loe kalo mau ngatain preman
seharusnya ngaca dulu yel. Liat seragam loe yang kancingnya udah lepas semua.
Dasi loe yang seharusnya taro dileher jadi ada dikantong celana” Ucapan Alvin
diakhiri dengan lirikannya pada kantong belakang celana Gabriel.
Gabriel cengengesan. “Kita dipanggil bukan gara-gara
hari ini penampilan kita kayak preman kan?” Ucapnya tanpa memperpanjang
kecurigaanya lagi.
Alvin meninju pelan bahu Gabriel sambil tertawa. “Loe
tau kan antar preman itu solidaritasnya tinggi. Kita buktikan solidaritas kita
di ruang bu Ira kalo-kalo kita diomelin, Kita keren broh” Ucap Alvin yang
langsung berhighfive ria dengan Gabriel.
Sivia menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua
orang dihadapannya. “yaudah aku kekelas duluan ya. Kalian baik-baik jangan buat
onar” pamit Sivia yang diangguki Alvin dan Gabriel.
“Bawel banget ya cewek loe” Komentar Gabriel sambil
memandangi kepergian Sivia.
“Emang” Sahut Alvin yang mengikuti arah pandang
Gabriel. “Udah loe jangan ngeliatin mulu, ntar naksir, gue yang repot” Alvin
menoyor Gabriel yang hanya dibalas kekehannya.
“Siap jadi keren bro?” Tawar Gabriel sambil
mengarahkan pandangannya keruangan Bu Ira dihadapan mereka.
Alvin tersenyum dan mereka kembali berhighfive sebelum
memutuskan masuk keruangan tersebut.
***
@tri_susilowati
demi apa udah di lanjutin lagi????!!!! *histeris
BalasHapusLUAR BIASA
makin keren lagi ceritanya, sampe-sampe meneteskan air mata
lanjut lagii okey?!! (kalo bisa jangan lama lama)
SEMANGAT!!
Okee!! Walaupun udah lama gak lanjut, tetap keren seperti part-part sebelumnyaaa...
BalasHapusJangan lama kali ya untuk part selanjutnyaa... Keep writing!! :)
aq jga gak jauh beda sma mreka yg slalu dan slalu nunggu part selanjutnya dari cerbung taci..... keren bingits kaka:)
BalasHapusBagus banget.. kreatif kak! Sampe sampe saya nangis bacanya hehe keren!!
BalasHapuslanjut lagi yahhh.. ngga sabar nih bacanya lagi.. kalau bisa langsung banyaknya part partnya hehe
setujuuuu (?)
BalasHapuslanjutiin kaaakkkk!!! yang banyaak yaaa :D
BalasHapusTACI makin keyeennsss,,,, ka lanjutin dooongg,, penasaran niiihh,,,
BalasHapuslanjutt lagi donkk kakk.. keren.... :)
BalasHapusjangan lama-lama ya kak next partnya lagi,,, bikin stres.. :(
BalasHapuskeen banget sumph.......
BalasHapushahaha.... maaf bru bisa komen di part ini....... :)
next bisa lebih cepet....... *heheheh
kak trisil lanjut dong kakkk, gak sian liat gue sakaw?
BalasHapuslanjutttnyaaaa kapannnn niiiii ???????
BalasHapusUdh brp kali keluar masuk blog ini lanjutan part 39 blm jga ada :'))))
BalasHapusKapan lanjutnya ka ? Post nya sehari sekali dong ka :D
BalasHapusKak please lanjutin lagi TACInya udah penasaran nih
BalasHapuslanjut dong.. udah lama gak dilanjut.. penasaran tingkat dewa sama kelanjutannya gimana. kalo bisa jangan cuma 1 part ya.. hehehe
BalasHapusditunggu secepatnya....
Lanjut donk kak! Nunggunya bertahun tahun nih! Keren sumpah!
BalasHapuskak please lanjut dongg cerbung TACI nya, please pake bangeettttt
BalasHapusPlease lanjutin kakk...
BalasHapuslanjut dong kak..
BalasHapuspengen tau ceritanya ini ..
lanjut dunkkk,.,..
BalasHapuskak lajuuuuttt.... jujur, nyesek parah bacanya.... lanjut ya kk... di tunggu :p
BalasHapusAduhh kak, kapan lanjutannya.??
BalasHapusGg sabar lagi ni kak
Kaaa demi ampun plis lanjutin plis. Gua bantu doa dari sini kok kaaa. Masalahnya banyak banget yg belum selese kaaa ayolaaaaahhhh plis. Gua tiap hari cek ke ni blog tapi apa?huhuuu*okeinilebay. Tapi plis kak gua mohon dengan sangat lanjutin! Hehe✌😁
BalasHapusApaan sih ceritanya ngegantung... Lanjutin dong!! Keren kak
BalasHapussumpah keren.. suka banget:)
BalasHapusSumpah demi apapun gue bakalan mati penasaran*okeinilebay* tapii plesee kaaa di lanjut next partnya :'( gue udah lama lho nunggu part selanjutnya.. ayooo lanjuttt..
BalasHapusSubhanaallah keren bgt ceritanya.
BalasHapusCerbung rioify kedua yag sukses ngebuat gue nangis😥
Ingin rasanya punya sahabat sperti ify
Kak lanjut dong kak:') pengen tau endingnya kek gimana;""
BalasHapusBaper kak baca cerbung ini;')
kak lanjut dong:(
BalasHapus